Eropa mulai meningkatkan kekuatan militernya karena semakin berkurangnya dukungan keamanan dari Amerika Serikat. Lalu, apa sebenarnya yang dimaksud dengan "ekonomi perang," dan bagaimana Eropa bisa mencapainya?
Ekonomi perang ditandai dengan intervensi pemerintah dalam pasar yang bertujuan untuk mengarahkan dan mengalokasikan sumber daya ke sektor militerFoto: Dwi Anoraganingrum/Panama Pictures/picture alliance
Iklan
Apa itu "ekonomi perang"? Tidak ada definisi resmi untuk "ekonomi perang", tetapi ada banyak ciri yang mencerminkan konsep ini.
Ekonomi perang berarti suatu negara mengerahkan sumber daya, kemampuan manufaktur, dan tenaga kerjanya untuk mendukung persiapan serta produksi militer, baik menjelang maupun selama masa perang.
Perubahan ekonomi yang paling mencolok adalah pergeseran produksi industri dari barang konsumsi ke senjata, amunisi, dan perlengkapan militer lainnya.
Selain perangkat keras militer tradisional, senjata modern membutuhkan investasi dalam teknologi dan layanan digital seperti perangkat lunak, analitik data, sistem satelit, serta internet yang andal, kata Penny Naas, pakar kebijakan publik di German Marshall Fund di Washington.
Untuk mengelola semua ini, pemerintah meningkatkan kontrol atas industri penting dan alokasi sumber daya. Langkah ini memungkinkan pemerintah memprioritaskan serta mengarahkan bahan mentah ke industri yang terkait dengan perang. Sumber daya lain seperti bahan bakar atau makanan mungkin juga akan dijatah demi kepentingan militer.
Militer Jerman Bundeswehr Dalam Misi NATO
Sejak Jerman Barat bergabung dengan NATO, militer Jerman Bundeswehr telah dilibatkan dalam berbagai misi dan operasi NATO. Sejak tahun 1990, Bundeswehr juga dikerahkan untuk misi "out of area".
Foto: picture-alliance/dpa/M. Hanschke
Peran militer Jerman di NATO
Republik Federal Jerman Barat resmi bergabung dengan aliansi trans-Atlantik NATO pada tahun 1955. Namun baru setelah penyatuan kembali tahun 1990, militer Jerman dikerahkan dalam misi "out of area" NATO. Sejak itu, Bundeswehr telah ditempatkan di beberapa kawasan di seluruh dunia.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Hanschke
Bosnia-Herzegovina, misi NATO pertama Bundeswehr
Tahun 1995, pertama kali Bundeswehr terlibat dalam misi "out of area" NATO sebagai bagian dari misi penjaga perdamaian di Bosnia-Herzegovina. Selama penempatan tersebut, tentara Jerman bergabung dengan anggota pasukan NATO lainnya untuk menjaga keamanan setelah terjadinya Perang Bosnia. Misi ini mencakup lebih dari 60.000 tentara dari negara anggota dan mitra NATO.
Foto: picture alliance/AP Photo/H. Delic
Menjaga perdamaian Kosovo
Sejak dimulainya misi perdamaian yang dipimpin NATO di Kosovo, sekitar 8.500 tentara Jerman telah ditempatkan di negara itu. Tahun 1999, NATO melancarkan serangan udara terhadap pasukan Serbia yang dituduh melakukan tindakan brutal terhadap separatis etnik Albania dan penduduk sipil. Sekitar 550 tentara Bundeswehr sampai sekarang masih ditempatkan di Kosovo.
Foto: picture-alliance/dpa/V.Xhemaj
Patroli di Laut Aegean
2016, Jerman mengerahkan kapal perang "Bonn" untuk memimpin misi NATO di Laut Aegean. Tugasnya termasuk melakukan "pengintaian, pemantauan dan pengawasan penyeberangan ilegal" di perairan teritorial Yunani dan Turki itu pada puncak krisis pengungsi di Uni Eropa.
Foto: picture alliance/AP Photo/M.Schreiber
Lebih satu dekade di Afghanistan
2003 parlemen Jerman menyetujui pengiriman pasukan Bundeswehr ke Afghanistan dalam misi PBB International Security Assistance Force (ISAF). Jerman saat itu menjadi kontributor ketiga terbesar dan ditunjuk sebagai Komando Markas Regional Utara. Lebih 50 tentara Jerman tewas selama misi ini. Sekarang masih ada hampir 1.000 tentara Jerman yang ditempatkan di Afghanistan sebagai kekuatan pendukung.
Foto: picture alliance/AP Photo/A.Niedringhaus
Panser Jerman untuk Lithuania
Sejak 2017, 450 tentara Bundeswehr telah dikirim ke Lithuania sebagai bagian dari bantuan penjagaan keamanan perbatasan setelah Rusia menduduki Krimea. Selain Jerman, pasukan Kanada, Inggris dan AS juga bergabung dalam satuan pertahanan kolektif NATO di sayap timur.
Foto: picture alliance/dpa/M. Kul
Mengambil alih tongkat komando VJTF
Bundeswehr akan memimpin pasukan gerak cepat baru NATO mulai tahun 2019 yang dinamakan Very High Readiness Joint Task Force (VJTF). Kebijakan baru NATO ini adalah reaksi langsung atas agresi Rusia di Krimea.
Foto: S. Gallup/Getty Images
7 foto1 | 7
Siapa yang diuntungkan dari ekonomi perang?
"Dalam ekonomi perang yang sesungguhnya, seluruh elemen masyarakat diarahkan untuk mempertahankan negara," kata Naas.
Reorientasi ini membutuhkan biaya besar dan biasanya menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah secara drastis. Hal ini dapat menyebabkan peningkatan utang, inflasi, kenaikan pajak, dan pengurangan belanja kesejahteraan.
Armin Steinbach, peneliti di Bruegel (lembaga think tank berbasis di Brussel) dan profesor di HEC Paris, berpendapat bahwa perusahaan yang bergerak di bidang produksi militer, teknologi digital, intelijen, farmasi, dan teknologi medis adalah pihak yang paling diuntungkan.
"Berpindah ke ekonomi perang dapat menjadi katalis bagi kemajuan ilmiah dan teknologi," kata Steinbach kepada DW. "Sistem komunikasi baru, mesin jet, radar, serta intelijen berkembang, dan teknologi ini juga memengaruhi industri lain."
Transisi ke ekonomi perang
Peralihan dari ekonomi sipil ke ekonomi perang bisa terjadi secara lambat atau cepat tergantung pada situasi.
Selama Perang Dunia II, Jerman memiliki keuntungan karena telah merencanakan serangan lebih awal, sehingga mereka bisa memulai persiapan lebih cepat. Sementara itu, AS, Inggris, dan sekutunya memiliki peringatan lebih singkat dan harus merespons dengan cepat.
Beralih ke ekonomi perang dapat berdampak besar pada produksi barang konsumsi dan kehidupan sehari-hari bagi rumah tangga biasaFoto: Philipp Schulze/dpa/picture alliance
Saat ini, Rusia dan Ukraina berada dalam situasi yang mirip.
Rusia secara signifikan meningkatkan pengeluaran militernya, mempercepat produksi perlengkapan perang, dan menerapkan kontrol modal untuk menghambat arus keluar uang dari negara itu. Inflasi meningkat, dan pemerintah meningkatkan pengeluaran publik guna menjaga stabilitas ekonomi sipil.
Ukraina yang lebih miskin berada dalam situasi yang jauh lebih genting. Karena Ukraina adalah pihak yang diserang, negara ini harus menginvestasikan sumber daya yang jauh lebih besar untuk bertahan hidup. Saat ini, Ukraina mengalokasikan 58% dari anggarannya untuk pengeluaran militer, menurut Steinbach.
Seperti Rusia, Ukraina juga memobilisasi tenaga kerja untuk mendukung upaya perang, yang mengakibatkan banyak pekerja berpengalaman keluar dari sektor tenaga kerja tradisional. Atas permintaan pemerintah, banyak pabrik telah diubah untuk memproduksi senjata dan amunisi.
Negara Pemborong Senjata Terbesar di Dunia
India dan Arab Saudi meroket dengan pembelian alutsista terbesar sejagad. Adapun Vietnam memborong kapal perang dari Rusia buat menghadapi Cina di Laut Cina Selatan. Inilah negara yang paling banyak belanja alutsista.
Foto: AFP/Getty Images
#1. India
Kendati upaya PM Narendra Moodi membatasi impor alutsista asing dan memperkuat produksi nasional, pembelian sistem persenjataan dari luar negeri justru mengganda dalam lima tahun terakhir. Rusia (70%) adalah penyuplai terbesar alutsista India, diikuti oleh Amerika Serikat (14%) dan Israel (4,5%). Selain jet tempur, India banyak membeli kapal perang dan kapal selam dari negeri beruang merah itu
Foto: Getty Images
#2. Arab Saudi
Laporan Sipri mencatat belanja persenjataan oleh Arab Saudi meningkat sebanyak 275% dalam lima tahun terakhir. Konflik di Suriah dan Yaman diyakini menjadi penyebab utama. Negeri para emir itu terutama getol membeli kendaraan lapis baja, helikopter dan jet tempur serta senapan serbu. Amerika Serikat adalah pemasok terbesar dengan 46%, diikuti Inggris (30%) dan Spanyol (5,9%).
Foto: AFP/Getty Images
#3. Cina
Sejak beberapa tahun terakhir Cina banyak memperkuat industri senjata dalam negeri untuk melepaskan ketergantungan dari sistem alutsista asing. Sebab itu pula neraca impor negeri tirai bambu itu berkurang 25% dalam lima tahun terakhir. Cina banyak membeli senjata dari Rusia (59%) dan Perancis (15%). Terakhir Beijing menyepakati pembelian enam sistem peluru kendali S-400 dari Rusia.
Foto: picture-alliance/AP Images/Color China Photo/Z. Lei
#4. Uni Emirat Arab
Bara di Timur Tengah dan konflik dengan Iran mendorong Uni Emirat Arab memperkuat diri. Sejak 2011 negeri kecil di tepi Teluk Persia itu meningkatkan pembelian senjata sebanyak 35%. Amerika Serikat adalah pemasok terbesar (65%), diikuti Perancis (8,4%) dan Italia (5,9%). Terakhir UEA menegosiasikan pembelian 60 jet tempur Rafale dari Perancis.
Foto: picture alliance/dpa/Ecpad Handout
#5. Australia
Militer Australia banyak mendapat dukungan pemerintah dengan angka pembelian senjata yang meningkat 65% dalam lima tahun terakhir. Proyek tebesar negeri Kangguru itu adalah pembelian 72 jet tempur siluman F-35 dari AS seharga 12,4 miliar Dollar AS. Celakanya pengembangan F-35 saat ini banyak menemui kendala. Analis militer menyebut jet tersebut kalah canggih dibanding Sukhoi Su-35 buatan Rusia
Foto: U.S. Navy photo/courtesy Lockheed Martin/Getty Images
#6. Turki
Turki berambisi besar mengakhiri ketergantungan dari sistem alutsista asing. Sebab itu negeri dua benua itu lebih banyak membeli senjata lewat skema kerjasama alih teknologi. Serupa Australia yang merupakan anggota NATO, Turki juga terlibat dalam pembelian jet tempur siluman F-35 dari AS. Namun target terbesar Ankara adalah mengembangkan tank tempur buatan sendiri lewat kerjasama dengan NATO.
Foto: picture-alliance/AA/Ozge Elif Kizil
#7. Pakistan
Pakistan belakangan menjadi pembeli terbesar sistem persenjataan Cina. Bersama negeri tirai bambu itu, Pakistan banyak merangkai program kerjasama pengembangan sistem alutsista. Terakhir, Islamabad membeli delapan kapal selam bermesin diesel Tipe 41 Yuan. Namun demikian, sebagian besar sistem artileri dan armada udara Pakistan tetap mengandalkan produk Amerika Serikat.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Xinhua/P. Thapa
#8. Vietnam
Menyusul konflik di Laut Cina Selatan, Vietnam menggelontorkan dana miliaran Dollar AS untuk memperkuat daya tempurnya. Cuma dalam waktu lima tahun, negeri komunis itu loncat dari peringkat 43 ke peringkat 8 dalam daftar negara pengimpor senjata terbesar. Rusia menjadi pemasok terbesar dengan menjual 8 jet tempur, 74 kapal tempur kecil, 6 kapal selam dengan rudal laut ke darat dan 6 kapal fregat
Foto: picture-alliance/Russian Look
8 foto1 | 8
Negara lain yang menerapkan ekonomi perang
Beberapa negara lain hampir berada dalam mode ekonomi perang karena konflik militer yang sedang berlangsung, termasuk Myanmar, Sudan, dan Yaman.
Konflik berkelanjutan di Israel dan wilayah Palestina yang diduduki, serta Suriah, Ethiopia, dan Eritrea juga telah menyebabkan gangguan ekonomi karena pemerintah lebih fokus pada upaya militer.
Israel telah meningkatkan pengeluaran pertahanannya dan mempercepat produksi perlengkapan militer. Banyak pekerja direkrut untuk bertempur, yang mengurangi jumlah tenaga kerja di sektor sipil. Untuk membiayai ini, pemerintah telah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN), tarif utilitas, dan pajak properti.
Iklan
Uni Eropa siap memperkuat pertahanannya
Uni Eropa baru-baru ini didorong untuk bertindak setelah berkurangnya dukungan AS terhadap Ukraina, NATO, dan Eropa secara keseluruhan. Perubahan sikap ini setelah beberapa dekade dukungan AS, ditambah dengan hubungan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden Rusia Vladimir Putin, menjadi kekhawatiran besar bagi jaminan keamanan transatlantik.
Negara-negara anggota NATO, 23 di antaranya merupakan bagian dari Uni Eropa, sebelumnya sudah kesulitan untuk memenuhi target pengeluaran pertahanan sebesar 2% dari PDB. Kini, bahkan angka itu dianggap belum cukup.
Ayo berlangganan newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!
Rencana Jerman tingkatkan investasi militer
Jerman mengambil langkah besar dengan menyetujui aturan anggaran baru pada 21 Maret. Ke depan, pemerintah akan lebih leluasa dalam meningkatkan belanja pertahanan karena sebagian besar pengeluaran terkait militer tidak lagi dibatasi oleh aturan defisit fiskal.
Langkah ini begitu signifikan sehingga dapat mengubah kebijakan keamanan di seluruh benua dan akan membutuhkan penyesuaian dalam konstitusi negara tersebut.
Bagi Jerman dan Eropa secara keseluruhan, memprioritaskan sumber daya keuangan adalah langkah awal yang penting.
Penny Naas percaya bahwa akses energi yang lebih baik serta koordinasi yang lebih erat untuk mengatasi kesenjangan kemampuan antarnegara juga diperlukan di tingkat Eropa. Pengadaan bersama dan penelitian serta pengembangan yang terintegrasi dapat mengurangi biaya.
"Di tingkat politik, ada banyak pembicaraan tentang peningkatan kemampuan militer Eropa, tetapi ini masih dalam tahap awal," kata Naas. "Eropa memiliki posisi awal yang kuat dengan sumber daya keuangan dan kemampuan manufaktur yang baik."