Mundurnya Blatter membuka jalan bagi pemilihan presiden baru FIFA dan reformasi federasi sepak bola dunia itu. Biro Investigasi Federal AS-FBI dikabarkan juga mulai melakukan pengusutan atas Blatter.
Iklan
Presiden FIFA Joseph "Sepp" Blatter (79) kembali mengguncang dunia. Kali ini dengan menyatakan akan mundur. Hal tersebut membuka jalan bagi pemilihan presiden baru FIFA dan reformasi federasi sepak bola dunia itu. Disebut-sebut pemilihan presiden baru FIFA diperkirakan baru dapat digelar Desember mendatang.
Sementara itu harian AS New York Times dan stasiun televisi ABC News mengutip sumber terpercaya melaporkan, polisi federal AS FBI juga sudah mulai menginvestigasi Blatter. Namun para penyidik dari biro investigasi Amerika Serikat itu sejauh ini menolak memberikan konfirmasi. Juga sejauh ini Sepp Blatter tidak menghadapi dakwaan apapun terkait kasus korupsi yang melibatkan sejumlah fungsioner FIFA.
Keputusan Blatter untuk mundur sesaat setelah ia terpilih kembali untuk kelima kalinya jadi presiden FIFA yang sedang diguncang kasus penangkapan sejumlah petingginya gara-gara tudingan korupsi, disambut baik oleh sejumlah kalangan. Tapi sejumlah tokoh sepakbola Eropa juga mempertanyakan, siapa yang memaksa Blatter turun? "Saya tidak percaya ia mundur dengan alasan moral", kata Greg Dyke presiden asosiasi sepakbola Inggris yang amat vokal mengritik Blatter.
Skandal FIFA di Era Blatter
Joseph Blatter jadi pemimpin Federasi Sepak Bola Internasional FIFA sejak 17 tahun terakhir. Penangkapan tujuh fungsionernya hanya satu dari banyak skandal FIFA sejak dipimpin Blatter. Lihat Skandal lainnya di sini!
Foto: Getty Images
1997: Havelange Presiden, Blatter Sekjen
Sebelum masa pimpinannya dimulai, Blatter sudah terlibat skandal yang diawali oleh pendahulunya, Joao Havelange dan mantan menantunya Ricardo Teixeira. Dua pria itu mengantungi jutaan Dolar sogokan dari pemasaran Piala Dunia. Blatter yang waktu itu jadi sekjen lolos dari tuntutan, walaupun kirim kembali 1,5 juta Swiss Franc ke Havelange dan jelas tahu masalah sogokan. Foto: Joao Havelange.
Foto: picture-alliance/dpa
1998:Blatter Jadi Presiden FIFA
Tahun 1998 menjelang Piala Dunia di Perancis, Blatter terpilih jadi presiden FIFA, dan mengalahkan saingannya, ketua UEFA Lennart Johansson. Sampai sekarang, tuduhan bahwa tiap anggota delegasi Afrika dapat sogokan 50.000 Dolar masih terdengar. Namun Blatter selalu menampik tuduhan. Foto: Timnas Perancis, juara Piala Dunia 1998.
Foto: AP
2006: "Komisi" bagi Wapres Jack Warner
Wapres FIFA Jack Warner ambil alih pemasaran tiket Piala Dunia di negara asalnya Trinidad dan Tobago. Bisnis keluarganya mengantungi komisi 900.000 Dolar. Tapi penyelidik FIFA hanya temukan bukti yang beratkan putra Warner. Ketika itu Warner anggota komite eksekutif FIFA. Ia lolos dan hanya dapat peringatan. Foto: Jack Warner
Foto: Getty Images/AFP/L. Acosta
2010: Keputusan Piala Dunia 2018 dan 2022
Keputusan Piala Dunia 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar jadi kepala berita. Sebelum pengumuman, dua anggota komisi eksekutif diberhentikan karena korupsi. FIFA juga selidiki tuduhan terhadap Rusia dan Qatar. Kecurigaan masih ada hingga kini, walaupun penyidik tidak temukan bukti. Foto: Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani (kiri), Wakil PM Rusia Igor Shuvalov pegang Piala Dunia (02/12/2010).
Foto: AFP/Getty Images/F. Coffrini
2011: Mohammad bin Hammam Saingi Blatter
Mohammad bin Hammam dari Qatar maju saingi Blatter untuk jadi presiden FIFA. Menjelang pemilihan, Hammam dihadapkan dengan tuduhan korupsi dari Karibia. 35 suara dari Konfederasi Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Tengah dan Karibia (CONCACAF) pengaruhnya besar. Blatter janji berikan sumbangan $1 juta bagi asosiai itu. Bin Hammam berusaha berikan $40,000. Rencananya terungkap. Foto: Hammam.
Foto: Saeed Khan/AFP/Getty Images
2014: Skandal Tiket Piala Dunia
Tahun 2014, sejumlah laporan dari Brazil mengungkap penyebaran ilegal tiket pertandingan turnamen Piala Dunia yang jadi wewenang presiden perhimpunan Sepak Bola Argentina, Julio Grondona. Sejak 2011 berlangsung penyidikan terhadap Grondona yang dituduh korupsi, tetapi vonis tidak pernah dijatuhkan. Grondona meninggal 30 Juli 2014. Foto: Julio Grondona.
Foto: Juan Mabromata/AFP/Getty Images
6 foto1 | 6
Sebagai alasan lengsernya, Blatter menyebutkan: "Walau anggota FIFA memberikan mandat bagi saya, tapi kelihatannya mandat ini tidak didukung semua kalangan di dunia." Ia juga menegaskan, FIFA perlu restrukturisasi menyeluruh.
Interpol turun tangan
Sehari setelah Blatter menyatakan mundur, Rabu (03/06) polisi anti kriminal internasional - Interpol mengumumkan memasukkan nama enam petinggi FIFA ke dalam daftar hitam mereka. "Langkah ini merupakan permintaan kejaksaan agung Amerika Serikat", ujar pejabat tinggi Interpol di Paris. Tuduhannya, melakukan konspirasi pemerasan dan korupsi.
Daftar hitam itu menyebut nama mantan eksekutif FIFA, Jack Warner dari Trinidad dan Tobago serta Nicolas Leoz dari Paraguay. Empat lainnya adalah petinggi FIFA yang masih aktif masing-masing Alejandro Burzaco, Hugo dan Mariano Jinkis dari Argentina serta Jose Margulies alias Jose Lazaro dari Brazil. Keenam orang petinggi FIFA itu bisa menghadapi dakwaan di AS, terkait kasus penyogokan, pemerasan serta pencucian uang dalam kurun waktu 24 tahun terakhir.
Penyidik dari Amerika Serikat juga akan mengusut kasus tuduhan penyuapan senilai 10 juta Dolar dari Afrika Selatan ke rekening bank Warner terkait pemilihan negara itu jadi penyelenggara kejuaraan dunia sepakbola 2010 silam. Sementara secara terpisah, petugas kejaksaan di Swiss juga melakukan pengusutan terpisah, berkaitan dengan pemilihan tuan rumah kejuaraan Piala Dunia 2018 di Rusia serta 2022 di Qatar. Diduga dibalik pemilihan tuan rumah itu juga terselip konspirasi penyuapan dan korupsi.