Pulau Kos di Yunani adalah cerminan Eropa yang tidak siap hadapi gelombang pengungsi lewat Laut Tengah. Petugas kewalahan dan tidak bisa berbuat banyak bagi pengungsi.
Iklan
Antrian panjang 1.000 orang pengungsi yang berharap bisa ditampung di kapal ferry besar yang dicarter pemerintah Yunani terlihat di pelabuhan Kos. Para pengungsi kebanyakan datang lewat Turki menggunakan perahu karet yang kelebihan penumpang.
Banyak diantaranya sudah tiga minggu terpaksa menginap di udara terbuka, menunggu penampungan darurat dan registrasi oleh pejabat lokal. Tanpa makanan, minuman atau bahkan sarana sanitasi memadai. Apa yang mereka alami di Pulau Kos, tentu saja jauh dari impian semula, mengenai Eropa yang makmur dan sejahtera. Realita bahwa Yunani juga sedang dihempas krisis ekonomi dan Pulau Kos tidak disiapkan sebagai tempat penampungan pengungsi, tidak masuk dalam pikiran mereka.
"Kami bekerjasama dengan petugas lokal untuk mencari lokasi di mana para pengungsi bisa diakomodasi dalam tenda. Susahnya kami harus meyakinkan terlebih dahulu pejabat lokal, untuk mendapat izin lokasi mendirikan tenda," ujar Roberto Mignone, koordinator tindak darurat dari badan pengungsi PBB-UHCR.
Situasi tegang
Ketegangan memuncak saat petugas lokal mengumumkan, siapa yang berhak naik kapal penampungan darurat dan pengungsi mana yang tidak boleh naik. "Hanya pengungsi dari Suriah yang sementara ini diizinkan naik kapal," ujar petugas. Akibatnya terjadi bentrokan dan aksi kekerasan baik diantara para pengungsi dari beragam negara maupun antara pengungsi dengan petugas keamanan lokal.
Mariah, perempuan berusia 25, pengungsi asal Afghanistan yang mendarat di pulau wisata Kos dua minggu lalu, mengatakan takut jika malam datang, karena ia tidak punya tempat penampungan dan terpaksa tidur di langit terbuka di pinggir jalan. "Saya tidak punya uang, dan tidak punya tempat bernaung," ujar Mariah yang masih menunggu registrasi.
Drama Serbuan Pengungsi ke Pulau Wisata Yunani
Gelombang pengungsi picu eskalasi diantara ribuan pengungsi dan aparat keamanan yang kewalahan di pulau wisata Kos Yunani. Agar situasi tidak makin buruk, Yunani siapkan sebuah kapal sebagai kamp penampungan darurat.
Foto: Getty Images/AFP/L. Gouliamaki
Penampungan Darurat
Kapal laut super besar "Eleftherios Venizelos" disiapkan jadi penampungan darurat. Kapal yang dicarter pemerintah di Athena itu bisa menampung hingga 2.500 pengungsi. Juga di atas kapal akan dilakukan registrasi yang diperlukan pengungsi untuk mendapat izin melanjutkan perjalanan ke daratan Yunani.
Foto: picture-alliance/dpa/Odysseus
Pengungsi Perdana
Pengungsi pertama naik kapal Minggu (16/8) dan akan tinggal beberapa hari di atas kapal untuk mengurus dokumen yang diperlukan. Setelah melakukan registrasi dan mendapat surat-surat yang diperlukan, mereka akan dibawa kapal lebih kecil ke daratan Yunani.
Foto: Reuters/A. Konstantinidis
Hanya Untuk Pengungsi Suriah
Para pengungsi sudah menunggu semalaman untuk diizinkan naik kapal. Pejabat Yunani memutuskan, hanya pengungsi asal Suriah yang diizinkan naik ke penampungan darurat itu. Tujuannya untuk mencegah pertikaian antar pengungsi yang berasal dari berbagai negara. Di hari-hari belakangan terjadi bentrokan kekerasan antar pengungsi dan dengan aparat keamanan di pulau Kos.
Foto: Reuters/A. Konstantinidis
Pengungsi dari Kawasan Konflik
Pengungsi datang dari berbagai penjuru dunia, menyerbu pulau Kos untuk bisa masuk ke Eropa. Separuhnya berasal dari Suriah dan dari kawasan krisis lainnya seperti Afghanistan, Irak, Pakistan, Iran, Mali dan Eritrea. Bahkan ada yang berasal dari Amerika Selatan: mereka masuk lewat Turki karena mudah memperoleh visa ke Turki dan dari sana berusaha masuk ke pulau di Yunani dan ke Eropa daratan.
Foto: picture-alliance/dpa/Odysseus
Eropa Tinggal Selemparan Batu
Dari pesisir Turki ke pulau Kos di Yunani (di latar belakang) hanya terpisah selat selebar 4 km. Karena itu banyak pengungsi dari Suriah atau negara lain, mula-mula masuk ke Turki dan dari pesisir ini kebanyakan naik perahu karet untuk masuk ke daratan Eropa lewat pulau Kos.
Foto: Getty Images/AFP/B. Kilic
Mendarat di Eropa
Sekeluarga dari Iran bersama anak balita ini akhirnya bisa mendarat di pulau Kos. Sang ayah menangis bahagia. Tapi ia tidak tahu, petualangannya untuk masuk daratan Eropa belum selesai di sini. Ia juga tidak tahu, drama apa yang akan menghadang di depannya, atau bahkan tragedi dipulangkan kembali ke negara asalnya.
Foto: Reuters/Y. Behrakis
Jadi Tuna Wisma
Setiap harinya menurut catatan petugas penjaga pantai mendarat 600 hingga 800 pengungsi di pulau Kos. Pekan silam saja pulau berpenduduk 30.000 jiwa ini harus menampung kedatangan 7000 pengungsi. Di pulau ini tidak ada kamp penampungan pengungsi. Mereka harus mencari sendiri tempat penampungan. Banyak yang memasang tenda di bawah naungan pohon palem, atau tidur di udara terbuka.
Foto: picture-alliance/dpa/Odysseus
Makin Banyak Pengungsi Sekeluarga
Terutama pengungsi dari Suriah, kini datang bersama keluarga. Anak-anak dan ibu hamil menjadi masalah kemanusiaan yang amat pelik. Mereka perlu privasi dan tempat yang lebih memenuhi syarat untuk bisa beristirahat setelah menempuh perjalanan panjang yang menyengsarakan dari negara asal.
Foto: Getty Images/AFP/L. Gouliamaki
Semua Perlu Stempel
Semua pengungsi di pulau Kos harus melakukan registrasi. Hanya pengungsi yang mendapat dokumen resmi yang diizinkan melanjutkan perjalanan ke daratan Eropa. Tapi petugas di pulau Kos kewalahan dan kekurangan sarana untuk itu. Registrasi berjalan lambat, dan seorang pengungsi perlu menunggu hingga beberapa minggu untuk bisa memperoleh stempel di dokumennya.
Foto: picture-alliance/AA/E. Atalay
Serbuan Tak Berhenti
Gelombang pengungsi ke pulau Kos juga makin gencar. Banyak yang datang menumpang perahu karet yang tak laik laut, kelebihan penumpang dan banyak yang celaka mati karam. Tapi para pengungsi pantang mundur dan tak takut mati. Pasalnya mereka tidak punya apa-apa lagi yang perlu dicemaskan dan tekanan konflik hanya menyisakan dua pilihan: mati konyol atau hidup lebih bermartabat.
Foto: Getty Images/AFP/L. Gouliamaki
10 foto1 | 10
Situasi di pulau wisata Kos, yang berpenduduk 30.000 orang dan bulan Juli lalu saja harus menampung 7.000 pengungsi, adalah cerminan ketidak siapan Eropa menghadapi gelombang pengungsi ini. Pulau-pulau lainnya di Yunani juga berkondisi serupa, tak siap diserbu arus pengungsi.
Krisis pengungsi merebak
Pemerintah Yunani sendiri juga sibuk dengan masalah besar yang menghadang di depan mata. Krisis utang, pengangguran, nyaris bangkrut. Pemerintah di Athena samasekali tak siap dan tidak mengantisipasi gelombang pengungsi, dengan misalnya menyediakan tempat registrasi.
Kini bukan hanya Yunani, tapi juga negara tetangga Macedonia ketiban pulung, harus menerima limpasan pengungsi dari Yunani. Setiap harinya beberapa puluh gerbong kereta bobrok dipenuhi pengungsi diberangkatkan dari Yunani ke Macedonia. Pemerintah di Skopje kini menyatakan angkat tangan tak mampu lagi menangani.
Jerman yang jadi tujuan utama para pengungsi, kini juga sudah kelabakan mencari lokasi tempat penampungan darurat. Sentimen anti pengungsi di beberapa negara bagian bekas Jerman Timur juga makin marak. Ditandai dengan makin kerapnya aksi serangan pembakaran terhadap lokasi dan bangunan yang akan atau sudah dijadikan tempat penampungan darurat.
Krisis pengungsi kini juga sudah jadi debat hangat di parlemen di Berlin, Athena, Paris, London atau juga Brussel. Sementera Uni Eropa masih berkutat pada perdebatan aturan kuota serta tindakan darurat, bukannya mencari solusi yang menyeluruh. Padahal, para pakar keamanan dan migrasi meramalkan, jumlah pengungsi yang berusaha masuk ke Eropa akan terus bertambah, dan mencatat rekor baru. Tahun 2014 silam tercatat 625.000 pengungsi mendarat di Eropa, dan semester pertama tahun 2015 sudah mencatat jumlah yang sama dan arus pengungsi, selama krisis di negara asal tidak terpecahkan, masih tetap datang tak terbendung ke Eropa.