Majelis Ulama Islam mengeluarkan fatwa atas kebakaran hutan dalam upaya untuk menghentikan problem kabut setiap tahun yang menimpa Indonesia dan negara sekitar.
Iklan
Majelis Ulama Indonesia menyatakan "haram" bagi umat Islam, yang sengaja menyebabkan kebakaran hutan atau lahan perkebunan: "Al-Quran menyatakan bahwa kami tidak diperbolehkan untuk merusak lingkungan. Dan pembakaran hutan menyebabkan kerusakan tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga untuk kesehatan masyarakat – hingga negara tetangga," ujar Huzaimah Tahido Yanggo, kepala dewan fatwa MUI.
Dikutip dari Republika, berikut poin fatwa yang diajukan MUI:
1. Melakukan pembakaran hutan dan lahan yang dapat menimbulkan kerusakan, pencemaran lingkungan, kerugian orang lain, gangguan kesehatan dan dampak buruk lain, hukumnya haram.
2. Memfasilitasi, membiarkan, dan atau mengambil keuntungan dari pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka satu, hukumnya haram.
3. Melakukan pembakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud pada angka satu, merupakan kejahatan dan pelakunya dikenakan sanksi sesuai dengan tingkat kerusakan hutan dan lahan yang ditimbulkannya.
4. Pengendalian kebakaran hutan dan lahan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan umum hukumnya wajib.
5. Pemanfaatan hutan dan lahan pada prinsipnya boleh dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut: a. Memperoleh hak yang sah untuk pemanfaatan b. Mendapatkan izin pemanfaatan dari pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang berlaku c. Ditujukan untuk kemaslahatan d. Tidak menimbulkan kerusakan dan dampak buruk, termasuk pencemaran lingkungan
6. Pemanfaatan hutan dan lahan yang tidak sesuai dengan syarat-syarat sebagaimana yang dimaksud pada angka lima, hukumnya haram.
Peliharalah, Bukan Merusak
Baik Islam, Buddha. Hindu, Kristen, Katholik dan Yahudi, memiliki kitab suci yang memberikan petunjuk dalam kehidupan. Di dalamnya mengajarkan para pengikut agama tersebut untuk merawat bumi dan lingkungannya.
Foto: Jody McIntryre / CC-BY-SA-2.0
Melestarikan Ciptaan
Adam dan Hawa di Taman Eden: Kristen dan Yahudi meyakini memelihara ciptaan Tuhan adalah satu tugas yang Tuhan percayakan kepada manusia: "Dan Tuhan menempatkannya di Taman Eden untuk bekerja dan memelihara taman itu" .(Alkitab: Kejadian 2: 15)
Foto: Jonathan Linczak / CC BY-NC-SA 2.0
Yahudi dan Kristen Alkitab berbagi pesan kunci
Kisah penciptaan diceritakan dalam perjanjian lama Kitab Musa. Kitab pertama Musa adalah bagian dari kitab Taurat, bagian pertama dari kitab Yahudi, yang disebut Tanakh.
Foto: Lawrie Cate / CC BY 2.0
Buku paling laku di dunia
Kisah penciptaan juga bagian sentral dari Perjanjian Lama dalam kitab suci umat Kristen, yang menjalin bagian-bagian dari teks-teks suci Yahudi. Alkitab adalah teks tertulis yang paling banyak digunakan dan paling sering dipublikasikan di dunia.
Foto: Axel Warnstedt
"Aturan ketertiban" manusia
"Dan Allah memberkati mereka, lalu berfirman: Beranakcuculah dan bertambah banyak, memenuhi bumi dan menaklukkannya. Berkuasalah atas ikan-ikan di laut, dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi "(Alkitab, Kejadian 1: 28).
Foto: Axel Warnstedt
Bekerja dengan berhati-hati atas ciptaannya
Dalam Islam, ciptaan Allah harus dilindungi. Manusia dapat memanfaatkannya, tapi dengan secara baik: "Matahari & bulan beredar menurut perhitungan, bintang-bintang dan pohon-pohon tunduk pada-Nya. Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca keadilan. Jangan ganggu keseimbangannya. Tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu menguranginya". (Al Qur‘an, Surat 55, 3-10)
Foto: sektordua / CC BY 2.0
Jangan sebabkan kerusakan di muka bumi
Al-Qur'an berisi petunjuk khusus dan rinci bagi umat Muslim. Banyak petunjuk di dalamnya yang langsung berkaitan dengan masalah lingkungan dan alam. Dan bila dikatakan kepada mereka: "Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi". (Al Qur'an, Surat Al-Baqarah: 2, 11)
Foto: Axel Warnstedt
Hindu dalam siklus abadi
Dalam semuanya bergerak dalam siklus di mana masing-masing komponen – kelahiran atau kematian, terlihat atau tidak terlihat – semua terulang secara terus-menerus. Manusia adalah bagian dari dunia ini, statusnya sama seperti makhluk hidup lainnya.
Foto: public domain
Selalu menjaga keseimbangan
Keseimbangan alam harus dipertahankan. Siapa yang sudah mengambil sesuatu, harus mengembalikannya. Dewa mengurus berbagai kebutuhan hidup: "…dengan pengorbanan, Dewa akan memberkati apa yang kamu butuhkan. Ia yang menikmati apa yang para dewa beri, tanpa memberi imbalan sesungguhnya adalah pencuri . "(Bhagavad Gita 3:12)
Foto: Jody McIntryre / CC-BY-SA-2.0
Semua saling terkait
Dalam bahasa Pali pada kitab awal Buddha, terdapat tulisan mengenai segala sesuatu yang saling ketergantungan dan keterkaitan: "Sesuatu yang ada, memiliki keberadaan. Eksistensi muncul dari keberadaannya. Jika sesuatu tidak ada, maka eksistensinya pun tiada. Dengan terhentinya sesuatu, maka hal ini akan selesai. "(Pali, Samyutta Nikaya II, 12:21)
Foto: Mixtribe-Photo / CC BY 2.0
9 foto1 | 9
Kebakaran hutan dan kabut asap terjadi setiap tahun di pulau Sumatera dan Kalimantan selama musim kemarau. Pembakaran dilakukan biasanya sebagai cara yang dianggap cepat dalam membuka lahan perkebunan kelapa sawit.
Bagaimana Ambisi Iklim Eropa Membunuh Hutan Indonesia
Ambisi Eropa mengurangi jejak karbonnya menjadi petaka untuk hutan Indonesia. Demi membuat bahan bakar kendaraan lebih ramah lingkungan, benua biru itu mengimpor minyak sawit dari Indonesia dalam jumlah besar.
Foto: picture-alliance/dpa/C. Oelrich
Hijau di Eropa, Petaka di Indonesia
Bahan bakar nabati pernah didaulat sebagai malaikat iklim. Untuk memproduksi biodiesel misalnya diperlukan minyak sawit. Sekitar 45% minyak sawit yang diimpor oleh Eropa digunakan buat memproduksi bahan bakar kendaraan. Namun hijau di Eropa berarti petaka di Indonesia. Karena kelapa sawit menyisakan banyak kerusakan
Foto: picture-alliance/dpa/J. Ressing
Kematian Ekosistem
Organisasi lingkungan Jerman Naturschutzbund melaporkan, penggunaan minyak sawit sebagai bahan campuran untuk Biodiesel meningkat enam kali lipat antara tahun 2010 dan 2014. Jumlah minyak sawit yang diimpor Eropa dari Indonesia tahun 2012 saja membutuhkan lahan produksi seluas 7000 kilometer persegi. Kawasan seluas itu bisa dijadikan habitat untuk sekitar 5000 orangutan.
Foto: Bay Ismoyo/AFP/Getty Images
Campur Tangan Negara
Tahun 2006 silam parlemen Jerman mengesahkan regulasi kuota bahan bakar nabati. Aturan tersebut mewajibkan produsen energi mencampurkan bahan bakar nabati pada produksi bahan bakar fossil. "Jejak iklim diesel yang sudah negatif berlipat ganda dengan campuran minyak sawit," kata Direktur Natuschutzbund, Leif Miller.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Komoditas Andalan
Minyak sawit adalah komoditi terpanas Indonesia. Selain bahan bakar nabati, minyak sawit juga bisa digunakan untuk memproduksi minyak makan, penganan manis, produk kosmetika atau cairan pembersih. Presiden Joko Widodo pernah berujar akan mendorong produksi Biodiesel dengan campuran minyak sawit sebesar 20%. Di Eropa jumlahnya cuma 7%.
Foto: picture alliance/ZUMA Press/Y. Seperi
Menebang Hutan
Untuk membuka lahan sawit, petani menebangi hutan hujan yang telah berusia ratusan tahun, seperti di Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, Riau, ini. "Saya berharap hutan ini dibiarkan hidup selama 30 tahun, supaya semuanya bisa kembali tumbuh normal," tutur Peter Pratje dari organisasi lingkungan Jerman, ZGF. "Tapi kini kawasan ini kembali dibuka untuk lahan sawit."
Foto: picture-alliance/dpa/N.Guthier
Kepunahan Paru paru Bumi
Hutan Indonesia menyimpan keragaman hayati paling kaya di Bumi dengan 30 juta jenis flora dan fauna. Sebagai paru-paru Bumi, hutan tidak cuma memproduksi oksigen, tapi juga menyimpan gas rumah kaca. Ilmuwan mencatat, luas hutan yang menghilang di seluruh dunia setiap enam tahun melebihi dua kali luas pulau Jawa
Foto: Getty Images
6 foto1 | 6
Kebakaran tahun 2015 merupakan salah satu insiden terburuk yang efeknya bukan hana di rasakan di Indonesia, namun juga Malaysia dan Singapura, dimana warganya ikut tersedak asap selama berminggu-minggu.
Kementerian lingkungan menyambut baik
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menyambut fatwa MUI itu dan berharap agar para ulama mau menyebarkan berita itu ke masyarakat lokal: "Yang paling penting adalah tindak lanjutnya, yakni mengkomunikasikannya kepada publik"
Fatwa MUI tidak memiliki kekuatan hukum dan ditujukan untuk mendorong ketaatan umat atas fatwa tersebut . Tapi masih belum jelas apakah fatwa terbaru itu memiliki dampak atas masalah ini.
7 Fakta Mengerikan Kebakaran Hutan di Indonesia
Bukan saja memukul perekonomian, kebakaran hutan di Indonesia juga mendatangkan berbagai masalah besar lainnya, terutama masalah kesehatan dan lingkungan.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Hutan Musnah
Sekitar 1,7 juta hektar hutan dan perkebunan di Sumatera dan Kalimantan musnah dilalap api. Demikian menurut data yang dikeluarkan pemerintah.
Foto: Reuters/D. Whiteside
Udara Tercemar
Sejauh ini, kebakaran hutan di Indonesia tahun telah melepaskan sekitar 1,7 miliar ton karbon dioksida (CO2). Jumlah ini dua kali lipat dari jumlah karbon dioksida yang diproduksi Jerman per tahunnya. Tahun 2014 lalu, sekitar 800 juta ton CO2 dilepaskan Jerman di udara.
Foto: Reuters/S. Teepapan
Emisi Tinggi
Para peneliti memperkirakan, pada bulan September dan Oktober, emisi CO2 dari kebakaran hutan di Indonesia per harinya melebihi emisi rata-rata harian dari seluruh kegiatan ekonomi di Amerika Serikat.
Foto: picture-alliance/dpa/B. Indahondo
Senyawa Mematikan
Penelitian di Kalimantan Tengah menunjukkan adanya senyawa berbahaya di udara, termasuk ozon, karbon monoksida, sianida, amoniak, formaldehida, oksida nitrat dan metana.
Foto: Getty Images/AFP/A. Qodir
Korban Kebakaran Hutan
Sampai sekarang, kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan sedikitnya telah menewaskan 10 orang. Dan akibat kabut asap, 500.000 orang terserang penyakit, terutama masalah pernafasan.
Foto: Getty Images
Partikel Halus Berbahaya
Di wilayah lahan gambut yang terbakar, level partikulat atau partikel halus meningkat menjadi lebih dari 1.000 mikrogramm per meter kubik udara. Angka ini tiga kali lebih besar dari tingkat yang dianggap berbahaya.
Foto: Reuters/Antara Foto/N. Wahyudi
Biang Keladi
20 persen dari penyebab kebakaran hutan di Indonesia diperkirakan akibat pembalakan hutan untuk dijadikan perkebunan kelapa sawit. Tahun 2014, Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia, memasok setengah dari kebutuhan minyak sawit dunia.
Foto: CC/a_rabin
7 foto1 | 7
Melarang Perburuan Liar Hewan Langka
MUI sebelumnya telah mengeluarkan fatwa untuk melindungi lingkungan, termasuk di antaranya melawan perburuan liar dan perdagangan hewan langka. Langkah berikutnya adalah upaya mencegah terulangnya bencana kabut tahun lalu.
Pemerintah berencana untuk menghentikan pemberian konsesi lahan baru bagi perkebunan kelapa sawit dan membentuk lembaga baru untuk mengembalikan keberadaan jutaan hektar lahan gambut yang kaya karbon, namun rentan terhadap kebakaran ini.
Kebakaran Hutan Ancam Orang Utan
Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan tidak saja menimbulkan masalah bagi manusia, tapi juga bagi berbagai jenis flora dan fauna, termasuk bagi orang utan. Berikut beberapa dampak kebakaran hutan pada orang utan.
Foto: picture-alliance/dpa/Fully Handoko
Habitat dan Populasi Terancam
Pembalakan hutan serta kebakaran hutan menjadi ancaman utama bagi habitat dan populasi orang utan. Menurut data tahun 2008, di Kalimantan hidup sekitar 56.000 orang utan di alam liar. Namun akibat pembalakan hutan, dan diperparah dengan kebakaran hutan yang terjadi setiap tahun, populasi orang utan saat ini diperkirakan tinggal 30.000 – 40.000.
Foto: picture alliance/dpa
Korban Kebakaran Hutan
Menurut Borneo Orang Utan Survival Foundation (BOSF), 16 bayi orang utan yang berada di hutan rehabilitasi di Nyaru Menteng, Kalimantan Tengah, mengalami masalah kesehatan akibat paparan kabut asap. Belum ada informasi berapa ekor orangutan yang menjadi korban tewas akibat kebakaran hutan. Namun BOSF meyakini banyak orangutan yang tidak mampu menyelamatkan diri dari kebakaran yang melanda hutan.
Foto: Reuters/FB Anggoro/Antara Foto
Waktu Tidur
Selama terjadinya kebakaran hutan yang menyebabkan kabut asap tebal, orangutan diamati pergi tidur lebih awal dari biasanya, yaitu antara pukul 14:30 – 15:00. Pada kondisi normal, orangutan tidur pada pukul 17:00. Dan saat bencana kabut asap, orangutanpun tidur lebih lama. Biasanya orangutan bangun pukul 04:30-05:00, namun kini mereka bangun sekitar pukul 06:00.
Foto: picture-alliance/dpa/A. Burgi
Lebih Mendekat ke Tanah
Selama terjadinya kabut asap, orangutan membangun sarang lebih rendah dibandingkan pada kondisi normal. Selain itu, dari pengamatan terlihat juga adanya orangutan yang mengalami perubahan dalam pola makannya. Walau saat ini makanan pokok mereka, buah Tutup Kabali, masih tersedia di hutan, tapi beberapa orangutan lebih memilih umbut dari sejenis pohon pandan.
Foto: picture-alliance/WILDLIFE
Keluar dari Habitat
Sejak kabut asap yang dipicu kebakaran hutan terjadi, orang utan juga kerap terlihat masuk pemukiman warga. Sebenarnya, orang utan dikenal sebagai hewan pemalu dan berusaha untuk menghindari kontak dengan manusia. Tapi karena habitatnya rusak atau musnah akibat kebakaran hutan, kini orang utan turun hingga ke permukiman penduduk untuk mencari makan dan bertahan hidup.