1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikPalestina

Fatah Pertimbangkan Tunda Pemilu Palestina

29 April 2021

Pemilu pertama di Palestina sejak 15 tahun terancam dibatalkan oleh Fatah menyusul sikap Israel menolak pencoblosan di Yerusalem Timur. Pengamat meyakini penundaan pemilu diputuskan demi mencegah kemenangan Hamas.

Murid sekolah di Bethlehem, Tepi Barat Yordan, berjalan melewati poster kampanye pemilu Palestina
Murid sekolah di Bethlehem, Tepi Barat Yordan, berjalan melewati poster kampanye pemilu PalestinaFoto: Getty Images/AFP/T. Coex

Pemilihan legislatif yang sedianya digelar pada 22 Mei mendatang terancam diundur. Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza kini menyatakan menolak penundaan pemilu, dan mendesak Israel agar mengizinkan pencoblosan suara di Yerusalem Timur.

Presiden Palestina Mahmud Abbas dijadwalkan bertemu dengan semua faksi Palestina di Ramallah Kamis (29/4) sore. Dalam pertemuan itu Abbas diisukan akan mengumumkan penundaan pemilihan umum pertama sejak 15 tahun terakhir.

Hingga saat ini otoritas Israel belum memenuhi permintaan Palestina untuk menggelar pemilu di wilayah timur Yerusalem yang dihuni warga Arab. Status kota itu menjadi titik api antara kedua negara, di mana Israel mengklaim Yerusalem sebagai "ibu kota abadi” bagi bangsa Yahudi, sementara Palestina menetapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara.

Wasel Abu Youssef, penasehat Abbas dan anggota Komite Eksekutif PLO, mengatakan kepada Reuters, pihaknya mempertimbangkan penundaan pemilu. "Setiap bentuk rintangan atau gangguan pada penyelenggaraan pemilu membenarkan penundaan,” kata dia. 

Pembagian kawasan pemukiman Arab-Palestina dan Yahudi-Israel di Yerusalem Timur.

Namun demikian, pemantau asing meyakini isu Yerusalem sebagai alasan penundaan hanya merupakan dalih, karena minimnya peluang bagi Fatah memenangkan pemilu usai terbelah menjadi dua faksi. Dalam jajak pendapat terakhir, dua pertiga responden menyatakan tidak puas atas kinerja Presiden Abbas.

Pemilu di Palestina diharapkan bisa mendorong rekonsiliasi antara kedua organisasi paling berpengaruh itu. Pemulihan hubungan antara Hamas dan Fatah diyakini bakal membuka jalan bagi perundingan baru dengan Israel terkait solusi dua negara. Hamas sendiri dikategorikan sebagai organisasi teror oleh AS, Israel dan Uni Eropa, sebabnya tidak bisa dijadikan mitra negosiasi.

Mencegah kemenangan Hamas?

Saat ini nasib Fatah di ujung tanduk menyusul perpecahan internal yang dipicu oleh pemilu. Karena tidak lama setelah pengumuman penyelenggaraan pemilu pertama dalam 15 tahun, sejumlah tokoh Fatah secara sepihak mengumumkan daftar kandidatnya sendiri yang berbeda dengan daftar resmi partai.

Perpecahan itu kini mengancam kekuasaan Fatah di Tepi Barat Yordan. Ironisnya kisruh internal pula yang ikut menyebabkan kekalahan Fatah dalam pemilu sebelumnya. 

"Abbas boleh jadi menggunakan isu Yerusalem sebagai dalih untuk menunda pemilu,” kata pengamat Jalur Gaza, Talal Okal. Menurutnya kekhawatiran Abbas saat ini adalah "nasib Fatah, daftar kandidat yang berbeda dan ketakutan bahwa Hamas akan memenangkan pemilu.”

Hamas sebaliknya menolak penundaan pemilu dengan argumen isu Yerusalem Timur. Menurut juru bicaranya, Hazem Qassem, hambatan yang muncul bisa diatasi, dan tidak seharusnya menunda penyelenggaraan pemilihan.

"Tidak ada peluang kami akan membahas penundaan. Apa yang seharusnya kita bahas adalah bagaimana menyelenggarakan pemilu di Yerusalem Timur,” kata dia. Menurut catatan resmi, sebanyak 6.300 warga Arab-Palestina terdaftar sebagai pemilih resmi di sana. Sementara sekitar 150.000 warga Arab lain diizinkan mencoblos di luar kota, sesuai perjanjian dengan Israel.

rzn/as (rtr,afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait