Tanggapi banjir migran lewat Laut Tengah, negara-negara Eropa tak mampu sepakati program bersama. Di saat Italia mengeluhkan kekurangan dana, Jerman melipatduakan bantuan segera bagi para pengungsi.
Iklan
Gelombang pengungsi ilegal lewat Laut Tengah ke Eropa makin deras dan mencapai tahapan kritis yang sulit ditangani negara yang jadi tujuan. Tapi sejauh ini Eropa tetap tak mampu sepakati program bersama. Italia yang secara tradisional jadi tujuan utama pengungsi dari Afrika Utara itu, kini berteriak kekurangan dana dan kurangnya solidaritas.
Italia terutama mengeluhkan ketidakadilan dalam pembagian kuota penerimaan pengungsi yang kebanyakan karena alasan ekonomi atau akibat konflik di negara asalnya. Sekitar 170.000 pengungsi ilegal berhasil memasuki kawasan Eropa pada 2014 setelah mengarungi Laut Tengah menggunakan perahu bobrok yang kelebihan muatan. Italia menampung sekitar 22 persen dari pengungsi tersebut.
Penanggung jawab masalah migrasi di kementrian dalam negeri Italia, Mario Morcone dalam pertemuan antara perwakilan gereja Protestan dengan kalangan politik di Roma Kamis (11/6) mengeluhkan masih adanya penolakan negara tetangga Perancis dan Spanyol terkait masalah kuota pengungsi ini. "Dengan begitu tak mungkin dibuat aturan Eropa yang mengikat terkait kuota penampungan pengungsi", ujar Morcone.
Menempuh Bahaya Demi Hidup Baru di Eropa
40.000 pengungsi via Laut Tengah pada 2014 diselamatkan dari ancaman mati karam oleh kapal dagang swasta. Bandit penyelundup manusia makin agresif, sejak misi pertolongan Italia - Mare Nostrum dihentikan tahun silam.
Foto: picture-alliance/epa/F. Arena
Menyelamatkan Imigran
Sejumlah imigran yang nyaris tenggelam diselamatkan dengan perahu karet milik kapal dagang swasta OOC "Jaguar". Kapal swasta ini tugas utamanya adalah mengangkut logistik untuk anjungan pengeboran minyak di Laut Tengah, bukan menyelamatkan imigran.
Foto: OOC Opielok Offshore Carriers
Penyelamat Swasta
Kapal-kapal dagang seperti "Jaguar" atau kapal nelayan yang beroperasi di Laut Tengah di tahun-tahun belakangan makin sering jadi penolong utama para pengungsi yang terancam mati karam. Misi Triton yang diluncurkan Uni Eropa lebih banyak menekankan tugasnya pada patroli kawasan Laut Tengah sejarak maksimal 30 mil laut dari garis pantai Eropa. Misi EU ini tidak banyak menyiapkan kapal penolong.
Foto: OOC Opielok Offshore Carriers
Nyaris Mati Karam
Para pengungsi yang nyaris mati karam ini bernasib baik karena diselamatkan kapal dagang Jaguar April 2015. Banyak pengungsi yang mati tenggelam karena perahu bobrok yang mereka tumpangi kelebihan muatan. Sejak Desember tahun silam 1500 pengungsi berhasil diselamatkan kapal barang Jerman Christopher Opielok, yang sedang bertugas menyuplai anjungan pengeboran minyak di Laut Tengah.
Foto: OOC Opielok Offshore Carriers
Berfungsi Ganda
Kapal Christopher Opieloks bertugas mengangkut logistik dan peralatan teknis dari Malta ke anjungan pengeboran minyak di Laut Tengah. Sekarang kapal ini harus berfungsi ganda, selain mengirim Logistik, juga menyiapkan selimut, air, bahan pangan dan obat-obatan sebagai antisipasi jika menolong imigran asal Afrika via Laut Tengah.
Foto: OOC Opielok Offshore Carriers
Selamat Belum Tentu Aman
Pengungsi yang tertolong dan dinaikkan ke kapal logistik "Jaguar" ini memang selamat dari mati karam. Namun belum berarti mereka aman. Banyak yang kondisinya sangat payah dan tewas kedinginan serta kelaparan di atas dek. Awak kapal dagang ini sedang menghitung pengungsi yang berhasil diselamatkan ke atas kapal.
Foto: OOC Opielok Offshore Carriers
Tunggu Saatnya Karam
Perahu bobrok kelebihan penumpang ini ditemukan saat nyaris karam ke dasar Laut Tengah. Kapten kapal kargo dan kapal dagang memiliki kewajiban menolong perahu dalam kondisi darurat nyaris karam. Situasi ini dimanfaatkan para andit penyelundup manusia, dengan mengarahkan haluan kapalnya ke rute pelayaran kapal swasta tersebut.
Foto: OOC Opielok Offshore Carriers
Bertugas 24 Jam
Tidak jarang kapal dagang dan kapal kargo harus bertugas 24 jam terus menerus menyelamatkan pengungsi dari ancaman mati tenggelam. Kapal Jaguar beberapa puluh menit setelah menolong perahu nyaris karam, harus mulai lagi penyelamatan sejumlah pengungsi yang terapung di Laut Tengah. Kapal dagang itu juga mengontak pasukan penjaga pantai untuk minta bantuan.
Foto: OOC Opielok Offshore Carriers
7 foto1 | 7
Pemerintah di Paris menepis semua tudingan bahwa mereka tidak menunjukkan solidaritas. Terkait krisis pengungsi itu, pemerintah Perancis mengambil langkah lebih radikal. Awal bulan ini, aparat keamanan di Paris dan Calais mengobrak-abrik kamp pengungsi ilegal di tengah kota. Lebih 350 pngungsi ilegal asal Afrika ditangkap di Paris dan di sekitar 150 lainnya diusir dari Calais.
Jerman tambah dana bantuan
Situasinya berbeda dengan di Jerman. Pemerintah di Berlin justru akan melipatduakan anggaran bantuan segera bagi para pengungsi dari 500 juta menjadi satu milyar Euro pada tahun 2015 ini juga. Di kalangan anggota Uni Eropa, Jerman menanggung kuota penampungan pengungsi paling tinggi.
Tahun 2014 lalu tercatat lebih 220.000 pengungsi dan migran mengajukan permohonan suaka kepada pemerintah Jerman. Menteri bantuan pembangunan Gerd Müller baru-baru ini memperkirakan hingga akhir tahun 2015 akan diajukan hingga 400.000 permohonan suaka.
Namun masalah pengungsi dan pemohon suaka juga menjadi tema politik dalam negeri peka di Jerman. Terutama negara-negara bagian mengeluhkan beban berat yang harus mereka tanggung. Untuk penanganan pengungsi, negara bagian memperkirakan anggaran 14.000 Euro atau sekitar 210 juta Rupiah per pengungsi per tahunnya. Seperti juga di Italia, kini di Jerman makin gencar dilontarkan tuntutan agar Uni Eropa menetapkan kuota penerimaan yang lebih adil.