Uni Eropa "Tentang Keras" Eksploitasi Pengungsi oleh Turki
5 Maret 2020
UE telah memberitahukan kepada 12.500 pengungsi yang berkumpul di perbatasan Yunani bahwa "penyeberangan ilegal tidak akan ditoleransi."
Iklan
Dalam pertemuan para menteri dalam negeri Uni Eropa (UE) di Brussel, Belgia, pada hari Rabu (04/03), negara-negara anggota UE mengatakan bahwa Turki telah mengeksploitasi para pengungsi untuk mencapai tujuan politiknya.
Sebuah pernyataan bersama mengatakan bahwa UE "sangat menentang pemanfaatan" pengungsi oleh Ankara, mengatakan bahwa "situasi di perbatasan eksternal UE tidak dapat diterima."
"UE dan negara-negara anggotanya tetap bertekad untuk secara efektif melindungi perbatasan eksternal UE," tulis para menteri dalam pernyataan bersama.
"Penyeberangan ilegal tidak akan ditoleransi. Dalam hal ini, UE dan negara-negara anggotanya akan mengambil semua tindakan yang diperlukan, sesuai dengan hukum UE dan internasional. Para migran tidak boleh dianjurkan untuk membahayakan hidup mereka dengan mencoba penyeberangan ilegal melalui darat atau laut."
Para menteri dalam negeri UE juga meminta Turki untuk "menyampaikan pesan ini dan melawan penyebaran informasi palsu."
Sejak keputusan Turki membuka perbatasan, situasi kemanusiaan di perbatasan darat Yunani dan Turki dan di pulau Lesbos milik Yunani dilaporkan semakin memburuk.
Prancis tuduh Turki lakukan "pemerasan"
Ketua Dewan Eropa, Charles Michel, dan diplomat senior UE, Josep Borrell, mengadakan pertemuan dengan Turki terkait hal ini pada hari Rabu (04/03). Retorika politik antara Ankara dan Brussel saat itu sempat memanas.
Borrell mengatakan bahwa selama pembicaraan tersebut, UE menawarkan bantuan kemanusiaan senilai 60 juta euro untuk membantu kelompok-kelompok pengungsi yang paling rentan di Suriah barat laut. Selain itu, telah diberikan juga bantuan tambahan untuk Turki guna menangani "tantangan khusus yang berasal dari situasi di Suriah." Borrell memperingatkan bahwa langkah Turki terkait pengungsi dapat merusak kepercayaan yang telah terjalin selama ini.
Erdogan sebelumnya mengatakan dia tidak akan menegosiasikan kembali kesepakatan pengungsi dengan Eropa sampai UE setuju untuk mendukung serangan militernya di Suriah. Sedangkan Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Yves Le Drian, menyebut langkah ini sebagai "pemerasan."
"Tekanan migrasi ini telah diatur," kata Le Drian di Paris, Prancis. "Ini diatur oleh rezim Presiden Erdogan sebagai bentuk pemerasan terhadap Uni Eropa."
Ada 68 juta manusia yang terpaksa menjadi pengungsi. Mereka tersebar di lima benua dunia. Inilah kisah mereka dalam gambar.
Foto: Imago/ZUMA Press/G. So
Mengungsi dengan truk
Gerakan migrasi paling baru terjadi di Amerika Tengah. Kekerasan dan kelaparan menyebabkan orang-orang dari Honduras, Nikaragua, El Salvador dan Guatemala mengungsi. Tujuannya: Amerika Serikat. Namun di sana, Presiden Trump mengusir para migran tersebut. Sebagian besar pengungsi dari Amerika Tengah itu terdampar di perbatasan Meksiko-Amerika Serikat.
Foto: Reuters/C. Garcia Rawlins
Pengungsi yang dialihkan
Pemerintah konservatif Australia tidak mau menerima pengungsi. Mereka yang benar-benar berhasil mencapai Australia akan langsung dideportasi. Pemerintah Australia telah menandatangani perjanjian dengan beberapa negara Pasifik, termasuk Papua Nugini dan Nauru, untuk menempatkan para pengungsi di kamp di negara-negara tersebut. Pengamat menggambarkan situasi ini sebagai sesuatu yang sangat buruk.
Foto: picture alliance/AP Photo/Hass Hassaballa
Pengungsi yang terlupakan
Hussein Abo Shanan berusia 80 tahun. Dia hidup sebagai pengungsi Palestina di Yordania selama beberapa dekade. Kerajaan ini memiliki hampir sepuluh juta penduduk. Di antara mereka adalah 2,3 juta pengungsi terdaftar dari Palestina. Sebagian dari mereka hidup sejak tahun 1948 di negara itu - setelah berakhirnya perang Arab-Israel. Selain itu, Yordania menampung sekitar 500 ribu pengungsi Suriah.
Foto: Getty Images/AFP/A. Abdo
Diterima oleh tetangga
Kolombia adalah kesempatan terakhir bagi banyak pengungsi dari Venezuela. Di sini mereka tinggal di kamp-kamp seperti "El Camino" di luar ibukota Bogota. Kebijakan Presiden Nicolás Maduro menyebabkan pemerintah Venezuela tidak mampu mendukung warganya. Persediaan makanan dan obat-obatan menipis.
Foto: DW/F. Abondano
Menerjang dingin
Dari waktu ke waktu, mereka yang ingin mengungsi ke Eropa, seperti para lelaki di gambar, mencoba menyeberangi perbatasan Bosnia-Herzegovina ke Kroasia. Kroasia sebagai anggota Uni Eropa adalah tujuan para migran. Rute ini berbahaya, terutama di musim dingin di Balkan. Salju, es dan badai menyulitkan pendakian.
Foto: picture-alliance/A. Emric
Perhentian terakhir: Bangladesh?
Musim hujan di kamp pengungsi Kutupalong di Bangladesh. Para wanita Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar melindungi diri dari hujan dengan payung mereka. Lebih dari satu juta Muslim Rohingya melarikan diri dari pasukan Myanmar ke negara tetangga. Bangladesh, salah satu negara termiskin di dunia, kewalahan dengan situasi ini. Kutupalong saat ini adalah kamp pengungsi terbesar di dunia.
Foto: Jibon Ahmed
Hidup tanpa jalan keluar
Banyak mineral dan tanah yang subur: Republik Afrika Tengah sebenarnya memiliki segalanya untuk membangun masyarakat yang stabil. Namun perang saudara, konflik dengan negara-negara tetangga, pemerintah yang korup dan pemahaman Islam radikal memicu kekerasan di wilayah tersebut. Hal ini menyebabkan banyak orang, seperti tampak pada foto, tinggal di lokasi penampungan di kota Bangui.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Blackwell
Tiba di Spanyol
Dibungkus selimut merah, para pengungsi dirawat oleh petugas Palang Merah setelah tiba di pelabuhan Malaga, Spanyol. 246 migran diselamatkan oleh kapal penyelamat "Guadamar Polimnia". Banyak orang Afrika mengambil rute Mediterania barat dari Aljazair atau Maroko untuk mencapai pantai Eropa.
Foto: picture-alliance/ZUMA Wire/J. Merida
Pengungsi Sudan di Uganda
Untuk waktu yang lama, Uganda adalah negara yang dilanda perang saudara. Namun, situasinya kini telah lebih stabil dibandingkan dengan negara-negara Afrika lainnya. Bagi para pengungsi dari Sudan Selatan ini, kedatangan mereka di Kuluba mereka berada dalam situasi yang aman. Ratusan ribu orang Sudan Selatan kini menemukan perlindungan di Uganda. (Ed: na/ap)