1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Eropa Lamban Hadapi Resesi Global

5 Mei 2009

Bank Sentral Eropa dinilai bereaksi amat lambat menghadapi krisis global. Sementara Asia mengambil langkah sendiri untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda dunia.


Resesi global tetap menjadi tema sorotan sejumlah harian internasional dalam tajuknya.

Harian konsevatif Inggris The Times yang terbit di London dalam tajuknya berkomentar :

Bank Sentral Eropa mula-mula bereaksi cepat menghadapi krisis perkreditan. Setelah itu, dalam pelonggaran politik uang, Bank Sentral Eropa bertindak amat lamban dan kaku. Tidak adanya tindakan yang lugas, mengancam hilangnya sumber nafkah jutaan orang di Eropa. Bank Sentral Eropa juga mematok suku bunga acuan pada tingkat 1,25 persen. Berbeda dengan langkah yang diambil Bank Sentral Amerika dan Bank Sentral Inggris yang menurunkan tingkat suku bunga hingga minimal, dan menambah jumlah uang yang beredar dengan membeli kembali surat utang negara. Sebaliknya Bank Sentral Eropa hendak meminjamkan uang kepada sektor perbankan dengan tingkat suku bunga acuan yang mereka tetapkan. Upaya ini terbukti tidak berfungsi.

Sementara harian liberal kiri Hungaria Nepzabadsag yang terbit di Budapest mengomentari yayasan dana darurat Asia bernilai milyaran Dolar untuk mengatasi dampak krisis global.

Penyandang dana utamanya tentu saja Jepang, Cina dan Korea Selatan. Karena Jepang masih mampu membayarnya walaupun dilanda krisis. Cina juga memiliki kemampuan memberikan stimulasi senilai 500 milyar Dolar bagi pasaran domestiknya. Dan Korea Selatan mengkhawatirkan nasib para pemasok industrinya. Sasarannya adalah, mengalihkan surplus komoditi yang semula untuk sektor ekspor yang tidak dapat diserap lagi oleh Barat, agar dapat dikonsumsi oleh semua pihak yang memproduksinya. Dengan kata lain, likuiditas yang diakumulasikan oleh Bank Pembangunan Asia, akan ditarik untuk kepentingan kapasitas produksi bagi stimulasi pasaran domestik. Hal itu dapat ditonjolkan sebagai kontribusi terpenting Asia untuk meredam krisis ekonomi global.

Tema lainnya yang disoroti oleh harian Eropa dalam tajuknya adalah manuver pabrik otomotif Italia FIAT yang hendak mengakuisisi pabrik mobil Jerman-Opel, yang terseret oleh krisis di induk perusahaannya General Motors di AS yang saat ini nyaris bangkrut.

Harian konservatif Austria Die Presse yang terbit di Wina dalam tajuknya menulis komentar bernada ironi :

FIAT adalah satu-satunya mitra yang masuk akal bagi Opel. Ketika direktur utama Fiat, Marchionne mengajukan diri sebagai penolong Opel dari cengkraman induk perusahaannya General Motors yang saat ini terancam bangkrut, kedengarannya ini gagasan sinting. Karena FIAT masih dililit utang besar. Kedua pabrik mobil itu sama-sama memiliki kelebihan kapasitas produksi, dan menyasar pasar yang sama. Sebuah fusi besar dengan General Motors Eropa dan Chrysler di AS, bagi FIAT adalah pelarian dari krisis ke sebuah masa depan yang penuh ketidak pastian. Tapi jika diperhatikan lebih cermat, Opel memang nyaris tidak memiliki alternatif. Opel memerlukan investor industrialis, yang mampu membuat mobil dan membantunya melewati volume kritis. Hal itu tidak dapat dilakukan oleh pemilik modal Magna maupun oleh para sheikh yang kaya raya dari Arab. Jerman sudah melakukan yang terbaik, untuk membesi tuakan semua praduga lama dan kebanggaannya yang terluka. Dalam situasi krisis bahkan terdapat bonus untuk membesi tuakan mobil-mobil lama.



AS/dpa

Ed:Asril Ridwan