Sebuah fenomena kosmik yang tidak terlihat dalam 36 tahun - "Super Blue Blood Moon" yang langka - mungkin akan terlihat sekilas pada 31 Januari 2018 di bagian barat Amerika Utara, Asia, Timur Tengah, Rusia dan Australia.
Iklan
Kejadian ini menimbulkan keramaian karena gerhana tersebut menggabungkan tiga peristiwa bulan yang tidak biasa, yaitu supermoon ekstra besar, bulan biru dan gerhana bulan total. Selain itu banyak rumor yang beredar mengaitkan fenomena gerhana bulan dengan gempa bumi.
Gerhana bulan dan gempa bumi
Sudah lama gerhana bulan dikait-kaitkan dengan terjadinya gempa. Apalagi gempa dan tsunami Aceh pada 26 Desember 2004 juga terjadi 2 pekan sebelum supermoon 10 Januari 2005. Pun dengan gempa 9 SR di Jepang pada 11 Maret 2011.
Peneliti Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Danny Hilman Natawidjaja menegaskan, tidak ada kaitan antara kedua fenomena alam tersebut. "Tidak ada kaitannya. Itu suatu perkiraan orang dihubung-hubungkan orang," ujar Danny.
Senada, Kepala Bagian Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko, menegaskan kedua hal tersebut terlalu jauh untuk dikaitkan. "Sejauh ini tidak ada kaitannya. Yang satu fenomena astronomi yang satu fenomena terkait geologi. Jadi dua hal yang berbeda," kata Hary kepada Liputan6.com.
Peristiwa Langit Paling Keren di Tahun 2018
Tahun 2018 penduduk Indonesia di belahan langit selatan bakal dianugerahi dua gerhana bulan sekaligus dan beragam hujan meteor. Simak peristiwa langit paling keren di 2018 yang tidak boleh anda lewatkan.
Foto: picture-alliance/dpa
Bulan Super - 1 dan 2 Januari
Pada malam pergantian tahun manusia akan dihibur dengan fenomena Bulan Super yang terjadi pada tanggal 1 Januari di belahan langit barat dan 2 Januari di timur. Pada hari-hari ini bulan akan mengorbit Bumi dari jarak yang paling dekat dan sebab itu akan tampak lebih cerah dan lebih besar dari biasanya. Fenomena serupa akan berulang pada tanggal 31 Januari.
Foto: Yasuyoshi Chiba/AFP/Getty Images
Gerhana Bulan Total - 31 Januari
Pada akhir Januari penduduk Indonesia akan dapat menyimak gerhana bulan total. Fenomena unik ini muncul ketika bulan menghilang secara perlahan di balik bayangan Bumi dan kembali tampil dengan warna merah atau kecokelatan. Di Indonesia gerhana bulan total bisa disimak pada 31 Januari mulai pukul 19:00 hingga 21:00 WIB
Foto: Reuters/H. Hanschke
Eta Aquarid - 6 dan 7 Mei
Saban tahun Bumi disambangi Eta Aquarid, sebuah fenomena hujan meteor yang pada puncaknya bisa menampilkan hingga 60 kilatan meteor per jam. Peristiwa tahunan ini tercipta ketika partikel debu yang ditinggalkan ekor komet Halley terbang melewati atmosfir Bumi. Puncak hujan meteor di langit selatan akan terjadi pada tanggal 6 Mei menjelang matahari terbit.
Foto: picture-alliance/dpa/D. Reinhardt
Oposisi Jupiter - 9 Mei
Raksasa gas terbesar di tata surya ini akan tampil di jarak terdekat dengan Bumi pada 9 Mei 2018. Pada saat itu Jupiter akan berada di posisi yang bersebrangan dengan matahari dan sebabnya akan bisa dilihat sepanjang malam. Ini adalah kesempatan terbaik buat mengamati Jupiter dan empat bulan terbesarnya, yakni Io, Europa, Ganymede dan Callisto.
Foto: NASA/ESA/E. Karkoschka/Handout via Reuters
Gerhana Bulan Total - 27 Juli
Untuk kedua kalinya di tahun 2018 penduduk di belahan langit selatan bisa menyimak Gerhana Bulan Total, meski hanya untuk sesaat. Fenomena ini muncul di Indonesia pada pukul 02:13, mencapai puncaknya pada pukul 03:20 dan berakhir pada pukul 04:13 WIB.
Foto: Getty Images/David McNew
Oposisi Mars - 27 Juli
Pertengahan tahun ini Mars akan berada di posisi terdekat dari Bumi. Saat itu cahaya Matahari akan menyinari permukaan planet merah itu secara penuh dan sebabnya terlihat mencolok di langit Bumi. Oposisi Mars biasanya muncul setiap 780 hari atau 26 bulan. Tanpa teleskop, peristiwa unik ini bisa disimak dengan mata telanjang di daerah gelap dan jauh dari polusi cahaya perkotaan.
Foto: cc by sa NASA/JPL/MSSS & User:DrLee
Ramai Hujan Meteor - Agustus/Desember
Di penghujung tahun Bumi akan disinggahi beragam hujan meteor. Dimulai dengan Delta Aquarid pada 28 Juli, manusia bisa menyimak kedatangan hujan meteor Perseid pada 12 Agustus, Drakonid pada 8 Oktober, Taurid pada 5 November, Leonid pada 17 November dan Geminid pada 13 Desember 2018. (rzn/as - nasa, eso, space.com, earthsky)
Foto: picture-alliance/dpa
7 foto1 | 7
Tiga peristiwa lunar sekaligus
"Ini trifekta astronomis," kata Kelly Beatty, editor senior majalah Sky and Telescope. Bulan biru terjadi saat ada bulan purnama kedua dalam satu bulan. Biasanya bulan biru terjadi setiap dua tahun delapan bulan.
Bulan purnama ini juga yang ketiga dalam rangkaian "supermoon" yang terjadi saat bulan dalam posisi terdekat dengan Bumi di orbitnya. Titik ini disebut titik lintasan dan membuat bulan terlihat 14 persen lebih besar dan 30 persen lebih terang.
Selama gerhana, bulan akan masuk melalui bayangan Bumi, dan secara perlahan mengubah cahaya putih menjadi oranye atau merah. "Cahaya merah yang Anda lihat adalah sinar matahari yang melewati dan dipantulkan atmosfer Bumi ke ruang angkasa sampai bulan," kata Alan MacRobert dari majalah Sky and Telescope.
Inilah Teleskop Terbesar Sejagad
Sebuah teleskop raksasa sedang dibangun di Chile. Dengan cermin selebar 39 meter, ELT diyakini akan merevolusi pemahaman manusia tentang alam semesta, serupa hasil teropongan Galileo 400 tahun lalu
Foto: ESO/L. Calçada
Mata Manusia di Alam Semesta
Tidak lama lagi ilmuwan akan mampu melihat lebih jauh ke kedalaman alam semesta dengan teleskop terbesar sejagad di Chile. Setelah proses perencanaan yang berlangsung alot, kini Observatorium Selatan Eropa meresmikan peletakan batu pertama. Jika semua berjalan lancar, ELT akan mulai bisa dioperasikan pada 2024.
Foto: ESO/L. Calçada
Cermin Raksasa
ELT atau Extremly Large Telescope dilengkapi dengan lima cermin raksasa yang berdiameter 39 meter yang terdiri atas 798 keping berbentuk heksagon selebar 1,4 meter. Materi dasarnya merupakan sejenis keramik bernama Zerodur. Sebagai perbandingan, teleskop terbesar saat ini hanya memiliki cermin berdiameter 10 meter.
Foto: ESO/L. Calçada/ACe Consortium
Teknologi Teranyar
Teknologi yang digunakan ELT tergolong paling mumpuni. Dua jenis spektograf teranyar ikut melengkapi teknologi optik adaptif yang digunakan untuk mengoreksi gangguan atmosfer. Modul optik adaptif yang mengandalkan cermin lunak ini diberi nama Maori dan memiliki ukuran sebesar rumah.
Foto: ESO/L. Calçada
Akurasi Tingkat Tinggi
Untuk pembuatan cermin, ESO menggaet perusahaan Jerman Schott AG yang memiliki hak paten atas Zerodur, serta perusahaan Perancis Safran Reosc yang berpengalaman memoles cermin teleskop. Cermin ELT akan dipoles rata dengan batas toleransi hanya 10 nanometer. Artinya jika ukuran cermin seluas Perancis, maka cacat pada permukaan cermin hanya boleh sebesar seekor kumbang.
Foto: ESO/L. Calçada
Di Puncak Gunung di Tengah Gurun
Sebanyak 16 negara ikut terlibat mengembangkan teleskop raksasa untuk ESO. Fase pertama pembangunan diperkirakan bakal menelan biaya satu miliar Euro. Untuk memaksimalkan potensinya, ELT dibangun di puncak gunung Cerro Armazonas di kawasan gurun Atacama pada ketinggian 3048 meter dari permukaan laut.
Foto: ESO/L. Calçada/ACe Consortium
Melacak Kehidupan Lain
Salah satu tujuan pembangunan ELT adalah untuk mencari kehidupan lain di alam semesta. Teleskop super ini mampu membuat citra akurat dari eksoplanet di luar sistem tata surya dan mempelajari karakter atmosfernya. ESO meyakini ELT akan merevolusi pemahaman kita terhadap semesta serupa teleskop yang digunakan Galileo sekitar 400 tahun yang lalu.
Foto: picture-alliance/dpa
Menguak Misteri Alam Semesta
Selain itu ELT juga bakal ditugaskan mengungkap rahasia materi gelap dengan memotret cahaya pertama di semesta yang dipancarkan bintang dan galaksi primordial. ELT juga akan membantu ilmuwan mengumpulkan informasi yang lebih akurat dari fenomena lubang hitam. Menurut ESO, salah satu bidang studi paling mendebarkan yang melibatkan ELT adalah laju percepatan ekspansi alam semesta.
Foto: ESO/L. Calçada/N. Risinger (skysurvey.org)
7 foto1 | 7
"Dengan kata lain, sinar ini berasal dari sinar matahari pagi dan sore yang saat itu meyoroti bumi," terangnya.
Sejajarnya matahari, bulan, dan Bumi akan berlangsung selama satu jam 16 menit dan akan terlihat sebelum matahari terbit di seluruh Amerika Serikat bagian barat dan Kanada.
Negara-negara yang menyaksikan gerhana
Negara-negara yang berada di Timur Tengah, Asia, Rusia bagian timur, Australia, dan Selandia Baru dapat melihatnya pada malam hari, saat bulan muncul. Di Indonesia sendiri, secara keseluruhan, peristiwa gerhana dari fase awal hingga akhir akan terjadi selama sekitar enam jam pada 31 Januari 2018 mulai pukul 17.00 WIB sampai 23.00 WIB.
Pada fase purnama sekitar pukul 20.30 WIB, gerhana bulan total akan berada pada fase puncak. Peristiwa tersebut akan berlangsung kurang lebih 77 menit, di mana masyarakat di seluruh wilayah Indonesia akan melihat bulan berubah warna menjadi merah.
Tidak seperti gerhana matahari, gerhana bulan ini bebas dilihat mata manusia tanpa mengunakan pelindung.
Legenda Unik Gerhana Matahari
Gerhana matahari 2016 merupakan fenomena alam sangat istimewa, karena kali ini Indonesia jadi tuan rumahnya. Sejumlah legenda tentang gerhana dikisahkan turun-menurun di belahan dunia. Apa saja?
Foto: G. Wood/AFP/Getty Images
Batara Kala
Salah satu dongeng favorit di Indonesia saat gerhana tiba adalah kisah raksasa Batara Kala yang ketahuan mencuri air abadi di surga dan dipenggal kepalanya oleh Batara Wisnu, akibat aduan Batara Surya dan Batara Candra kepada Batara Guru. Kepalanya yang tetap hidup melayang di angkasa dan bernafsu menelan keduanya.
Foto: G. Wood/AFP/Getty Images
Membunyikan Tetabuhan
Di Bangka Belitung, legendanya pun sama. Hanya saja raksasanya disebut Rau. Tak jauh beda, di Halmahera, dikisahkan gerhana terjadi karena setan menelan matahari. Dari mitos itu di beberapa daerah terdapat ritual mirip, yakni membuat bunyi-bunyian agar setan atau raksasa menjadi takut.
Foto: AFP/Getty Images/N. Maeterlinck
Dewa Ngamuk
Di Yunani, ada mitos pula tentang gerhana, dimana gerhana matahari dianggap sebagai tanda bahwa dewa-dewa tengah murka. Dikisahkan, pada zaman dahulu kala masyarakat percaya bahwa gerhana merupakan pertanda datangnya bencana.
Foto: imago/A. Neumeier
Serigala Mengejar Matahari
Dongeng tentang gerhana yang tak kalah ngetop adalah legenda bangsa Viking. Diceritakan serigala Skoll megejar-ngejar Dewa matahari Sol dan berhasil menangkapnya, maka terjadilah gerhana. Seperti di Indonesia, penduduk juga membuat kegaduhan. Mereka menabuh panci atau wajan, agar serigala jadi takut dan mengembalikan matahari.
Foto: picture-alliance/AP Photo
Perang Bulan dan Matahari
Di Togo dan Benin, kisahnya juga unik. Diceritakan gerhana terjadi akibat matahari dan bulan bertempur. Lalu orang-orang berusaha untuk menghentikan pertempuran itu.
Foto: Fotolia/miket
Keseimbangan Alam
Suku Navajo menganggap tatanan kosmis alam semesta sebagai pokok keseimbangan. Fenomena seperti gerhana dianggap sebagai bagian dari hukum alam, dimana masyarakat sebaiknya mengikuti dengn berhenti sejenak drai berkegiatan rutin. Mereka biasanya menyanyi, menahan dirid ari kantuk, lapar dan haus.
Foto: AFP/Getty Images/M. Antonov
Perahu Cahaya Matahari
Pada malam hari, Dewa Matahari Ra melakukan perjalanan perahu di angkasa dengan membawa cahaya. Tiba-tiba Dewa Ular yang jahat, Apep, menghentikan perjalanan itu dan melahap Ra. Gerhana matahari dianggap ketika Apep berada di atas angin, meskipun Ra selalu akhirnya berhasil melarikan diri.
Foto: DW/E. Lehmann
Upaya Memperlambat Matahari
Orang-orang Maori dari Selandia Baru menceritakan kisah tentang pahlawan Maui yang sering mendengar saudara-saudaranya meratapi kurangnya cahaya di siang hari. Dia dan saudaranya menjinakkan matahari, hingga matahari melemah dan tak bisa balapan lagi di angkasa.