Sejumlah fungsioner FIFA ditangkap karena diduga melakukan korupsi. Ditambah lagi dengan penyelidikan kehakiman Swis menyangkut penentuan lokasi Piala Dunia 2018 dan 2022. Ini sudah kelewatan! Perspektif Stefan Nestler.
Iklan
Federasi Sepak Bola Internasional FIFA korup sampai jajaran pimpinan teratasnya. Sejumlah fungsionaris jajaran puncak organisasi sepakbola internasional itu ditangkap, hanya beberapa hari sebelum digelarnya kongres di Zürich. Tuduhannya: selama bertahun-tahun mereka merekayasa pemberian hak penyiaran dan pemasaran bagi turnamen sepak bola di Amerika Utara, Tengah dan Selatan. Sebagai imbalannya mereka mengantongi uang sogok lebih dari 100 juta Dolar.
Dua dari delapan wakil presiden komite eksekutif FIFA juga termasuk yang ditangkap. Seorang dari mereka, Jeffrey Webb yang menjabat kepala ikatan sepak bola Amerika Utara dan Tengah serta Karibia dianggap orang kepercayaan Presiden FIFA, Joseph Blatter. Tetapi Blatter yang warga Swiss tidak termasuk dalam daftar orang-orang yang dituduh korupsi.
Itu tidak mengherankan. Dalam 17 tahun terakhir, kapan saja fungsioner FIFA terbukti menerima sogokan, Blatter pasti lolos. Kesannya, seolah ia memiliki mantel pelindung yang tak kasat mata. Hanya sekali ia berada dalam keadaan terjepit, yaitu ketika terbukti ia setidaknya tahu, bahwa fungsioner tingkat atas mendapat sogokan dari mitra pemasaran FIFA, ISL.
Bagi FIFA, uang sogokan yang diterima dianggap "provisi“ seperti halnya yang diperoleh seorang makelar. 2010 Blatter membayar uang jaminan senilai satu juta Euro dan dengan langkah itu, bebas dari tuntutan. Selain dari satu kasus itu, Blatter ibaratnya hanya perlu tersenyum maka semua krisis akan berlalu. Padahal krisis yang dihadapi FIFA cukup banyak. Terakhir krisis menyangkut pemberian hak penyelenggaraan Piala Dunia 2018 kepada Rusia, dan tahun 2022 kepada Qatar. Sekarang kehakiman Swiss mengadakan penyidikan resmi dalam kasus-kasus ini. Dugaannya: penyogokan.
Dibayangi hingar bingar penangkapan fungsioner FIFA sebelum kongres diselenggarakan, akan sangat mengherankan jika Blatter terpilih untuk ke lima kalinya menjadi presiden FIFA dalam kongres di Zürich. Tapi Blatter (79) bisa sepenuhnya mengandalkan dukungan wakil dari Afrika, Asia, Amerika Utara, Tengah dan Selatan. Mereka pasti memberikan dukungan bagi Blatter. Sementara Eropa, yang ingin mengenyahkan Blatter, terbukti ibaratnya macan ompong.
Jika Blatter bekerja di perusahaan yang dipimpin dengan baik, pasti ia sudah lama didepak. Dan kalau saja ia tahu adat, ia sudah mengundurkan diri secara sukarela. Tapi FIFA memang tidak bersih. Apa lagi yang harus terjadi, supaya kandang itu akhirnya dibersihkan? Pembersihan diri tidak ada, walaupun FIFA punya komisi etik. Kemungkinan hanya revolusi yang bisa menolong. Enyahkan saja FIFA!
Skandal FIFA di Era Blatter
Joseph Blatter jadi pemimpin Federasi Sepak Bola Internasional FIFA sejak 17 tahun terakhir. Penangkapan tujuh fungsionernya hanya satu dari banyak skandal FIFA sejak dipimpin Blatter. Lihat Skandal lainnya di sini!
Foto: Getty Images
1997: Havelange Presiden, Blatter Sekjen
Sebelum masa pimpinannya dimulai, Blatter sudah terlibat skandal yang diawali oleh pendahulunya, Joao Havelange dan mantan menantunya Ricardo Teixeira. Dua pria itu mengantungi jutaan Dolar sogokan dari pemasaran Piala Dunia. Blatter yang waktu itu jadi sekjen lolos dari tuntutan, walaupun kirim kembali 1,5 juta Swiss Franc ke Havelange dan jelas tahu masalah sogokan. Foto: Joao Havelange.
Foto: picture-alliance/dpa
1998:Blatter Jadi Presiden FIFA
Tahun 1998 menjelang Piala Dunia di Perancis, Blatter terpilih jadi presiden FIFA, dan mengalahkan saingannya, ketua UEFA Lennart Johansson. Sampai sekarang, tuduhan bahwa tiap anggota delegasi Afrika dapat sogokan 50.000 Dolar masih terdengar. Namun Blatter selalu menampik tuduhan. Foto: Timnas Perancis, juara Piala Dunia 1998.
Foto: AP
2006: "Komisi" bagi Wapres Jack Warner
Wapres FIFA Jack Warner ambil alih pemasaran tiket Piala Dunia di negara asalnya Trinidad dan Tobago. Bisnis keluarganya mengantungi komisi 900.000 Dolar. Tapi penyelidik FIFA hanya temukan bukti yang beratkan putra Warner. Ketika itu Warner anggota komite eksekutif FIFA. Ia lolos dan hanya dapat peringatan. Foto: Jack Warner
Foto: Getty Images/AFP/L. Acosta
2010: Keputusan Piala Dunia 2018 dan 2022
Keputusan Piala Dunia 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar jadi kepala berita. Sebelum pengumuman, dua anggota komisi eksekutif diberhentikan karena korupsi. FIFA juga selidiki tuduhan terhadap Rusia dan Qatar. Kecurigaan masih ada hingga kini, walaupun penyidik tidak temukan bukti. Foto: Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani (kiri), Wakil PM Rusia Igor Shuvalov pegang Piala Dunia (02/12/2010).
Foto: AFP/Getty Images/F. Coffrini
2011: Mohammad bin Hammam Saingi Blatter
Mohammad bin Hammam dari Qatar maju saingi Blatter untuk jadi presiden FIFA. Menjelang pemilihan, Hammam dihadapkan dengan tuduhan korupsi dari Karibia. 35 suara dari Konfederasi Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Tengah dan Karibia (CONCACAF) pengaruhnya besar. Blatter janji berikan sumbangan $1 juta bagi asosiai itu. Bin Hammam berusaha berikan $40,000. Rencananya terungkap. Foto: Hammam.
Foto: Saeed Khan/AFP/Getty Images
2014: Skandal Tiket Piala Dunia
Tahun 2014, sejumlah laporan dari Brazil mengungkap penyebaran ilegal tiket pertandingan turnamen Piala Dunia yang jadi wewenang presiden perhimpunan Sepak Bola Argentina, Julio Grondona. Sejak 2011 berlangsung penyidikan terhadap Grondona yang dituduh korupsi, tetapi vonis tidak pernah dijatuhkan. Grondona meninggal 30 Juli 2014. Foto: Julio Grondona.