1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Estetika bahan Makanan dalam Jepretan

Markus Tischer 16 Januari 2014

Fotografer asal Wina, Klaus Pichler, menelurkan seri foto 'One Third' yang terdiri dari jepretan makanan berjamur dan busuk. Gambar yang seharusnya mengganggu, terlihat cantik berkat sentuhannya.

Foto: imago/Gerhard Leber

Klaus Pichler memasukkan lebih dari 50 foto ke dalam seri 'One Third' setelah terinspirasi sebuah studi PBB tahun 2011 lalu. Laporan tersebut menyatakan sepertiga dari seluruh pangan yang diproduksi di dunia berakhir di tempat sampah.

Bahan pangan pada kondisi akhir. Foto yang menjijikkan untuk sejumlah orang, bisa jadi cantik untuk yang lain. Buah karya fotografer Austria, Klaus Pichler: "Saya terpesona oleh yang tersembunyi. Menggugah saya sebagai seorang fotografer, hal-hal yang terlihat namun tersembunyi. Hal yang secara tak sengaja terabaikan, karena tersedia sehari-hari."

Termasuk perilaku manusia terhadap bahan pangan. Terkait tema ini. sebuah studi PBB menggugahnya. Sepertiga produksi pangan global dilaporkan terbuang percuma. Bahan pangan yang dibuang. Separuhnya berasal dari rumah tangga.

Namun Pichler tidak memburu tempat sampah. Ia membuat citra yang berbeda. Gambar yang sempurna dari melon busuk. Foto yang indah: salad yang jadi kompos. Atau lollipop sosis bulukan.


Klaus Pichler berbelanja bahan pangan untuk foto-foto berikutnya. Ia selalu memperhatikan permintaan aneh para konsumen -- seperti stroberi di tengah musim dingin- atau pepaya hijau yang didatangkan dari ujung dunia: "Saya awalnya memiliki cara pandang amat naif. Misalnya, jeruk yang dirawat dengan baik di sebuah perkebunan di Spanyol, lalu dipanen dan dikirim begitu jauh, sebelum dibuang begitu saja - buat saya ini contoh yang sangat menyedihkan."

Bahan pangan yang dipilih secara seksama, yakni obyek foto itu, lalu dibiarkan membusuk berbulan-bulan di apartemen Klaus Pichler. Stroberi dari Mesir hanya butuh 14 hari. Bahan pangan lain perlu lebih lama. Menampilkan sesuatu yang menjijikkan, bagi sang fotografer adalah kehormatan: "Untuk membuat diri saya kredibel, saya pikir saya harus hidup berdampingan dengan semua makanan busuk ini. Dan harus dengan sengaja dibuat di tempat bermukim saya, agar memberikan kepekaan dan kedalaman. Juga untuk menguji, apa saya bisa."


Klaus Pichler memotret makanan itu di studio yang ia improvisasi. Ditampilkan, apa yang terjadi setelah masuk ke tempat sampah. Makanan yang berjamur ia beri latar belakang warna hitam - persis seperti iklan: "Kita semua pernah makan stroberi di musim dingin. Jadi wajar kalau merasa bersalah. Makanan yang susah payah ditanam, terkait CO2, kebutuhan air, transportasi ratusan kilometer dan sebagainya."

Kue kering, buah delima dan nanas berjamur ditata secara anggun oleh Pichler. Bagi banyak orang, kemasan dan bukan makanan yang kerap dinilai lebih penting. Tapi sang fotografer tetap optimis: "Saya memiliki kesan bahwa banyak orang ingin kembali ke alam, memiliki hubungan sehat dengan makanan dan menjauh dari produksi industrialisasi dengan rute transportasi panjang dan seterusnya. Untuk lebih memerhatikan apa yang sampai ke piring."

Pada akhirnya, bahkan obyek yang terindah pun harus hilang, karena Klaus Pichler akan membuang model jepretannya yang indah dan menakjubkan itu ke tempat sampah.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait