1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Eropa Lalui Musim Dingin "Terhangat" Sepanjang Sejarah

Elliot Douglas
5 Maret 2020

Suhu rata-rata musim dingin tahun ini dilaporkan 3 derajat Celcius lebih hangat daripada rata-rata suhu musim dingin antara tahun 1980 - 2010. Untuk pertama kalinya Jerman tak bisa memanen "anggur dingin" yang lezat.

Jerman Hutan
Foto: picture-alliance/dpa/C. Schmidt

Untuk pertama kalinya, tidak ada kebun anggur Jerman yang bisa menghasilkan "anggur es" yang lezat.

Eropa sejauh ini baru saja melalui musim dingin terhangat sepanjang sejarah. Hal ini diungkapkan oleh lembaga pengamat iklim Uni Eropa Copernicus, Rabu (04/03).

Copernicus melaporkan suhu rata-rata di Eropa antara bulan Desember 2019 dan Februari 2020 tercatat 3,4 derajat Celcius lebih hangat daripada suhu rata-rata antara tahun 1981 dan 2010.

Suhu rata-rata ini juga dilaporkan 1,4 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan musim dingin paling hangat yang terjadi pada tahun 2015-2016 lalu.

Suhu di wilayah utara dan timur Eropa tergolong tinggi. Meskipun sempat dilanda badai ekstrem salah satunya Badai Ciara, Jerman termasuk di antara negara-negara Eropa yang mengalami musim dingin yang "hangat."

Ada kekhawatiran terkait kondisi pertanian di seluruh Eropa. Ini adalah musim dingin pertama di mana Jerman tidak bisa menghasilkan "anggur musim dingin," anggur yang dipanen ketika dalam kondisi beku.

Suhu meningkat di seluruh dunia

"Meningkatnya suhu yang jauh di atas rata-rata tidak hanya sebatas di Eropa, tetapi meluas hampir di seluruh Rusia," begitu bunyi laporan Copernicus.

"Wilayah lain yang jauh lebih hangat di atas suhu rata-rata adalah bagian baratlaut Afrika, Iran, Afghanistan dan Asia Tengah, dan sebagian besar Cina, dan beberapa wailayah yang lebih kecil seperti di Amerika Utara dan Selatan, Afrika tengah dan selatan, dan Australia barat," jelas laporan itu.

Pemanasan global bukan satu-satunya penyebab. Direktur Copernicus Carlo Buontempo menjelaskan bahwa suhu musim dingin sangat bervariasi dari tahun ke tahun.

"Tetapi ada kemungkinan bahwa peristiwa semacam ini terjadi lebih ekstrem dikarenakan tren pemanasan global," katanya.

Lembagai peneliti iklim Uni eropa ini menggunakan informasi dari satelit, kapal, pesawat, dan stasiun cuaca sebagai acuan laporan mereka.

rap/pkp