Eropa terlihat gagap tanggapi serangan teror siber "kalifah siber" yang melumpuhkan stasiun televisi global Perancis TV5 Monde. Petugas di Perancis panik dan di Jerman kelabakan mengantisipasi serangan serupa.
Iklan
Petugas anti teror di Paris menyatakan masih menyidik pelaku serangan yang mengaku sebagai pendukung Islamic State itu. Menteri dalam negeri Perancis Bernard Cazeuneve dalam konferensi pers di Paris hanya bisa menyatakan: berbagai elemen diduga terlibat dalam serangan peretasan. "Ini serangan teror", ujar dia.
Memang sulit melacak, apakah benar para peretas yang menamakan dirinya "kalifah siber" itu adalah "jihadis" Islamic State. Tapi yang jelas, perang asimetris yang melumpuhkan 11 kanal siaran TV global Perancis dan memadamkan seluruh aliran listrik ke stasiun TV itu selama 64 menit, merupakan ancama serius bagi keamanan siber di Eropa.
Serangan peretas ke TV5 dilaporkan masih terus berlanjut hingga sehari sesudahnya. Baru Kamis (9/4) petang situs web stasiun televis Perancis itu kembali bisa diakeses sepenuhnya walaupun di sana-sini masing alami gangguan. Fakta ini menunjukkan, bahwa para peretas yang mengaku "kalifat siber" tidak berhenti melancarkan operasinya.
Kapasitas terlalu kecil
Jerman yang seperti juga Perancis tergolong maju teknologinya, menanggapi serangan itu menyatakan, tidak tertutup adanya serangan peretas serupa terhadap stasiun televisi Jerman. "Terdapat banyak celah akses serangan peretas, karena stasiun televisi makin banyak bekerja berbasis internet dan teknik mobile", ujar jurubicara jawatan Jerman untuk keamanan teknik informatika, Matthias Gärtner.
Ketua komisi pertahanan di parlemen Jerman, Hans-Peter Bartels bahkan lebih jauh lagi mengungkapkan kelemahan pertahanan siber di Jerman. Angkatan bersenjata Jerman yang seharusnya juga mumpuni menanggulangi serangan teror siber dan menyerang balik, ternyata kapasitasnya masih kecil.
"Perlindungan infrastruktur teknik informatika dari serangan peretasa memang di garis depan bukan tugas utama militer. Ada lembaga sipil jawatan Jerman untuk keamanan teknik informatika yang bermarkas di Bonn sebagai koordinator penangkal serangan siber", ujar pakar keamanan siber perleman Jerman itu. Tapi Bartels juga menekankan, secara keseluruhan serangan teror siber di Perancis menunjukkan ancaman bahaya serupa bagi peradaban elektronik secara umum.
Jurubicara computer chaos club yang merupakan himpunan hacker Jerman, Falk Garbsch juga memandang dimensi lain dari serangan ke TV5 Perancis itu. "Mula-mula stasiun TV yang diretas. Besok atau lusa peretas bisa menyerang dan melumpuhkan jaringan listrik serta suplai air minum sebuah kota atau negara", ujar pakar siber Jerman itu.
Senada dengan itu jurubicara DWChristoph Jumpelt menegaskan, walau seluruh sistem di DW sudah dilindungi dan teknik berada pada tatanan paling baru, tidak ada jaminan 100 persen aman dari serangan peretas. "Selalu ada risiko, sekecil apapun, untuk diserang dan dilumpuhkan", kata jurubicara DW itu.
as/rzn(ap,afp,dpa,epd)
Potret Islamis di Jerman
Mereka muda, fanatis dan mencari jalur pintas menuju surga. Otoritas keamanan memeperkirakan terdapat 500 Islamis di Jerman yang siap mengangkat senjata atau mengorbankan diri.
Foto: twitter.com
Komunitas Garis Keras
Ratusan warga Muslim di Jerman tercatat atau dicurigai sebagai militan. Sebagian adalah Muallaf. Sementara sisanya kaum muda berlatarbelakang imigran yang sedang mencari arah hidup, kewalahan menghadapi integrasi dan akhirnya mendarat di komunitas Islam garis keras, kata Hans Georg Maasen, Direktur Dinas Intelijen Dalam Negeri Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa
Serangan 9/11
Serangan teror pada 11 September 2001 terhadap menara kembar New York direncanakan di Hamburg. Tiga dari empat pelaku serangan 9/11 dan enam kolaborator adalah warga Jerman. Termasuk di antaranya Mohammed Atta dan Moui Mounir el-Motassadeq yang dihukum 15 tahun penjara.
Foto: picture-alliance/dpa/lno
Bom Koper di Köln
Pada 31 Juli 2006, dua mahasiswa Libanon, Jihad Hamad dan Yussuf El Hadjib, berencana meledakan dua bom koper di dua kereta berpenumpang penuh yang berangkat dari stasiun di Köln. Beruntung kedua bom mengalami malfungsi. Hamad kini menjalani 12 tahun penjara di Beirut. Sementara El Hajdib dikurung seumur hidup di Jerman.
Foto: AP
Sel Teror Sauerland
Pada malam tanggal 4 September 2007, satuan anti teror GSG 9 menyerbu sebuah rumah di Sauerland, negara bagian Nord Rhein Westfallen. Mereka menangkap tiga orang, Adem Yilmaz (ki.), Daniel Schneider (tengah) dan Fritz Gelowicz (ka,). Kelompok teroris ini merencanakan serangan bom terhadap aset militer Jerman dan AS. Ketiganya divonis 12 tahun penjara.
Isteri pemimpin sel teror Sauerland, Fliz Gelowicz, juga didakwa di pengadilan. Duduk di belakang kaca pengaman di sebuah pengadilan di Berlin, perempuan berusia 29 tahun itu mengakui dirinya terlibat mencari dana buat mendukung aktivitas jihad suaminya. Ia divonis bersalah turut membantu tindakan terorisme dan dikurung selama dua setengah tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/T. Schwarz
Tumpah Darah di Bandar Udara Frankfurt
Pada 2 Maret 2011, Arid Uka, melancarkan pertumpahan darah di Banda Udara Frankfurt. Ia menembak mati dua serdadu AS dan mencederai dua lainnya. Hingga kini serangan Uka adalah satu-satunya serangan teror di Jerman yang menelan korban jiwa. Uka dilahirkan sebagai Muslim di Kosovo dan tumbuh besar di Jerman. Keluarganya tidak tergolong fanatik.
Foto: picture alliance / dpa
Al Qaeda di Düsseldorf
Al Qaeda di jantung Eropa. Halil S. (tengah) tampil di pengadilan federal Karlsruhe pada Desember 2011 silam. Ia dituduh menjadi anggota sel teror Al-Qaida di Düsseldorf. Salah seorang anggotanya tercatat pernah menjadi pasukan penjaga Osama bin Laden. Jaringan teror itu merencanakan aksi teror besar di Jerman. Ke-empat anggota sel Düsseldorf kini mendekam seumur hidup di penjara.
Foto: dapd
Jejak Salafisme
Jumlah pemeluk Salafisme di Jerman berkembang pesat. Beberapa memperkirakan komunitas ini kini beranggotakan 7000 orang. Sejak Oktober 2011 mereka membagi-bagikan 25 juta eksemplar terjemahan literal Al-Quran dalam Bahasa Jerman secara gratis. Sekitar 500 anggota Salafisme Jerman pernah berpelesir ke daerah perang Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/dpa/Britta Pedersen
Serangan di Bonn
Bonn sejatinya menjadi demonstrasi kekuatan kelompok radikal. Pada Desember 2012 silam sebuah bom bersarungkan tas olahraga diletakkan di stasiun kereta utama. Cuma Malfungsi pada rakitan bom saja yang menggagalkan serangan teror dan menyelamatkan puluhan nyawa penumpang. Marco G. yang besar di Oldenburg dan memeluk agama Islam berada di balik serangan tersebut.
Foto: picture-alliance/dpa
Polisi Syariah
Awal September 2014 lalu, Jerman dikejutkan dengan keberadaan "polisi Syariah" yang berpatroli di kota Wuppertal. Mengenakan rompi oranye, para lelaki ini menghentikan pemuda Muslim dan mengingatkan mereka agar selalu beribadah dan tidak meminum alkohol atau mendengarkan musik. Aiman Mazyek, Direktur Dewan Pusat Muslim Jerman, menyebut aksi kelompok tersebut "penyalahgunaan agama."
Foto: picture-alliance/dpa/O. Berg
Veteran Perang Suriah
Pada Juli 2013 silam Kreshnik B. pergi ke Suriah untuk bergabung dengan kelompok teror Islamic State. Ketika kembali ke Jerman, ia ditangkap di Frankfurt dan didakwa terlibat dalam terorisme dan pembunuhan. Jika mengaku bersalah, ia minimal akan mendekam di balik jeruji selama empat tahun.
Foto: picture-alliance/dpa/Boris Roessler
Dari Rapper menjadi Jihadis
Denis Cuspert, berayahkan seorang Jerman dan ibu berdarah Ghana, dilahirkan 1975 silam. Penyanyi rap yang terkenal dengan nama Deso Dog itu memutuskan berjihad bersam Islamic State di Suriah sejak 2012. Belakangan sosoknya diidentifikasi dalam video pemenggalan kepala sandera yang disebarkan oleh IS.