1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Eropa Bujuk Turki Tutup Perbatasan

5 Oktober 2015

Eropa berupaya membujuk Turki menggandakan pengawasan di perbatasan. Tanpa kesediaan Ankara, Eropa akan kebanjiran jutaan pengungsi. Negeri antara dua benua itu selama ini dianggap negara transit yang paling aman.

Griechenland Illegale Einwanderer in Internierungslager in Kyprinos
Foto: picture-alliance/dpa

Bulan madu pengungsi di Eropa telah berakhir. Setelah pembukaan perbatasan oleh Jerman dan Austria beberapa pekan silam, kini Komisi Eropa membujuk Turki buat menghadang arus pengungsi dengan memperkuat kontrol dan patroli di perbatasan menuju Yunani.

Menurut laporan media, jika kesepakatan ditandatangani, maka Turki berkewajiban menutup pintu perbatasan yang selama ini digunakan pengungsi buat masuk ke wilayah Uni Eropa. Saat ini Turki sudah menampung lebih dari 2 juta pengungsi. Jika pintu perbatasan ditutup, berarti Turki harus menampung arus pengungsi yang datang.



Kedua pihak juga membahas pembangunan enam kamp baru buat menampung sekitar dua juta pengungsi yang gagal masuk ke Eropa. Sebagai gantinya Uni Eropa bersedia menampung sekitar setengah juta pengungsi. Mereka akan dipindahkan ke Eropa secara bertahap. Dengan cara itu para pengungsi tidak perlu menggunakan jasa penyelundup dan bertaruh nyawa.

Cara paling cepat masuk ke wilayah Uni Eropa adalah masuk ke Yunani lewat Turki. Pulau-pulau terluar Yunani yang berdekatan dengan Turki adalah tujuan jutaan pengungsi.

Belum jelas apakah Perdana Menteri Turki, Recep Tayyip Erdogan, bersedia menandatangi kesepakatan tersebut. Erdogan dijadwalkan tiba di Brussels pada Senin (5/10) dan menghadiri pertempuan di Luxemburg bersama Uni Eropa, negara-negara Balkan dan Mediterania Timur, keesokan harinya.

Sementara itu ribuan pengungsi Suriah yang mencari perlindungan di Yordania memutuskan buat kembali ke negaranya yang remuk oleh perang. Fenomena tersebut dipicu oleh sikap pemerintah Amman yang memotong dana bantuan pengungsi.

Sebagian besar pengungsi Suriah di Yordania tidak memiliki cukup uang buat membayar penyeludup yang bisa mencapai ratusan juta Rupiah. Menurut laporan UNHCR, beberapa pengungsi yang kembali ke Suriah mengaku berniat menjual aset mereka buat membiayai perjalanan ke Eropa.
Sementara itu Badan Pengungsi PBB, UNHCR, mengungkapkan kehawatiran terkait fenomena baru tersebut. Menurut lembaga tersebut, bulan Agustus tercatat hampir 4000 pengungsi Suriah yang pulang kampung. Jumlahnya meningkat di bulan September.

"Adalah keputusan berbahaya oleh mereka," kata Andrew Harper, Kepala UNHCR di Yordania. Menurutnya kebanyakan pengungsi yang pulang ke Suriah adalah perempuan dan anak-anak. "Ini adalah tanda gagalnya rejim perlindungan internasional," pungkasnya.


rzn/hp (afp,rtr)