1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Etika Kedokteran di Tengah Tantangan Krisis Corona

25 Maret 2020

Dokter ingin memberikan yang terbaik kepada pasien virus corona. Tetapi bagaimana jika peralatan tidak cukup dalam situasi darurat? Wawancara dengan pakar etika kedokteran Prof. Dr. Georg Marckmann.

Petugas kesehatan membawa pasien virus corona yang parah ke rumah sakit
Foto: AFP/S. Bozon

DW: Dokter dan perawat dari Italia melaporkan hal mengerikan, bahwa mereka tidak dapat merawat semua pasien secara memadai selama krisis virus corona karena peralatan dan alat bantu kurang. Pedoman apa yang ada untuk dokter yang harus membuat keputusan tentang siapa yang dapat mereka bantu?

Georg Marckmann: Kami memiliki pedoman untuk situasi "triase" dalam pengobatan bencana, yaitu ketika ada gelombang besar orang yang terluka, dan pasien yang terkena dampak disaring dan dipisahkan ke dalam kategori perawatan. Tapi memang yang belum adalah rekomendasi untuk situasi seperti yang muncul di Italia, di mana penyebaran COVID-19 telah menyebabkan begitu banyak pasien yang membutuhkan perawatan intensif dan ventilator, sehingga kapasitas unit perawatan intensif tidak cukup lagi.

Triase, sebuah istilah yang digunakan dalam kedokteran militer, yang artinya memilih. Dalam kelompok apa saja Anda mengklasifikasikan pasien dalam situasi seperti itu?

Ada beberapa kategori. Pasien kritis segera dirawat, sedangkan pengobatan pasien sakit parah ditunda, dan pasien yang sedikit sakit diobati kemudian. Pasien yang tidak memiliki peluang untuk bertahan hidup, menerima perawatan paliatif murni.

Faktor penting dalam situasi yang melibatkan sejumlah besar orang sakit yang tidak dapat dirawat secara memadai adalah, bahwa kita harus beralih dari pendekatan yang fokus pada seorang pasien ke pendekatan yang berorientasi pada kelompok atau populasi.

Dalam pendekatan yang berpusat pada pasien, kami mencoba menyesuaikan pengobatan sebaik mungkin untuk memastikan kesejahteraan masing-masing pasien dan mengakomodasi keinginan mereka. Dalam pendekatan yang fokus pada kelompok, kami berusaha memastikan bahwa insiden penyakit dan kematian dalam suatu kelompok populasi bisa serendah mungkin. Keadaan ini menempatkan mereka yang harus membuat keputusan dalam tekanan, karena situasinya luar biasa.

Sebagai aturan dasar, kami berusaha bertindak sedemikian rupa sehingga jumlah terbesar orang bisa bertahan hidup, demi kepentingan umum.

Perawatan pasien corona perlu peralatan dan disiplin tenaga kesehatanFoto: AFP/Getty Images/J. Moore

Jadi, dalam suatu krisis, ketika ada kekurangan ventilator dan tempat perawatan intensif, haruskah mereka yang membutuhkan pertolongan paling mendesak yang didahulukan, atau mereka yang memiliki peluang terbaik untuk bertahan hidup?

Dalam keadaan normal, kami selalu mengalokasikan (peralatan) berdasarkan urgensi. Mereka yang sakit paling parah memiliki akses ke sumber daya yang paling intensif. Dalam situasi di mana kami tidak lagi memiliki kapasitas yang memadai, kami beralih ke alokasi yang berorientasi pada keberhasilan.

Prioritas utama adalah berusaha untuk memperluas kapasitas. Ini sedang dilakukan secara intensif di Jerman. Ini sama pentingnya secara etis dengan memanfaatkan kapasitas secara optimal, misalnya dengan mengoordinasikan tempat perawatan intensif, dan mungkin juga dengan memindahkan pasien. Karena pasien COVID-19 yang membutuhkan ventilator misalnya, tidak terdistribusi secara merata di seluruh wilayah.

Bagaimana bisa menentukan dengan cepat dan tanpa keraguan, pasien mana yang termasuk dalam kelompok mana?

Metode perawatan intensif memiliki tradisi panjang dalam menilai prognosis pasien. Memang masih ada beberapa ketidakpastian dalam prognosis pasien COVID-19. Namun kami memiliki data awal dari Italia, di mana berbagai upaya telah dilakukan untuk menetapkan kriteria yang bisa membantu memperkirakan kemungkinan pasien yang sakit kritis dan sekarat.

Petugas kesehatan bekerja hampir sepanjang waktu dan dalam tekanan menghadapi Covid-19Foto: Imago-Images/ZUMA Wire/R. Fouladi

Apa yang perlu dilakukan bagi para dokter dan tenaga medis sendiri?

Sangat penting untuk melindungi petugas kesehatan. Kami bergantung kepada staf layanan medis yang sehat agar bisa memberikan perawatan yang memadai untuk sejumlah besar pasien COVID-19.

Karena beban psikologis keputusan alokasi ada pada petugas kesehatan, penting bahwa ada pedoman tentang kriteria yang digunakan dalam mengambil keputusan ini. Harus ada dukungan kolegial, sehingga individu tidak harus membuat keputusan sendiri. Badan penasihat etis tidak dapat mengambil keputusan itu, tetapi mereka dapat meringankan beban tim. Penting juga untuk memberikan dukungan bagi mereka yang tidak dapat mengatasi beban psikologis ini, seperti saluran telepon darurat yang dikelola oleh psikolog, atau pekerja pastoral yang terlatih dalam perawatan pastoral darurat maupun bantuan darurat.

Di Jerman, kami melakukan segala yang kami bisa untuk menghindari situasi tragis ini. Tetapi jika situasinya menuntut, kita harus siap dan mendukung petugas kesehatan dalam membuat keputusan itu.

Penting juga untuk berkomunikasi lebih baik dengan kerabat dan membangkitkan kepercayaan di kalangan masyarakat, bahwa keputusan ini, jika memang tidak dapat dihindari, akan dibuat secara transparan, adil, beralasan, berbasis medis, dan berdasarkan etika.

Lalu apa kriterianya?

Penting untuk menilai prospek keberhasilan sebuah perawatan intensif. Tingkat keparahan gangguan pernapasan akut misalnya, adalah salah satu kriteria. Yang juga harus diperhitungkan: apakah ada penyakit lain yang relevan yang bisa memperburuk prognosis pasien, dan juga bagaimana kondisi umum pasien - misalnya, apakah seseorang sangat lemah. Penting juga untuk menentukan kriteria mana yang tidak boleh menjadi bahan pertimbangan: status perkawinan, status sosial, latar belakang budaya. Tidak boleh ada yang diistimewakan atau dikesampingkan sejak awal – jadi keputusan harus sesuai dengan kriteria medis dan etika.

*Prof. Dr. med. Georg Marckmann adalah Direktur Institut Etika, Sejarah dan Teori Kesehatan di Universitas Ludwig Maximilian di München, sekaligus menjabat sebagai Ketua Akademi Etika Kedokteran.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait