FC Köln Berhentikan Proyek Akademi Sepak Bola dengan Cina
20 Desember 2019
Klub bola Bundesliga FC Köln memberhentikan proyek akademi sepak bola di Cina. Anggota senior FC Köln menyebutkan hak asasi manusia sangat tidak dihargai di Cina.
Foto: picture-alliance/dpa/Imaginechina/J. Xu
Iklan
FC Köln sebenarnya berencana untuk mengelola sekolah sepak bola untuk para talenta muda di Shenyang, timur laut Cina dengan anggaran sebesar 1,8 juta Euro atau setara dengan 28 miliar rupiah. Namun rencana itu pun urung dilakukan.
Presiden Klub FC Köln Werner Wolf mengatakan "kita memutuskan untuk tidak melanjutkan proyek tersebut karena situasi industri olah raga saat ini". Selain dari itu evaluasi ulang mengenai "sumber daya dan prioritas lainnya" menjadi salah satu alasan di balik keputusan ini. "Bentuk kemungkinan kerjasama lainnya, seperti sponsor dari perusahaan Cina, belum diatur," tambahnya.
Meski demikian, Stefan Mueller-Römer, mantan presiden klub dan ketua dewan penggemar, mengatakan kepada surat kabar lokal Kölner Stadt-Anzeiger bahwa "kita tidak membutuhkan Cina dalam olahraga".
"Hak asasi manusia secara besar-besaran tidak dihargai di Cina," kata Mueller-Römer menuduh, mengatakan negara itu telah "membangun pengawasan total yang lebih buruk daripada yang bisa disampaikan penulis George Orwell".
Akademi ini merupakan bagian dari kesepakatan 2016 antara pemerintah Jerman dan Cina dan akan berlanjut hingga 2021, dengan fokus pada transfer pengetahuan antara kedua negara. "Cina ingin menyedot pengetahuan olahraga kami, seperti yang telah mereka lakukan dalam bisnis selama 20 tahun, karena beberapa pemimpin bisnis kami benar-benar naif," kata Mueller-Römer.
Uighur - Diskriminasi di Cina dan Terdesak di Turki
Akibat banyaknya tekanan dari Cina sebagian warga Uighur pindah ke Turki. Awalnya itu tampak seperti solusi bagus, tetapi kini mereka terdesak karena tidak mendapat izin tinggal dan tidak dapat memperbarui paspor Cina.
Foto: Reuters/M. Sezer
Kritik terhadap Cina
Dunia internasional telah berkali-kali mengeritik Cina karena mendirikan sejumlah fasilitas yang digambarkan Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai tempat penahanan, di mana lebih sejuta warga Uighur dan warga muslim lainnya ditempatkan. Beijing menyatakan, langkah itu harus diambil untuk mengatasi ancaman dari militan Islam. Foto: aksi protes terhadap Cina di halaman mesjid Fatih di Istanbul.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan ekonomi
Pada foto nampak seorang perempuan menikmati santapan yang dihidangkan restoran Uighur di Istanbul, Turki. Pemilik restoran, Mohammed Siddiq mengatakan, restorannya mengalami kesulitan karena warga Uighur biasanya menyantap makanan di rumah sendiri, dan warga Turki tidak tertarik dengan masakan Uighur.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Suara perempuan Uighur
Gulbhar Jelilova adalah aktivis HAM dari Kazakhstan, dari etnis Uighur. Ia sempat ditahan selama 15 bulan di tempat penahanan yang disebut Cina sebagai "pusat pelatihan kejuruan." Ia mengatakan, setelah mendapat kebebasan ia mendedikasikan diri untuk menjadi suara perempuan Uighur yang menderita.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mencari nafkah di Turki
Dua pria Uighur tampak bekerja di toko halal di distrik Zeytinburnu, di mana sebagian besar warga Turki di pengasingan bekerja. Ismail Cengiz, sekjen dan pendiri East Turkestan National Center yang berbasis di Istanbul mengatakan, sekitar 35.000 warga Uighur tinggal di Turki, yang sejak 1960 menjadi "tempat berlabuh" yang aman bagi mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Merindukan kampung halaman
Gulgine Idris, bekerja sebagai ahli rpijat efleksi di Istanbul. Ketika masih di Xinjiang, Cina, ia bekerja sebagai ahli ginekolog. Kini di tempat prakteknya ia mengobati pasien perempuan dengan pengetahuan obat-obatan dari Timur. Turki adalah negara muslim yang teratur menyatakan kekhawatiran tentang situasi di Xinjiang. Bahasa yang digunakan suku Uighur berasal usul sama seperti bahasa Turki.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Tekanan bertambah sejak beberapa tahun lalu
Sexit Tumturk, ketua organisasi HAM National Assembly of East Turkestan, katakan, warga Uighur tidak hadapi masalah di Turki hingga 3 atau 4 tahun lalu. Tapi Turki pererat hubungan dengan Cina, dan khawatir soal keamanan. Pandangan terhadap Uighur juga berubah setelah sebagian ikut perang lawan Presiden Suriah Bashar al Assad, yang berhubungan erat dengan Cina.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Kehilangan orang tua
Anak laki-laki Uighur yang kehilangan setidaknya salah satu orang tua mengangkat tangan mereka saat ditanya dalam pelajaran agama di madrasah di Kayseri. Sekolah itu menampung 34 anak. Kayseri telah menerima warga Uighur sejak 1960-an, dan jadi tempat populasi kedua terbesar Uighur di Turki. Sejak keikutsertaan warga Uighur dalam perang lawan Assad, Cina memperkeras tekanan terhadap mereka.
Foto: Reuters/Murad Sezer
Mengharapkan perhatian lebih besar
Sebagian warga Uighur di Turki berharap pemerintah Turki lebih perhatikan kesulitan mereka, dan memberikan izin bekerja, juga sokongan dari sistem asuransi kesehatan. Foto: seorang anak perempuan menulis: "Kami, anak Turkestan, mencintai kampung halaman kami" dengan bahasa Uighur, di sebuah TK di Zeytinburnu. Warga Uighur di pengasingan menyebut kota Xinjiang sebagai Turkestan Timur.
Foto: Reuters/M. Sezer
Situasi terjepit
Warga Uighur juga tidak bisa memperbarui paspor mereka di kedutaan Cina di Turki. Jika kadaluarsa mereka hanya akan mendapat dokumen yang mengizinkan mereka kembali ke Cina, kata Munevver Ozuygur, kepala East Turkestan Nuzugum Culture and Family Foundation. (Sumber: reuters, Ed.: ml/hp)
Foto: Reuters/M. Sezer
9 foto1 | 9
Hari Kamis (19/12), pemerintah Cina menyanggah komentar Mueller-Römer.
"Pernyataan yang dibuat oleh orang Jerman ini hanya omong kosong," kata Geng Shuang, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Cina.
Ketua Klub Wolf mengatakan komentar Mueller-Römer adalah "pendapat pribadi" yang tidak mencerminkan sikap tim, yang kota asalnya merupakan kota kembar dengan Beijing.
Keputusan Köln untuk membatalkan usaha Cina itu menyusul pernyataan pemain Arsenal asal Jerman, Mesut Özil yang mengecam keras tindakan keras Cina terhadap minoritas Muslim Uighur di wilayah barat Xinjiang. Beijing menghadapi kecaman internasional karena membangun kamp di Xinjiang, yang menurut para kritikus sebagai tempat dilakukannya sinofikasi Islam, demi mendukung Partai Komunis yang berkuasa, dan mengintegrasikannya dengan budaya Han, etnis mayoritas di Cina.
Özil, warga Jerman berlatar belakang Turki mencuitkan dalam bahasa Turki, "Alquran dibakar... Masjid-masjid ditutup... Sekolah-sekolah muslim dilarang ... Cendekiawan religius dibunuh satu per satu... Saudara-saudara secara paksa dikirim ke kamp-kamp".
Televisi milik pemerintah Cina membatalkan rencana untuk menyiarkan pertandingan Arsenal hari Minggu lalu, dan diskusi tentang topik itu sekarang disensor di Cina. Sosok Özil bahkan telah dihapus dari game mobile populer versi Cina Pro Evolution Soccer (PES).