1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Fasilitas Mata-mata di Kedutaan AS Jakarta?

31 Oktober 2013

Indonesia, hari Rabu (31/10) memprotes keras Amerika setelah sebuah laporan menyebut bahwa Washington telah memonitor percakapan telepon dan jaringan komunikasi lewat kedutaan mereka di Jakarta.

Foto: Getty Images

Harian Sydney Morning Herald melaporkan bahwa peta rahasia yang dibocorkan oleh bekas agen intelijen AS Edward Snowden menunjukkan adanya 90 fasilitas pengawasan di berbagai kedutaan dan konsulat milik Amerika.

Laporan media Australia itu didasarkan pada peta yang dipublikasikan mingguan berita Jerman Der Spiegel -- memberikan rincian mengenai pusat-pusat (pengawasan) di seluruh dunia dan memberikan perhatian khusus kepada keberadaan mereka di Asia.

Kasus ini terjadi menyusul protes kemarahan sekutu dekat AS di Eropa setelah terungkapnya informasi, yang didasarkan pada bocoran Snowden, bahwa Washington mengumpulkan data puluhan juta percakapan telepon dan komunikasi internet di Eropa sebagai bagian dari operasi besar anti terorisme.

Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa mengatakan bahwa isu itu telah diangkat dalam pembicaraan dengan kuasa usaha Amerika yang bertugas di Jakarta.

Pelanggaran serius

“Indonesia tidak bisa menerima dan dengan keras memprotes, terkait laporan mengenai fasilitas penyadapan di kedutaan besar Amerika di Jakarta,“ demikian pernyataan Natalegawa.

“Jika itu benar (terkonfirmasi), maka tindakan seperti itu tidak hanya merupakan bentuk pelanggaran keamanan, tapi juga sebuah pelanggaran serius terhadap norma-norma dan etika diplomatik dan tentu saja tidak sesuai dengan semangat hubungan persahabatan diantara kedua negara.”

Sydney Morning Herald melaporkan bahwa peta itu juga menujukkan adanya fasilitas pengawasan di kedutaan AS di Kuala Lumpur, Bangkok, Phnom Penh dan Yangon.

Dikatakan bahwa fasilitas Amerika di Asia Timur difokuskan di Cina, dengan berpusat di kedutaan mereka di Beijing dan konsulat-konsulat di kota lain.

Menurut peta, yang dikutip Herald dari Der Spiegel, sebuah kelompok yang dikenal sebagai “Dinas Pengumpulan (data) Khusus” di badan intelijen Central Intelligence Agency (CIA) - National Security Agency (NSA) bertanggung jawab atas operasi mata-mata tersebut.

Dikatakan bahwa peta itu sebelumnya telah dipublikasikan secara penuh di situs Der Spiegel, tapi kemudian diganti dengan versi yang telah disensor.

Hingga kini belum ada komentar dari Kedutaan AS di Jakarta.

AS coba redakan kemarahan dunia

Kemarahan di Asia akan menambah tekanan kepada Amerika yang kini masih sibuk menenangkan negara-negara Eropa yang marah atas kegiatan mata-mata negara adi daya itu. Menurut laporan Snowden, 35 kepala negara disadap oleh AS, termasuk Kanselir Jerman Angela Merkel.

Selasa lalu, kepada intelijen AS James Clapper membela kebijakan penyadapan tersebut dan menyebutnya sebagai upaya untuk memahami tujuan sebenarnya dari para pemimpin asing. Kegiatan itu, kata kepada intelijen Amerika, telah lama menjadi “pinsip dasar“ bagi dinas rahasia Amerika.

“Itu sangat berharga bagi kita untuk mengetahui dari negara manapun itu berasal, apa kebijakan mereka, bagaimana itu akan mempengaruhi kita dalam sejumlah isu,” kata Clapper di hadapan Komite Intelijen Parlemen AS.

Ia bahkan mengatakan bahwa dalam banyak kasus, agen dinas rahasia dari negara-negara Eropa – bukan NSA – yang mengumpulkan dan membagikan berbagai informasi intelijen kepada Amerika.

ab/hp (afp,rtr,ap)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait