Eropa Kembalikan Artefak Jarahan Era Kolonial ke Afrika
23 Februari 2022
Akhir minggu lalu, Nigeria merayakan kepulangan perunggu Benin yang dijarah selama era kolonial ke Inggris. Belgia, Belanda dan Jerman juga mulai memulangkan barang-barang budaya rampasan era kolonial ke Afrika.
Iklan
Dua perunggu Benin dikembalikan ke rumah leluhur mereka, 125 tahun setelah tentara Inggris menjarahnya dari Afrika Barat. Upacara meriah penuh warna digelar di kota Benin, Nigeria, pada akhir minggu lalu, menandai kembalinya patung-patung perunggu itu, salah satu patung ayam jantan dan yang lainnya kepala raja, ke Istana Oba di Kota Benin, Nigeria.
"Ini bukan hanya seni, melainkan juga barang-barang yang menggarisbawahi pentingnya spiritualitas kita," kata juru bicara Istana Oba, Charles Edosonmwan.
University of Aberdeen dan Jesus College Cambridge menjadi institusi pertama di dunia yang mengembalikan perunggu Benin, yang diserahkan kembali ke Komisi Tinggi Nigeria tahun lalu.
Ketika itu, Profesor Abba Isa Tijani, Direktur Jenderal Komisi Nasional Museum dan Monumen Nigeria, mendesak "museum-museum dan institusi lain di seluruh dunia untuk mengambil peluang ini dan mengikutinya."
Penjajah menjarah barang-barang budaya dalam skala besar
Selama era kolonial, banyak artefak diperoleh secara ilegal dan dibawa ke Eropa. Beberapa peneliti memperkirakan, sekitar 80% hingga 90% warisan budaya Afrika sub-Sahara berada di museum-museum negara Barat.
Musée du Quai Branly-Jacques Chirac di Paris saja menyimpan sekitar 70.000 artefak Afrika, sedangkan British Museum di London memiliki puluhan ribu lainnya.
Inggris, Belgia, Belanda dan Jerman memang telah menyetujui semua permintaan dari negara-negara Afrika untuk mengembalikan harta yang hilang. Tahun lalu, Jerman mengumumkan rencana untuk mengirim kembali ratusan artefak perunggu ke Nigeria.
Sejarah Kebiadaban Kolonial Jerman
Jejak kolonialisme Jerman sudah banyak dilupakan. Namun kebiadaban pemerintahan kolonial lebih dari seabad silam masih menghantui hingga kini. Inilah penggalan sejarah kelam Jerman yang tak tuntas.
Foto: public domain
'Masa depan di Samudera'
Di Bawah kanselir Otto von Bismarck, Jerman menjajah Namibia, Kamerun, Togo dan sebagian wilayah Tanzania dan Kenya. Warisan Bismarck dilanjutkan Kaisar Wilhelm II (gambar) dengan membangun armada laut untuk memperluas wilayah kolonial Jerman. Bismarck sebenarnya bukan "pria kolonial." Agresi Jerman dilakukan cuma buat "melindungi rute perdagangan."
Foto: Hulton Archive/Getty Images
Jajahan Jerman
Jerman lalu membeli sejumlah wilayah jajahan di Pasifik, antara lain wilayah utara Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, Kepulauan Marshall dan Solomon serta Qingdao di Cina. Sebuah konfrensi negara kolonial Eropa di Brussels tahun 1890 juga menelurkan hak buat Jerman untuk menduduki kerajaan Rwanda dan Burundi. Hingga akhir abad ke-19, perluasan wilayah kolonial Jerman resmi berakhir.
Foto: picture-alliance / akg-images
Manusa Kelas Dua
Populasi "kulit putih" di wilayah jajahan Jerman tidak lain adalah sekelompok kecil warga Eropa yang menikmati berbagai hak dan imunitas. Tahun 1914 sebanyak 25 ribu warga Jerman hidup di wilayah kolonial, hampir separuhnya menetap di Namibia. Sementara 13 juta penduduk lokal dianggap sebagai manusia kelas dua tanpa hak sipil.
Foto: picture-alliance/dpa/arkivi
Genosida Pertama Abad ke-20
Pembantaian terhadap etnis Herero dan Nama di Namibia adalah kejahatan terbesar Jerman di era kolonialisme. Pada pertempuran Waterberg, 1904, pasukan Jerman memblokir akses terhadap air buat pemberontak Herero yang melarikan diri ke gurun Namib. Akibatnya 60.000 orang mati kehausan.
Foto: public domain
Kejahatan yang Terlupakan
Cuma sekitar 16.000 anggota etnis Herero yang hidup setelah pemberontakan gagal. Mereka ditahan di kamp konsentrasi. Hasilnya sebagian meninggal dunia. Hingga kini jumlah pasti korban masih diliputi misteri. Berbeda dengan kejahatan NAZI di Perang Dunia II, Jerman belum pernah membayar ganti rugi atas pelanggaran HAM di era kolonialisme.
Foto: public domain
Alergi Masa Lalu
Antara 1905 dan 1907 berbagai kelompok etnis di wilayah yang kini bernama Burundi, Tanzania dan Rwanda bersatu untuk melawan Jerman setelah penduduk dipaksa menanam kapas untuk diekspor. Sekitar 100.000 pasukan pemberontak tewas dalam perang Maji-Maji. Hingga kini sejarah kelam tersebut jarang dibahas di Jerman. Sebaliknya pemberontakan itu adalah bagian penting dalam sejarah Tanzania.
Foto: Downluke
Reformasi Dernburg
Setelah berbagai perang pemberontakan, Jerman akhirnya merestrukturisasi pemerintahan kolonial untuk memperbaiki situasi penduduk di wilayah jajahan. Bernhard Dernburg (gambar) yang seorang pengusaha itu diangkat sebagai Menteri Kolonial dan menggulirkan reformasi untuk memperbaiki kebijakan Jerman di wilayah jajahannya. Dernburg terutama membidik manfaat ekonomi dari kolonialisme.
Foto: picture alliance/akg-images
Akhir Kolonialisme
Takluk di Perang Dunia I, Jerman lalu menandatangani perjanjian damai di Versailles tahun 1919. Dalam proses negosiasi Berlin harus menarik diri dari semua wilayah jajahannya. Akibatnya kas negara yang hampir kosong akibat perang semakin menciut. Jerman pun memasuki dekade penuh ketidakpastian ekonomi.
Foto: ullstein bild - histopics
Perundingan Alot
Negosiasi seputar pembantaian etnis Herero dan Nama kini memasuki fase tersulir. Jerman masih enggan memberikan uang ganti rugi. Perwakilan Herero akhirnya mengajukan keberatan resmi kepada PBB setelah tidak dilibatkan dalam proses perundingan.
Foto: Dagmar Wöhrl
9 foto1 | 9
Pameran harta jarahan yang dikembalikan Prancis
Pada upacara resmi hari Sabtu lalu (19/2), Presiden Benin, Patrice Talon, membuka pameran karya seni bersejarah yang dikembalikan oleh Prancis tahun lalu. Ada 26 artefak yang dicuri pada tahun 1892 oleh pasukan kolonial Prancis dari bekas kerajaan Dahomey, di selatan Benin.
''Pameran berjudul‚ 'Seni Benin Kemarin dan Hari Ini' telah mengembalikan kepada warga Benin bagian dari jiwa mereka, bagian dari sejarah dan martabat mereka," kata Menteri Kebudayaan Benin Jean-Michel Abimbola kepada kantor berita AFP.
Abimbola mengatakan diskusi saat ini sedang berlangsung untuk mengembalikan benda-benda lain, termasuk patung dewa Gou, yang masih berada di museum Louvre di Paris.