Turki akan mengirim pasukan ke Libya bulan depan atas permintaan Tripoli, kata Presiden Erdogan hari Kamis (26/12). Konflik di Libya akan meluas menjadi ketegangan regional yang melibatkan Turki dan Rusia?
Iklan
Seorang pejabat Libya di Tripoli mengkonfirmasi bahwa permintaan resmi telah dibuat untuk meminta dukungan militer Turki di udara, di darat dan di laut. Pejabat yang meminta namanya tidak disebutkan itu berbicara kepada kantor berita Reuters. Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Libya, Fathi Bashagha, menegaskan kepada wartawan, tidak ada permintaan dari Pemerintahan Persatuan Nasional GNA kepada Turki.
Pemerintahan GNA (Government of National Accord) di Libya yang diakui secara internasional di Tripoli saat sedang terlibat perang dengan pasukan Jenderal Khalifa Haftar, yang mengklaim kepemimpinan atas kawasan itu. Jenderal ini didukung oleh Rusia, Mesir, Uni Emirat Arab (UEA) dan Yordania.
Pasukan pimpinan Jenderal Khalifa Haftar dalam beberapa minggu terakhir melakukan serangan ke basis-basis pasukan pemerintah dan posisinya semakin mendekati ibukota Tripoli. Seorang diplomat mengatakan, pasukan itu mendapat bantuan serdadu Rusia dan Sudan, dan drone militer yang dikirim oleh UEA.
Drone buatan Cina itu memberikan jenderal Haftar "superioritas udara lokal". Pasalnya drone itu bisa membawa bahan peledak delapan kali lebih berat daripada drone yang diberikan kepada GNA oleh Turki; kata PBB dalam laporan yang dirilis November lalu.
Kerjasama militer Turki-Libya
Bulan lalu, Ankara menandatangani dua perjanjian terpisah dengan GNA, yang dipimpin oleh Fayez al-Serraj, yaitu perjanjian kerjasama keamanan dan militer dan kesepakatan maritim tentang perbatasan laut.
Kesepakatan maritim itu mengakhiri isolasi Turki di Laut Tengah, termasuk hak-hak eksplorasi energi lepas pantai. Sedangkan militer di Ankara menjamin bantuan kepada pemerintahan GNA di Tripoli. Itulah yang menjadi alasan bagi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk mengerahkan militernya.
"Karena sekarang ada undangan (dari Libya), kami akan menerimanya," kata Erdogan ketika berpidato di hadapan anggota partainya. "Kita akan mengajukan RUU tentang pengiriman pasukan ke Libya segera setelah parlemen dibuka." Undang-undang itu bisa disahkan sekitar 8-9 Januari dan memungkinkan pengerahan militer, kata Erdogan.
Ketegangan dengan Rusia
Turki sebelumnya sudah mengisyaratkan kesiapan untuk melakukan misi militer di Libya, setelah hampir tiga bulan lalu melancarkan serangan ke Suriah timur laut terhadap milisi Kurdi. Militer Turki saat ini sudah mengirim bantuan persenjataan kepada GNA , sekalipun ada embargo senjata dari AS.
Rusia telah menyuarakan keprihatinannya atas rencana Turki mendukung GNA. Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara kepada Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte hari Kamis (26/12) dan keduanya sepakat bahwa krisis di Libya harus diselesaikan secara damai, demikian sebuah pernyataan dari Kremlin.
Namun Presiden Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Turki tidak akan tinggal diam. "Mereka semua (Rusia cs.) membantu seorang baron perang (Jenderal Khalifa Haftar), sedangkan kami menerima undangan resmi dari pemerintah yang sah. Itulah perbedaannya," katanya.
Pasukan Jenderal Khalifa Haftar sejak April lalu berusaha merebut Tripoli dan sekitarnya. UEA, Mesir, dan Yordania sejak bertahun-tahun memberikan dukungan militer bagi pasukan Jenderal Haftar, kata laporan-laporan intelijen AS. Namun tidak ada satu negara pun yang mengkonfirmasi hal ini.
Pejabat Turki dan Rusia minggu ini mengadakan pembicaraan di Moskow untuk mencari kompromi tentang masalah Libya dan Suriah. Dalam konflik di Suriah, Rusia mendukung pemerintahan Presiden Bashar al-Assad.
hp/as (rtr, afp, ap)
Siapa Yang Berperang di Konflik Suriah?
Konflik di Suriah memasuki babak baru setelah militer Turki melancarkan serangan terhadap posisi milisi Kurdi di timur laut Suriah. Inilah faksi-faksi yang berperang di Suriah.
Foto: Atta Kenare/AFP/Getty Images
Perang Tiada Akhir
Suriah telah dilanda kehancuran akibat perang saudara sejak 2011 setelah Presiden Bashar Assad kehilangan kendali atas sebagian besar negara itu karena berbagai kelompok revolusioner. Sejak dari itu, konflik menarik berbagai kekuatan asing dan membawa kesengsaraan dan kematian bagi rakyat Suriah.
Foto: picture alliance/abaca/A. Al-Bushy
Kelompok Loyalis Assad
Militer Suriah yang resminya bernama Syrian Arab Army (SAA) alami kekalahan besar pada 2011 terhadap kelompok anti-Assad yang tergabung dalam Free Syrian Army. SAA adalah gabungan pasukan pertahanan nasional Suriah dengan dukungan milisi bersenjata pro-Assad. Pada bulan September, Turki meluncurkan invansi militer ketiga dalam tiga tahun yang menargetkan milisi Kurdi.
Foto: picture alliance/dpa/V. Sharifulin
Militer Turki
Hampir semua negara tetangga Suriah ikut terseret ke pusaran konflik. Turki yang berbatasan langsung juga terimbas amat kuat. Berlatar belakang permusuhan politik antara rezim di Ankara dan rezim di Damaskus, Turki mendukung berbagai faksi militan anti-Assad.
Foto: picture alliance/dpa/S. Suna
Tentara Rusia
Pasukan dari Moskow terbukti jadi aliansi kuat Presiden Assad. Pasukan darat Rusia resminya terlibat perang 2015, setelah bertahun-tahun menyuplai senjata ke militer Suriah. Komunitas internasional mengritik Moskow akibat banyaknya korban sipil dalam serangan udara yang didukung jet tempur Rusia.
Sebuah koalisi pimpinan Amerika Serikat yang terdiri lebih dari 50 negara, termasuk Jerman, mulai menargetkan Isis dan target teroris lainnya dengan serangan udara pada akhir 2014. Koalisi anti-Isis telah membuat kemunduran besar bagi kelompok militan. AS memiliki lebih dari seribu pasukan khusus di Suriah yang mendukung Pasukan Demokrat Suriah.
Foto: picture-alliance/AP Images/US Navy/F. Williams
Pemberontak Free Syrian Army
Kelompok Free Syrian Army mengklaim diri sebagai sayap moderat, yang muncul dari aksi protes menentang rezim Assad 2011. Bersama milisi nonjihadis, kelompok pemberontak ini terus berusaha menumbangkan Presiden Assad dan meminta pemilu demokratis. Kelompok ini didukung Amerika dan Turki. Tapi kekuatan FSA melemah, akibat sejumlah milisi pendukungnya memilih bergabung dengan grup teroris.
Foto: Reuters
Pemberontak Kurdi
Perang Suriah sejatinya konflik yang amat rumit. Dalam perang besar ada perang kecil. Misalnya antara pemberontak Kurdi Suriah melawan ISIS di utara dan barat Suriah. Atau juga antara etnis Kurdi di Turki melawan pemerintah di Ankara. Etnis Kurdi di Turki, Suriah dan Irak sejak lama menghendaki berdirinya negara berdaulat Kurdi.
Foto: picture-alliance/AA/A. Deeb
Islamic State ISIS
Kelompok teroris Islamic State (Isis) yang memanfaatkan kekacauan di Suriah dan vakum kekuasaan di Irak, pada tahun 2014 berhasil merebut wilayah luas di Suriah dan Irak. Wajah baru teror ini berusaha mendirikan kekalifahan, dan namanya tercoreng akibat genosida, pembunuhan sandera serta penyiksaan brutal.
Foto: picture-alliance/dpa
Afiliasi Al Qaeda
Milisi teroris Front al-Nusra yang berafiliasi ke Al Qaeda merupakan kelompok jihadis kawakan di Suriah. Kelompok ini tidak hanya memerangi rezim Assad tapi juga terlibat perang dengan pemberontak yang disebut moderat. Setelah merger dengan sejumlah grup milisi lainnya, Januari 2017 namanya diubah jadi Tahrir al-Sham.
Foto: picture-alliance/AP Photo/Nusra Front on Twitter
Pasukan Iran
Iran terlibat pusaran konflik dengan mendukung rezim Assad. Konflik ini juga jadi perang proxy antara Iran dan Rusia di satu sisi, melawan Turki dan AS di sisi lainnya. Teheran berusaha menjaga perimbangan kekuatan di kawasan, dan mendukung Damaskus dengan asistensi startegis, pelatihan militer dan bahkan mengirim pasukan darat.