181010 Menschenhandel EU Opferschutz
20 Oktober 2010Pada Hari Anti Perdagangan Manusia yang berlaku di seluruh Eropa, Komisi Eropa menuntut perbaikan program perlindungan korban. Hanya segelintir dari ratusan ribu orang yang diselundupkan ke Uni Eropa mendapatkan bantuan yang dibutuhkannya, begitu dikeluhkan Komisaris Urusan Dalam Negeri Uni Eropa Malmström. Dikatakannya, tanpa membedakan apakah tenaga korban diperas sebagai pekerja paksa, atau dieksploitasi secara seksual, praktek perdagangan manusia sama dengan perbudakan.
Juni lalu, situasi kelam juga digambarkan Anna Hedh, anggota parlemen Eropa dan pelapor khusus tema perdagangan manusia. Saat itu ia menyebutkan, setiap tahun ada 300 ribu kasus perdagangan manusia yang dilaporkan. Diduga, angka sebenarnya jauh lebih tinggi. Tuturnya, "Pada tahun 2010 ini di Eropa, ada manusia yang masih diperlakukan sebagai budak, meskipun perbudakan sudah dilarang selama 250 tahun. Orang-orang ini dipaksa melacur, mengemis dan diperas tenaganya, mereka diperbudak. Perdagangan manusia adalah kejahatan yang paling kejam di dunia, dan sayangnya sekarang kembali merebak. Kejahatan ini adalah pelanggaran HAM dan kami di Uni Eropa akan melakukan segalanya agar hak azasi manusia dihormati.“
Hasil usaha setiap negara dalam melawan perdagangan manusia ini berbeda-beda. Yang menentukan adalah dukungan dan koordinasi badan kepolisian Eropa, yakni Europol. Steve Harvey, pakar urusan perdagangan manusia di Europol mempertanyakan minimnya upaya penanganan. Keluhnya, "Pengintaian, pengawasan arus komunikasi misalnya, penyadapan telepon, penyusupan organisasi yang diinvestigasi, membayar informan, semua praktek ini termasuk metoda penyelidikan khusus yang digunakan untuk membongkar kegiatan kriminal profesional lainnya, tapi dalam masalah perdagangan manusia, penggunaannya sangat langka. Saya tidak tahu kenapa.“
Menurut Harvey, Uni Eropa harus membangun lingkungan yang menyulitkan operasi kelompok-kelompok pedagang manusia. Sayangnya, sampai kini situasinya tak begitu. Perdagangan manusia menempati peringkat kejahatan yang ketiga teratas, setelah perdagangan narkoba dan senjata. Meskipun begitu kemungkinan untuk terbongkarnya sangat kecil.
Banyak anggota parlemen Eropa menuntut agar hukuman juga dijatuhkan kepada pelanggan yang mengetahui bahwa pekerja seks yang melayaninya adalah korban perdagangan manusia. Tapi siapa yang akan merealisasikannya?
Ola Laurell dari organisasi Eurojust, badan Eropa untuk kerjasama hukum memandang tuntutan itu tidak realistis. Kilahnya, "Apabila para pelanggan juga terancam hukuman, maka mereka tidak akan menanyakan asal-usul si pemberi layanan seksual. Dan di pengadilan, hal itupun tak mungkin dibuktikan. Para perempuan ini tidak memilih pekerjaanya, mereka dipaksa melakukan prostitusi. Sangat menyedihkan, tapi di Eropa kini banyak pelacur yang korban perdagangan manusia.“
Kini Uni Eropa sepakat bahwa para korban harus dilindungi. Juga bahwa peraturan anti perdagangan manusia perlu disamakan dan hukumannya diperberat. Dalam minggu-minggu mendatang, negara-negara anggota dan parlemennya akan merundingkan reformasi undang-undang yang terkait.
Christoph Hasselbach / Edith Koesoemawiria
Editor: VidiLegowo