Sepp Blatter kembali terpilih menjadi presiden FIFA, setelah lawannya Prince Ali mengundurkan diri dalam putaran kedua. Tidak heran, posisi presiden menjadi incaran. FIFA adalah perusahaan multinasional berkocek tebal.
Iklan
Presiden Federasi Sepakbola Internasional (FIFA) tidak cuma sedang menunggangi sebuah organisasi berkocek tebal, tetapi juga dibekali pengaruh yang menggurita hingga ke ujung bumi.
Padahal konsep bisnis organisasi yang bermarkas di Swiss itu tergolong sederhana. Setiap kali Piala Dunia diselenggarakan, FIFA selalu kebanjiran duit. Organisasi yang memayungi federasi sepakbola di 209 negara itu menggantungkan tanggungjawab pembiayaan Piala Dunia kepada masing-masing penyelenggara.
Siapapun yang ingin mendapat hak menyelenggarakan Piala Dunia, harus menjanjikan pembebasan pajak untuk FIFA. Tahun 2006 di Jerman, badan dunia itu dibebaskan dari tunggakan pajak senilai 250 juta Euro. Tidak berbeda dengan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan dan Brasil.
Cadangan Dana Bernilai Trilyunan
Selain itu FIFA juga mewajibkan negara penyelenggara agar membuka zona bebas pajak di sekitar stadion Piala Dunia. Yang paling diuntungkan dalam kasus ini adalah mitra dan sponsor FIFA yang bisa meraup keuntungan penuh.
Tapi kocek terbesar berasal dari hak siar yang bernilai selangit. Tahun 2014, FIFA mendapatkan sekitar 742 juta Dolar AS. Ditambah dengan hak marketing senilai 465 juta Dolar AS, FIFA tahun 2014 silam mencatat pemasukan sebesar 1,9 miliar Dolar AS.
Saat ini cadangan dana yang dikuasai oleh FIFA ditaksir bernilai 1,52 miliar Dolar AS atau sekitar 15 triliyun Rupiah.
Mesin Uang Berkat Adidas
Dilahirkan sebagai organisasi nirlaba, FIFA menjelma menjadi "mesin uang" sejak tahun 1974 pada Piala Dunia di Jerman. Saat itu fungsionaris Brasil, Joao Havelange baru saja terpilih sebagai presiden.
Jerman kemudian menawarkan konsep baru buat marketing yang digagas oleh Horst Dassler, putra dari pendiri Adidas, Adolf Dassler. Ia menyadari potensi ekonomi FIFA dan mulai mengumpulkan sponsor-sponsor besar.
Rencana Dassler sederhana. Ia ingin mengkoleksi perusahaan multinasional yang siap membayar mahal untuk hak ekslusif. Sebagai gantinya mereka mendapat hak marketing, ratusan tiket gratis dan bisa mengundang tamu perusahaan untuk acara ekslusif. Selain itu sponsor juga mendapat hak untuk menggunakan logo Piala Dunia dalam iklan-iklannya.
Saat ini FIFA dibekingi oleh Adidas, Coca-Cola, maskapai Emirates, raksasa elektronik Sony, produsen otomotif Hyundai dan kartu kredit Visa.
Skandal FIFA di Era Blatter
Joseph Blatter jadi pemimpin Federasi Sepak Bola Internasional FIFA sejak 17 tahun terakhir. Penangkapan tujuh fungsionernya hanya satu dari banyak skandal FIFA sejak dipimpin Blatter. Lihat Skandal lainnya di sini!
Foto: Getty Images
1997: Havelange Presiden, Blatter Sekjen
Sebelum masa pimpinannya dimulai, Blatter sudah terlibat skandal yang diawali oleh pendahulunya, Joao Havelange dan mantan menantunya Ricardo Teixeira. Dua pria itu mengantungi jutaan Dolar sogokan dari pemasaran Piala Dunia. Blatter yang waktu itu jadi sekjen lolos dari tuntutan, walaupun kirim kembali 1,5 juta Swiss Franc ke Havelange dan jelas tahu masalah sogokan. Foto: Joao Havelange.
Foto: picture-alliance/dpa
1998:Blatter Jadi Presiden FIFA
Tahun 1998 menjelang Piala Dunia di Perancis, Blatter terpilih jadi presiden FIFA, dan mengalahkan saingannya, ketua UEFA Lennart Johansson. Sampai sekarang, tuduhan bahwa tiap anggota delegasi Afrika dapat sogokan 50.000 Dolar masih terdengar. Namun Blatter selalu menampik tuduhan. Foto: Timnas Perancis, juara Piala Dunia 1998.
Foto: AP
2006: "Komisi" bagi Wapres Jack Warner
Wapres FIFA Jack Warner ambil alih pemasaran tiket Piala Dunia di negara asalnya Trinidad dan Tobago. Bisnis keluarganya mengantungi komisi 900.000 Dolar. Tapi penyelidik FIFA hanya temukan bukti yang beratkan putra Warner. Ketika itu Warner anggota komite eksekutif FIFA. Ia lolos dan hanya dapat peringatan. Foto: Jack Warner
Foto: Getty Images/AFP/L. Acosta
2010: Keputusan Piala Dunia 2018 dan 2022
Keputusan Piala Dunia 2018 di Rusia dan 2022 di Qatar jadi kepala berita. Sebelum pengumuman, dua anggota komisi eksekutif diberhentikan karena korupsi. FIFA juga selidiki tuduhan terhadap Rusia dan Qatar. Kecurigaan masih ada hingga kini, walaupun penyidik tidak temukan bukti. Foto: Emir Qatar Sheikh Hamad bin Khalifa al-Thani (kiri), Wakil PM Rusia Igor Shuvalov pegang Piala Dunia (02/12/2010).
Foto: AFP/Getty Images/F. Coffrini
2011: Mohammad bin Hammam Saingi Blatter
Mohammad bin Hammam dari Qatar maju saingi Blatter untuk jadi presiden FIFA. Menjelang pemilihan, Hammam dihadapkan dengan tuduhan korupsi dari Karibia. 35 suara dari Konfederasi Asosiasi Sepak Bola Amerika Utara, Tengah dan Karibia (CONCACAF) pengaruhnya besar. Blatter janji berikan sumbangan $1 juta bagi asosiai itu. Bin Hammam berusaha berikan $40,000. Rencananya terungkap. Foto: Hammam.
Foto: Saeed Khan/AFP/Getty Images
2014: Skandal Tiket Piala Dunia
Tahun 2014, sejumlah laporan dari Brazil mengungkap penyebaran ilegal tiket pertandingan turnamen Piala Dunia yang jadi wewenang presiden perhimpunan Sepak Bola Argentina, Julio Grondona. Sejak 2011 berlangsung penyidikan terhadap Grondona yang dituduh korupsi, tetapi vonis tidak pernah dijatuhkan. Grondona meninggal 30 Juli 2014. Foto: Julio Grondona.