Facebook Blokir Akun Sejumlah Petinggi Militer Myanmar
28 Agustus 2018
Langkah ini diambil hanya beberapa saat setelah Perserikatan Bangsa Bangsa memutuskan untuk mengadili petinggi militer Myanmar atas tuduhan genosida.
Iklan
Salah satu akun yang diblokir adalah milik pemimpin militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing yang memiliki pengikut sebanyak hampir 12 juta orang.
Para petinggi militer ini diketahui juga memiliki akun di Instagram yang dimiliki oleh Facebook. Selain itu, akun jaringan televisi militer Myawady juga ikut diblokir.
"Para ahli internasional ... telah menemukan bukti bahwa banyak dari individu dan organisasi ini berkomitmen atau memungkinkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia yang serius di negara itu," kata Facebook dalam sebuah pernyataan di internet, Senin (27/8).
"Dan kami ingin mencegah mereka menggunakan layanan kami untuk terus mengobarkan ketegangan antaretnis dan antaragama."
Menanggapi larangan itu, juru bicara pemerintah Myanmar, Zaw Htay, mengatakan Myanmar meminta informasi lebih lanjut kepada Facebook.
"Standar komunitas harus seimbang," katanya kepada media setempat. "Pemerintah ingin tahu alasan tepatnya."
Peran besar di Myanmar
Facebook mengatakan langkah ini untuk "mencegah penyebaran kebencian dan misinformasi." Platform sosial media ini memang memegang peran penting sebagai alat komunikasi di Myanmar.
Negara itu masih mengadaptasi penggunaan telepon pintar dan sosial media. Selain itu, bagi banyak pengguna di negara-negara di Asia "Facebook adalah internet itu sendiri," kata seorang ahli dari PBB.
Warga Rohingya Setahun di Negeri Tak Bertuan
Ribuan warga Rohingya berdemonstrasi di Kutupalong, Bangladesh memperingati setahun sejak mereka terusir dari Myanmar. Selama ini, ratusan ribu jiwa hidup terlantung-lantung di daerah yang disebut “tempat tak bertuan“.
Foto: Reuters/M.P. Hossain
Rohingya tuntut PBB
Lebih dari 15 ribu warga Rohingya turut ambil bagian dalam demonstrasi di tempat pengungsian di Kutupalong, Distrik Cox Bazar, di sebelah selatan Bangladesh (25/08). Mereka menutut "keadilan dari PBB“. Pada sebuah spanduk tertulis: "Tidak terulang lagi: Hari Peringatan Genosida Rohingya, 25 Agustus 2018“.
Foto: Reuters/M.P. Hossain
PBB akui genosida
PBB menyebutkan bahwa peristiwa kekerasan yang dialami warga Rohingya di Myanmar sebagai bentuk "pembersihan etnis". Maret lalu, pejabat khusus PBB untuk Myanmar, Yanghee Lee mengungkapkan tentang adanya "genosida".
Foto: Reuters/M.P. Hossain
Ribuan terbunuh
Menurut data yang dirilis "Doctors Without Borders" pada bulan pertama ketika kekerasan merebak, sedikitnya 6.700 warga Rohingya terbunuh. Saat ini ada sekitar 900.000 warga Rohingya yang mengungsi di Bangladesh.
Foto: Reuters/M.P. Hossain
Tempat pengungsian terbesar dunia
Selama setahun, para pengungsi Rohingya tidak disebar ke berbagai lokasi di Bangladesh, melainkan hanya menempati lahan seluas 14 kilometer persegi, ini hanya seluas sebuah desa kecil. Tempat itu dikenal saat ini sebagai lokasi pengungsian terbesar di dunia.
Foto: Reuters/M.P. Hossain
Hidup di tenda
Ribuan pengungsi di Kutupalong tidak diperbolehkan meninggalkan kamp dengan bebas atau menetap di tempat lain di Bangladesh. Warga Rohingya pun hidup berhimpitan dalam tenda sederhana. Mereka mencoba membangun kembali rumah, lengkap dengan masjid dan toko-toko, di daerah yang mereka namai "tempat tak bertuan".
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Qadri
Kembali ke rumah
Mungkinkah kembali? Jawabannya tak mudah, meski Bangladesh dan Myanmar telah melakukan perjanjian repatriasi, implementasinya masih tertunda. Persoalan berikutnya: ke mana mereka harus pergi? Meski demikian warga Rohingnya tetap menyuarakan harapan saat demonstrasi berlangsung: "Kami diusir dari negara kami, dari rumah kami. Kami menginginkan keadilan, kami ingin kembali ke rumah kami."
Foto: Reuters/M.P. Hossain
6 foto1 | 6
PBB juga memprotes kelambanan dan ketidakefektifan Facebook dalam merespon ujaran kebencian selama ini.
Ini adalah yang pertama kali Facebook memblokir para pemimpin militer atau politik di Myanmar, kata juru bicara Facebook Ruchika Budhraja.
Dia menggambarkan langkah itu "unik" tetapi menambahkan perusahaannya akan terus "mengambil tindakan ketika kami memiliki cukup fakta untuk melakukannya."
Budhraja juga mengatakan tidak ada kemungkinan banding atau tinjauan ulang terkait larangan itu.
Sebelumnya, panel PBB mengecam kepemimpinan militer Myanmar dengan tuduhan kejahatan yang dilakukan di negara bagian Rakhine, mengatakan bahwa tentara melakukan pembunuhan massal dan pemerkosaan terhadap Muslim Rohingya dengan "niat genosida."
Para ahli PBB mengatakan kepala militer Min Aung Hlaing dan lima jenderal lainnya harus diadili.
Pada saat yang sama, tim pencari fakta juga mengatakan kalau Facebook adalah "instrumen berguna bagi mereka yang ingin menyebarkan kebencian."
Rohingya: Genosida di Pelupuk Mata
Minoritas muslim di Myanmar hidup di bawah kezaliman mayoritas. Mereka terusir dari rumah sendiri, tidak memiliki kewarganegaraan dan selamanya dinistakan. Inilah potret kelompok etnis paling tertindas di dunia saat ini.
Foto: AP
Pelarian Kaum Terbuang
Sering disebut sebagai minoritas paling teraniaya di dunia, eksistensi Rohingya di Myanmar ibarat bertepuk sebelah tangan. Mereka tidak diakui sebagai warga negara, tidak punya hak sipil dan terjajah di tanah sendiri. Hingga kini ratusan ribu kaum Rohingya telah melarikan diri ke Bangladesh, Thailand, Malaysia dan Indonesia.
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault
Warisan Kolonialisme
Konflik antara etnis di Myanmar adalah warisan era kolonialisme. Sejak Inggris menduduki kawasan Arakan alias Rakhine 1825, ratusan ribu kaum muslim Bangali diangkut ke Rakhine untuk bekerja. Inggris juga membangun sistem Zamindari yang mengizinkan tuan tanah asal Bangladesh menduduki lahan-lahan milik masyarakat pribumi.
Foto: Reuters
"Buruh Ilegal"
Membanjirnya buruh migran asal Chittagong mendorong pertumbuhan perekonomian kolonial di Rakhine. Namun masyarakat pribumi kian tersisih. Sejahrawan mencatat, saat itu mayoritas Buddha di Rakhine meyakini lahan dan lapangan kerja buat mereka dirampas oleh "kaum pendatang ilegal."
Foto: Getty Images/Afp/C. Archambault
Separatisme Kelompok Islam
Pada dekade 1940an, sebagian warga muslim Rohingya mendeklarasikan kesetiaan pada Pakistan yang dipimpin Muhammad Ali Jinnah. Mereka bahkan mengundang Islamabad untuk menduduki Rakhine. Ketika ditolak, kelompok tersebut melancarkan gerakan jihad yang bertujuan membentuk negara Islam di utara Rakhine.
Foto: Getty Images
Pembantaian di Arakan
Ketegangan etnis di Rakhine meruncing setelah Inggris mempersenjatai kelompok muslim Rohingya untuk melawan pasukan Jepang selama Perang Dunia II. Celakanya pasukan yang diberi nama Chittagonian V Force itu lebih banyak meneror warga pribumi beragama Buddha yang cendrung mendukung Jepang. Puncaknya terjadi pada 1942 ketika warga Buddha terlibat saling bantai dengan gerilayawan Rohingya.
Foto: Reuters/Soe Zeya Tun
Tanpa Pengakuan
Setelah kemerdekaan, Myanmar tahun 1948 menetapkan Undang-Undang kewarganegaraan yang tidak mencantumkan Rohingya sebagai salah satu etnis yang diakui negara. Buntutnya etnis minoritas itu tidak mendapat kewarganegaraan dan semakin rentan terhadap diskriminasi.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Petaka di Negeri Jiran
Situasi di negara bagian Rakhine kian runyam menyusul Perang Kemerdekaan Bangladesh 1971 yang mendorong eksodus pengungsi ke Myanmar. Tahun 1975 Duta Besar Bangaldesh di Myanmar, Khwaja Mohammed Kaiser, mengakui ada sekitar 500.000 pengungsi Bangladesh yang melarikan diri ke Rakhine.
Foto: Reuters/M.P.Hossain
Arus Balik
Negosiasi pemulangan pengungsi Bangladesh berlangsung alot antara dua pemerintah. Bangladesh ironisnya menolak mengakui sekitar 200.000 pengungsi yang telah dipulangkan oleh Myanmar. Setelah melewati perundingan panjang, Myanmar setuju menampung para pengungsi tersebut. Proses pemulangan pengungsi pada dekade 1990an yang berada di bawah pengawasan PBB itu berlangsung brutal.
Foto: DW/C. Kapoor
Genosida di Pelupuk Mata
Proses rekonsiliasi antara etnis Rohingya dan mayoritas Buddha di Rakhine berakhir pahit menyusul kerusuhan 2012. Dipicu oleh pemerkosaan dan pembunuhan perempuan Rakhine oleh tiga pria muslim, mayoritas Buddha menyisir kawasan muslim dan membantai 200 penduduk Rohingya. Lebih dari 100.000 ribu terpaksa mengungsi dan kebencian terhadap etnis Rohingya semakin membara di Myanmar.
Foto: picture-alliance/dpa
Bedil Menyalak
Jurang antara mayoritas di Myanmar dengan minoritas muslim melebar seiring perang kemerdekaan yang dilancarkan kaum radikal Islam. Berbagai kelompok, antara lain Rohingya Solidarity Organisation (RSO), mengimpikan negara Islam tanpa kaum Buddha Myanmar. November 2016 silam sekitar 69 gerilayawan separatis Rohingya dan 17 aparat keamanan Myanmar tewas dalam aksi baku tembak di utara Rakhine