Rusia Bayar Iklan Politik Selama Kampanye Pilpres AS
7 September 2017
Ratusan akun Facebook palsu, kemungkinan besar dioperasikan dari Rusia, menghabiskan sekitar 100 ribu dolar AS untuk iklann politik. Isu yang digalang adalah yang mendukung Donald Trump.
Iklan
Meskipun jumlah iklan dan propaganda yang dilansir relatif kecil dibandingkan iklan-iklan dari partai politik, tapi fakta baru ini menguatkan dugaan bahwa Rusia memang berusaha mempengaruhi opini publik untuk memenangkan Donald Trump dan kubu Republik. Terlebih lagi karena isu-isu yang diangkat adalah isu pro Republik, seperti misalnya mempertahankan kepemilikan senjata.
Data-data itu dikumpulkan oleh Facebook dalam rangka penyelidikan yang dilakukan oleh penyelidik khusus Robert Mueller, yang bertugas menyelidiki kemungkinan turut campurnya Rusia dalam kampanye pemilu AS tahun lalu.
Facebook mengatakan ada sekitar 470 akun yang kelihatannya dikoordinasi oleh sebuah organisasi yang berpusat di St. Petersburg. Organisasi ini memang terkenal bisa menggiring sebuah isu dengan tema-tema yang menimbulkan kontroversi dan polarisasi.
Secara keseluruhan, akun-akun tersebut membayar sekitar 3.000 iklan antara bulan Juni 2015 dan Mei 2017. Meskipun iklan-iklan itu tidak secara khusus merujuk pada seorang kandidat atau pada pemungutan suara, namun membawa "pesan yang memecah belah" untuk kemudian disebarkan di berbagai platform media sosial, kata direktur keamanan Alex Stamos dalam sebuah pernyataan.
Facebook menyatakan telah menyerahkan temuannya kepada Robert Mueller, pejabat khusus yang menyelidiki campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden AS.
Senator Mark Warner dari Virginia, anggota Demokrat di Komite Intelijen Senat AS mengatakan, Facebook sudah memberi keterangan itu kepada anggota Komisi hari Rabu (6/9), namun masih banyak hal yang perlu ditanyakan
"Saya punya banyak pertanyaan untuk Facebook, dan saya juga punya banyak pertanyaan untuk Twitter," kata Warner.
Seorang juru bicara Twitter menolak berkomentar mengenai isu ini pada Rabu malam.
Akun-akun palsu itu ditemukan saat dilakukan pemeriksaan terhadap perusahaan pemasang iklan sehubungan dengan penyelidikan di Senat mengenai kemungkinan pengaruh yang lebih luas yang diinisiasi perusahaan tersebut dalam campur tangan Rusia setelah pemilihan, kata Stamos.
Jumlah belanja iklan yang diidentifikasi oleh Facebook sangat kecil dibandingkan dengan jumlah total belanja iklan selama pemilu. Menurut lembaga konsultan iklan Borrell Associates, selama siklus pemilu 2016, belanja iklan politik mencapai 1,4 miliar dolar AS. Itu hanya angka untuk iklan digital saja.
Kronologi Hubungan Trump Dengan Rusia
Skandal kedekatan sejumlah orang terdekat Donald Trump dengan Rusia mendominasi penyelidikan FBI atas intervensi Kremlin terhadap pemilu kepresidenan AS. Inilah kronologi hubungan gelap antara Trump dan Moskow.
Foto: picture-alliance/AP Photo/J.S. Applewhite
2013: Trump Dekati Russia
Pada 18 Juni 2013 Donald Trump berkicau di Twitter: "Kontes kecantikan Miss Universe akan disiarkan langsung dari MOSKOW, Rusia. Ini akan semakin mendekatkan dua negara." Ia kemudian menambahkan, "Apakah anda kira Putin akan hadir - jika ya, apakah ia akan menjadi sahabat baru saya?" Pada Oktober di tahun yang sama Trump mengakui telah melakukan "banyak bisnis dengan Rusia."
Foto: picture-alliance/dpa/V. Prokofyev
September 2015: Dugaan Serangan Siber
Seroang agen FBI mewanti-wanti Komite Nasional Partai Demokrat (DNC) ihwal serangan siber. Pada 18 Mei 2016 James Cloapper, Direktur Komunitas Intelijen, mengatakan ada "sejumlah indikasi" serangan siber terhadap salah satu tim kampanye pemilu kepresidenan. Sebulan kemudian DNC mengaku menjadi korban serangan siber oleh peretas Rusia.
Foto: picture alliance/MAXPPP/R. Brunel
20 Juli 2016: Kislyak Isyaratkan Dukungan
Senator Jeff Sessions yang sejak awal mendukung Donald Trump dan memimpin Komite Penasehat Keamanan Nasional milik kandidat Partai Republik itu bertemu dengan Duta Besar Rusia Sergey Kislyak dan sekelompok duta besar lain di sela-sela Konvensi Nasional Partai Republik. Sessions awalnya sempat membantah bertemu Kislyak. Tapi Gedung Putih kemudian mengakui kebenaran kabar tersebut.
Foto: Getty Images/AFP/B. Smialowski
22 Juli 2016. Assange Terlibat
Di tengah masa kampanye situs WikiLeaks milik Julian Assange memublikasikan 20.000 email milik petinggi partai Demokrat yang dicuri dari server DNC. Kumpulan email tersebut mengungkap bagaimana petinggi partai lebih mengunggulkan Hillary Clinton, ketimbang pesaingnya Senator Bernie Sanders.
Foto: Reuters/N. Hall
25 Juli 2016: FBI Turun Tangan
Menyusul unggahan WikiLeaks Badan Investigasi Federal AS (FB) mengumumkan pihaknya membuka penyelidikan terhadap serangan siber pada masa kampanye. "Kebocoran semacam ini selalu kami anggap serius," ujar Direktur James Comey. Penyelidikan FBI lalu memicu kritik tajam atas kecerobohan tim kampanye Hillary Clinton dalam menyimpan informasi rahasia.
Foto: Getty Images/AFP/B. Smialowski
8 November 2016: Trump Terpilih
Donald Trump terpilih sebagai presiden Amerika Serikat mesi kalah jumlah suara, namun menang dalam jumlah delegasi. Uniknya pada 9 November parlemen Rusia merayakan kabar kemenangan Trump dengan bertepuk tangan di sela-sela sidang.
Foto: Reuters/K. Lamarque
10 November 2016: Gedung Putih Membantah
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Rybakov mengakui adanya "kontak" antara pemerintah Rusia dengan tim kampanye Trump selama pemilihan umum kepresidenan. "Tentu saja kami mengenal sebagian besar anggota tim kampanyenya," kata Rybakov. Trump membantah klaim tersebut.
Foto: Imago/Itar-Tass
18 November 2016: Flynn Datang dan Pergi
Trump mengangkat Jendral Michael Flynn sebagai penasehat keamanan nasional. Bekas kepala Dinas Intelijen Militer itu pernah menjadi penasehat kebijakan luar negeri selama masa kampanye. Flynn mengundurkan diri bulan Februari setelah tergerus isu kedekatannya dengan Rusia. Ia antara lain pernah bertemu dengan Presiden Vladimir Putin dalam sebuah acara pribadi di Moskow.
Foto: Reuters/C. Barria
26 Januari 2017: Surat Maut dari Jaksa Agung
Jaksa Agung AS Sally Yates mengabarkan Gedung Putih bahwa Flynn berbohong mengenai pertemuannya dengan Duta Besar Rusia Kislyak. Ia meyakini Rusia memiliki rahasia yang bisa digunakan untuk memeras Flynn. Tidak lama kemudian Trump memecat Yates dan menunjuk Jeff Sessions sebagai penggantinya.
Foto: Getty Images/P. Marovich
2 Maret 2017: Sessions Tunduk
Trump mengatakan ia memiliki "kepercayaan penuh" pada Jaksa Agung Jeff Sessions. Tokoh konservatif itu lalu mengatakan ia tidak akan terlibat dalam semua investigasi yang berkaitan dengan hubungan antara tim kampanye Trump dengan Rusia.
Foto: Getty Images/S.Loeb
20 Maret 2017: FBI Usut Trump
Direktur FBI James Comey mengkonfirmasikan kepada parlemen bahwa lembaganya memulai investigasi dugaan hubungan ilegal antara Rusia dan tim kampanye Trump. Pada hari yang sama Presiden Trump menyerang pemberitaan tentang investigasi Rusia lewat Twitter.
Foto: picture-alliance/dpa/AP/J. S. Applewhite
9 Mei 2017: Trump Pecat Comey
Menyusul penyelidikan oleh FBI, Trump lalu memecat James Comey. "Meski saya menghargai sikap anda mengabarkan saya dalam tiga kesempatan bahwa saya tidak sedang diselidiki, saya tetap mendukung penilaian Departemen Kehakiman bahwa anda tidak mampu memimpin FBI dengan efektif," tulis Trump dalam surat pemecatan Comey.
Foto: Reuters/J. Ernst/K. Lamarque
17 Mei 2017: Mueller Tiba, Trump Meradang
Menyusul konflik kepentingan yang memaksa Jaksa Agung Jeff Sessions menarik diri dari investigasi Rusia, wakilnya Rod Rosenstein menunjuk bekas Direktur FBI Robert Mueller sebagai penyidik khusus kasus dugaan intervensi Rusia. Langkah tersebut tidak diambil tanpa keterlibatan Gedung Putih. Awal Juni Mueller menempatkan Trump sebagai tokoh kunci dalam penyelidikan tersebut.