Pemilu pertama di Palestina sejak 15 tahun terancam dibatalkan oleh Fatah menyusul sikap Israel menolak pencoblosan di Yerusalem Timur. Pengamat meyakini penundaan pemilu diputuskan demi mencegah kemenangan Hamas.
Iklan
Pemilihan legislatif yang sedianya digelar pada 22 Mei mendatang terancam diundur. Hamas yang berkuasa di Jalur Gaza kini menyatakan menolak penundaan pemilu, dan mendesak Israel agar mengizinkan pencoblosan suara di Yerusalem Timur.
Presiden Palestina Mahmud Abbas dijadwalkan bertemu dengan semua faksi Palestina di Ramallah Kamis (29/4) sore. Dalam pertemuan itu Abbas diisukan akan mengumumkan penundaan pemilihan umum pertama sejak 15 tahun terakhir.
Hingga saat ini otoritas Israel belum memenuhi permintaan Palestina untuk menggelar pemilu di wilayah timur Yerusalem yang dihuni warga Arab. Status kota itu menjadi titik api antara kedua negara, di mana Israel mengklaim Yerusalem sebagai "ibu kota abadi” bagi bangsa Yahudi, sementara Palestina menetapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota negara.
Wasel Abu Youssef, penasehat Abbas dan anggota Komite Eksekutif PLO, mengatakan kepada Reuters, pihaknya mempertimbangkan penundaan pemilu. "Setiap bentuk rintangan atau gangguan pada penyelenggaraan pemilu membenarkan penundaan,” kata dia.
Namun demikian, pemantau asing meyakini isu Yerusalem sebagai alasan penundaan hanya merupakan dalih, karena minimnya peluang bagi Fatah memenangkan pemilu usai terbelah menjadi dua faksi. Dalam jajak pendapat terakhir, dua pertiga responden menyatakan tidak puas atas kinerja Presiden Abbas.
Pemilu di Palestina diharapkan bisa mendorong rekonsiliasi antara kedua organisasi paling berpengaruh itu. Pemulihan hubungan antara Hamas dan Fatah diyakini bakal membuka jalan bagi perundingan baru dengan Israel terkait solusi dua negara. Hamas sendiri dikategorikan sebagai organisasi teror oleh AS, Israel dan Uni Eropa, sebabnya tidak bisa dijadikan mitra negosiasi.
Iklan
Mencegah kemenangan Hamas?
Saat ini nasib Fatah di ujung tanduk menyusul perpecahan internal yang dipicu oleh pemilu. Karena tidak lama setelah pengumuman penyelenggaraan pemilu pertama dalam 15 tahun, sejumlah tokoh Fatah secara sepihak mengumumkan daftar kandidatnya sendiri yang berbeda dengan daftar resmi partai.
Perpecahan itu kini mengancam kekuasaan Fatah di Tepi Barat Yordan. Ironisnya kisruh internal pula yang ikut menyebabkan kekalahan Fatah dalam pemilu sebelumnya.
Virus Corona di Gaza: Mencoba Mencegah Bencana
Apa yang selama ini ditakuti kini menjadi kenyataan. Penyebaran pandemi Covid-19 telah mencapai Jalur Gaza. Gaza tengah berlomba dengan waktu, mencegah wabah dan menghentikan bencana.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Hana
Melawan virus corona
Covid-19 telah menyebar di Jalur Gaza, salah satu daerah dengan penduduk paling padat di dunia. Puluhan kasus telah dikonfirmasi. Jalur pantai di Laut Mediterania tersebut merupakan rumah bagi sekitar 2 juta orang yang tersebar di 365 kilometer persegi atau sekitar 6.000 jiwa per kilometer persegi. Sebagai upaya pencegahan, petugas telah menyemprot disinfektan ke beberapa ruas jalan.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/A. Amra
Pusat karantina di Rafah
1.860 orang lebih yang kembali dari luar negeri dikarantina di 26 lokasi berbeda. Salah satu pusat karantina terletak di perbatasan Rafah. Beberapa orang juga dikirim ke sebuah bangunan sekolah yang diubah fungsinya menjadi fasilitas karantina. Jalur penyeberangan ke Mesir dan Israel sebagian besar telah ditutup sejak pertengahan Maret, hanya mereka yang pulang yang diizinkan masuk ke Jalur Gaza.
Foto: Reuters/WHO in the Occupied Palestinian Territories
Perlengkapan medis tidak mencukupi
Beberapa pusat perawatan memiliki peralatan medis memadai, sementara di Jalur Gaza hanya ada 63 ventilator dan 78 tempat tidur yang tersedia. COGAT, badan pertahanan Israel yang bertanggungjawab atas masalah sipil Palestina mengatakan pihaknya akan mengirimkan lebih dari 1.500 alat tes swab sesuai standar WHO. Hal ini membuat seruan untuk mengurangi blokade yang dilakukan Israel semakin kuat.
Foto: Reuters/WHO in the Occupied Palestinian Territories
Mewarnai masker
Kementerian Kesehatan telah mengumumkan keadaan darurat. Seniman Palestina, Samah Saed (dalam gambar) dan Dorgam Krakeh tengah melukis masker dengan warna-warna cerah sebagai upaya untuk mendorong penduduk setempat mengenakan masker pelindung wajah. Jika kelompok Hamas gagal menahan penyebaran virus corona, maka konsekuensinya wabah ini bisa menjadi bencana.
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Hana
Pasokan logistik sangat penting
Lockdown atau karantina wilayah akan berakibat fatal bagi warga Gaza, mengingat 75% dari populasi adalah pengungsi yang semuanya bergantung pada Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA) yang masih mengirimkan bantuan makanan setiap hari.
Foto: Reuters/M. Salem
Edukasi kaum muda
Kegiatan di area publik sebagian besar telah dibatasi. Namun, menjaga jarak sosial dan langkah-langkah menjaga kebersihan masih menjadi tantangan, terutama di jalan-jalan sempit dan di kamp-kamp pengungsi. Untuk memberi pemahaman kepada warga, para aktivis berpakaian seperti virus dan mengunjungi kamp-kamp pengungsi.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/M. Ajjour
Bantuan dari Qatar
Kelompok Hamas dan Qatar serta beberapa negara di Emirat Arab berjanji untuk terus memberikan dukungan finansial bagi rakyat Gaza. Minggu lalu, Qatar mentransfer 10 juta dolar AS atau setara 165 miliar rupiah. Setiap keluarga yang membutuhkan akan menerima 100 dolar AS atau 1,6 juta rupiah.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/A. Amra
Di rumah saja
Fasilitas medis di Gaza diperkirakan akan dapat mengobati 100 kasus virus corona pertama. Setelah itu, mereka akan bergantung pada dukungan dari negara lain. Hal itu yang menyebabkan para aktivis dan seniman lokal berusaha meningkatkan kesadaran akan pentingnya tinggal di rumah.
Foto: picture-alliance/ZUMAPRESS/M. Ajjour
Kue, kampanye, dan virus corona
Sebuah toko roti di Khan Younis membuat kue yang menggambarkan seseorang mengenakan masker, upaya ini untuk mendidik masyarakat pentingnya menggunakan masker demi mencegah penyebaran Covid-19.
Foto: Reuters/I. Abu Mustafa
9 foto1 | 9
"Abbas boleh jadi menggunakan isu Yerusalem sebagai dalih untuk menunda pemilu,” kata pengamat Jalur Gaza, Talal Okal. Menurutnya kekhawatiran Abbas saat ini adalah "nasib Fatah, daftar kandidat yang berbeda dan ketakutan bahwa Hamas akan memenangkan pemilu.”
Hamas sebaliknya menolak penundaan pemilu dengan argumen isu Yerusalem Timur. Menurut juru bicaranya, Hazem Qassem, hambatan yang muncul bisa diatasi, dan tidak seharusnya menunda penyelenggaraan pemilihan.
"Tidak ada peluang kami akan membahas penundaan. Apa yang seharusnya kita bahas adalah bagaimana menyelenggarakan pemilu di Yerusalem Timur,” kata dia. Menurut catatan resmi, sebanyak 6.300 warga Arab-Palestina terdaftar sebagai pemilih resmi di sana. Sementara sekitar 150.000 warga Arab lain diizinkan mencoblos di luar kota, sesuai perjanjian dengan Israel.