Presiden Turki Erdogan telah mengklaim kemenangan dalam referendum yang akan memberinya kewenangan baru yang amat luas. Pihak oposisi memprotes keras dan meminta hasil penghitungan ulang.
Iklan
Dengan hasil tidak resmi yang menempatkan kubu pemilih "ya" menang tipis dalam referendum, pada hari Minggu (16/04) komisi pemilihan Turki telah mengumumkan kemenangan ke arah sistem presidensiil – yang disebut pendukung Presisen Turki, Recep Tayyip Erdogan akan memoderenkan negara itu. Hasil resmi referendum akan diumumkan dalam waktu 11 hari mendatang.
Referendum ini memberi dua pilihan: "ya” atau "tidak” terhadap amandeman konstitusi. Pilihan "ya" berarti mendukung perubahan naskah amandemen konstitusi, yang mengubah sistem parlementer ke sistem presidensiil. Menurut hasil referendum yang dilaporkan kantor berita Anadolu, suara yang memilih "ya" menang 51,2 persen, sementara yang memilih tidak telah meraup 48,8 persen perolehan suara. Dilaporkan sekitar 600.000 surat suara hingga berita ini diturunkan, belum dihitung.
Mayoritas pemilih Turki yang tinggal di Jerman memberikan suara mereka untuk mendukung reformasi konstitusi, dengan 63,1 persen suara memilih "ya," demikian laporan kantor berita Anadolu. Di Austria, 73,5 persen mendukung amandemen tersebut. Orang-orang Turki yang tinggal di luar negeri dapat memberikan suara mereka dalam kurun waktu selama dua minggu masa pemilihan menjelang referendum.
Erdogan puji rakyat
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan memuji rakyat Turki karena menurutnya telah membuat "keputusan bersejarah" dengan mendukung amandemen konstitusi yang akan membuat kekuasaannya sebagai presiden makin luas. "Orang-orang telah dengan leluasa mengucapkannya, sekarang kita akan bekerja sama untuk membuat perubahan terpenting dalam sejarah konstitusi negara kita," kata Erdogan dalam sebuah pidato perayaan kemenangan.
"Ini adalah keputusan yang dibuat oleh rakyat. Dalam sejarah demokrasi kita, sebuah babak baru telah dibuka," ujar Perdana Menteri Turki Binali Yildirim dari balkon markas AKP di Ankara, di hadapan para pendukung partai tersebut.
Para pendukung jawaban "tidak" memprotes hasil referendum itu di distrik anti-Erdogan di Istanbul, dengan cara menabuh bising peralatan dapur. Ratusan pendukung jawaban "tidak" turun ke jalan di distrik Besiktas dan Kadikoy.
Oposisi memprotes
Meskipun baru penghitungan awal, kritikus dan partai oposisi telah mengecam penghitungan suara dan melaporkan sejumlah kecurangan dalam referendum tersebut. Dua partai oposisi telah bersumpah bahwa mereka akan menentang hasil referendum.
Partai Rakyat Demokratik (HDP) mengatakan: "Ada indikasi manipulasi suara hingga 3-4 persen." Demikian pula, oposisi utama Partai Rakyat Republikan (CHP) telah mengatakan bahwa mereka dapat mengajukan banding hingga 60 persen suara. Pemimpin CHP Kemal Kilicdaroglu mengatakan partai tersebut tidak akan menerima kemenangan kubu "ya". "Setidaknya 50 persen orang mengatakan 'tidak'," kata Kilicdaroglu.
Referendum tersebut dilakukan di bawah keadaan darurat. Sekitar 47.000 orang ditangkap dalam sebuah tindakan keras pemerintah, menyusul kudeta militer yang gagal pada bulan Juli lalu terhadap Erdogan.
Sejarah Kudeta Militer di Turki
Sebanyak enam kudeta dilancarkan militer terhadap pemerintah sipil sepanjang sejarah Turki. Hampir semua bermotifkan politik. Militer menganggap diri sebagai pengawal sekularisme Atatürk dan tidak jengah mengintervensi.
Foto: Reuters/O. Orsal
1960: Kudeta Demokrasi
Kepala pemerintahan pertama di Turki yang dipilih langsung oleh rakyat tidak berusia lama. Kekuasaan Adnan Menderes dan Partai Demokrat diwarnai pelanggaran HAM dan upaya untuk mengembalikan Syariat Islam ke pemerintahan Turki. Militer kemudian melancarkan upaya kudeta pertama. Setahun berselang Menderes dihukum mati oleh junta militer.
Foto: picture-alliance/AP Photo
1971: Berakhir Lewat Memorandum
Selang 11 tahun setelah kudeta terakhir, militer melayangkan memorandum yang menyebut pemerintah telah "menyeret negara dalam anarki dan kerusuhan sosial." Surat yang ditandatangani semua perwira tertinggi militer itu mengultimatum pemerintahan untuk segera membubarkan diri dan membentuk pemerintahan kesatuan.
Foto: Imago/ZUMA/Keystone
1980: Kudeta Mengakhiri Perang Proksi
Muak dengan pertikaian antara kaum kanan dan komunis kiri, panglima militer Jendral Kenan Evren melancarkan kudeta buat menyingkirkan pemerintahan sipil. Turki pada dekade 80an ikut terseret dalam arus perang dingin yang ditandai dengan konflik berdarah di level akar rumput. Hingga akhir 70an negeri dua benua itu mengalami 10 pembunuhan per hari terhadap aktivis komunis atau sayap kanan
Foto: imago/Zuma/Keystone
Darah Berbayar Duit
Kudeta 1980 membuahkan pertumbuhan ekonomi buat Turki yang nyaris bangkrut. Namun kekuasaan Jendral Evren hingga 1989 banyak diwarnai oleh penculikan dan penyiksaan terhadap oposisi dan kelompok anti pemerintah. Tahun 2014 Evren akhirnya divonis penjara seumur hidup oleh sebuah pengadilan di Ankara. Namun lantaran faktor usia, vonis tersebut cuma bersifat simbolis.
Foto: AP
1997: Intervensi Senyap
Kembali militer bereaksi ketika pemerintahan Necmettin Erbakan dinilai menanggalkan prinsip sekulerisme Ataturk. Saat itu dewan jendral, termasuk Panglima Militer Jendral Ismail Hakki Karadayi, mengultimatum pemerintah untuk melaksanakan enam butir tuntutan yang membatasi gerak kelompok Islam. Kudeta itu berhasil menjatuhkan Erbakan. Tapi para jendral yang terlibat kemudian diadili tahun 2012
Foto: Adem Altan/AFP/Getty Images
2016: Kudeta Setengah Hati
Pada Jumat malam, 15 Juli 2016, militer tiba-tiba mendeklarasikan kudeta dan mengklaim telah merebut pemerintahan dari tangan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Saat itu Erdogan sedang berlibur di luar negeri. Militer lalu bergerak merebut tempat-tempat strategis, termasuk kantor stasiun televisi CNN Turki di Istanbul
Foto: Getty Images/G.Tan
Balas Dendam Erdogan
Lewat pesan ponsel Erdogan memerintahkan pendukungnya untuk turun ke jalan. Aparat kepolisian dan pasukan pemerintah dikerahkan buat menghalau kelompok makar. Hasilnya ratusan orang tewas dan ribuan lain luka-luka. Kudeta di Turki dinilai berlangsung tanpa perencanaan matang. Erdogan lalu memanfaatkannya buat memberangus musuh politik yang sebagian besar simpatisan kelompok Gulen
Foto: Reuters/O. Orsal
7 foto1 | 7
Eropa bersikap hati-hati
Tak lama setelah pemungutan suara, Erdogan mengulangi niatnya untuk mengembalikan bentuk hukuman mati di Turki. Dia mengatakan bahwa jika oposisi gagal mendukung undang-undang tersebut, dia dapat mengadakan referendum lagi untuk mengembalikan bentuk penerapan hukuman mati. Langkah seperti itu hampir pasti akan menyulitkan Turki untuk bergabung dalam keanggotaan di Uni Eropa.
Negara-negara Barat bereaksi dengan hati-hati terhadap hasil referendum. Uni Eropa mendesak pemerintah Turki untuk mendapatkan kesepakatan luas setelah kemenangan tipis"ya" itu: "Mengingat hasil referendum berimplikasi luas atas amandemen konstitusi, kami juga meminta pihak berwenang Turki untuk mencari konsensus nasional seluas mungkin dalam pelaksanaannya," tandas Komisi Eropa mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Dengan kemenangan kubu yang memilih "ya" atas referendum, maka Erdogan berpotensi memimpin Turki hingga tahun 2029. Presiden nantinya juga punya kewenangan menunjuk menteri-menteri, megeluarkan dekrit presiden dan mengangkat hakim senior, bahkan membubarkan parlemen. Posisi perdana menteri ditiadakan sehingga presiden punya kekuasaan penuh dalam mengendalikan pemerintahan.
ap/as (AP, AFP, dpa, Reuters)
6 Fakta Unik Tentang Turki
Turki memiliki banyak sisi menarik. Berada di Asia dan Eropa sekaligus. Di abad pertengahan berjaya dengan kekaisaran Usmaniyah yang menduduki sebagian Eropa. Inilah beberapa fakta yang mungkin belum Anda ketahui.
Foto: AP
Hagia Sophia: Gereja jadi Mesjid
Mesjid paling terkenal di Istanbul Hagia Sophia asalnya adalah katedral dari zaman Byzantium di abad ke 6. Selama 900 tahun menjadi gereja terpenting dalam agama Kristen. Pada abad ke 15 Mehmet II merebut kota Konstantinopel yang kemudian menjadi Istanbul,. Ia mengubah gereja jadi mesjid dengan menambah 4 minaret dan air mancur. Sekarang Hagia Sophia menjadi museum.
Foto: picture-alliance/Marius Becker
Bazar Istanbul yang Luar Biasa
Grand Bazar atau pasar besar di Istanbul mencatat rekor tersendiri. Di dalam Bazar tertutup ini terdapat 64 lorong, 4000 toko dan lebih dari 25.000 pekerja. Bazar di Istanbul merupakan daya tarik utama bagi wisatawan. Setiap tahun lebih dari 90 juta wisatawan singgah dan berbelanja di Bazar Istanbul.
Foto: CC Josep Renalias
Ankara Ibukota Turki
Banyak yang salah menduga bahwa Istanbul adalah ibukota Turki. Ankara yang ada di bagian Asia adalah ibukota Turki. Penetapan Ankara sebagai ibukota Republik Turki dilakukan tahun 1923 setelah perang kemerdekaan. Kota berpenduduk 5 juta orang ini memiliki sejarah panjang yang bisa dilacak hingga abad 10 sebelum Masehi.
Foto: imago
Santa Claus Lahir di Turki
Figur terkenal Santa Claus atau Sinterklaas berasal dari Saint Nicholas yang dilahirkan di Patara tahun 270. Saat itu Patara masuk ke dalam Kekaisaran Romawi dan di zaman modern adalah wilayah kedaulatan Turki. Legenda menyebutkan Santa Claus adalah orang suci yang membantu rakyat miskin dan kelaparan di kawasan Myra hingga namanya dikenal sebagai Saint Nicholas dari Myra.
Foto: picture-alliance/AP Photo/P. Dejong
Bunga Tulip Asalnya Untuk Obat
Bunga Tulip yang kini terkenal jadi ciri khas Belanda, sebetulnya berasal dari Turki. Kata Tulip berasal dari Turban alias sorban dalam bahasa Turki. Warga Turki di kawasan Asia Tengah sudah membudayakan Tulip sejak abad 10 untuk bahan obat-obatan. Carolus Clausius direktur taman Botani Leiden yang mula mula pada 1590 membudidayakan bunga Tulip di Belanda untuk penelitian bahan obat-obatan.
Foto: Poopak Khajehamiri
Alfabet Turki Tanpa X,Q dan W
Alfabet Turki terdiri dari 29 huruf atau lebih banyak 3 huruf dari alfabet latin. Tapi dalam alfabet Turki tidak ada huruf X,Q dan W. Dan tahukah Anda kata terpanjang dalam bahasa Turki "Muvaffakiyetsizleştiriveremeyebileceklerimizdenmişsinizcesine" yang artinya: mereka yang menganggap dirinya tidak bisa berubah secara tiba-tiba menjadi orang yang gagal. (as/vlz)