1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikFilipina

Filipina Mendekat ke AS dan Jepang Imbangi Dominasi Cina

23 Februari 2023

Kebijakan luar negeri Filipina di bawah Presiden Marcos Jr. menjauh dari sikap pro Cina presiden sebelumnya, Duterte. Usai berbagai insiden di kawasan sengketa Laut Cina Selatan, Manila mendekat ke Tokyo dan Washington.

Presiden Filipina Marcos Jr. (kiri) bertemu dengan Presiden AS Joe Biden di New York
Presiden Filipina Marcos Jr. (kiri) bertemu dengan Presiden AS Joe Biden (kanan) di New York, September 2022 Foto: Evan Vucci/AP/picture alliance

Dalam pidato kenegaraan pertamanya pada Juli 2022, Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengatakan bahwa Filipina adalah "teman bagi semua orang dan bukan musuh bagi siapa pun". Selanjutnya dia mengatakan juga, "Tapi kami tidak akan goyah, kami akan berdiri teguh dalam kebijakan luar negeri kami yang independen, dengan kepentingan nasional sebagai panduan utama kami. Kami berkomitmen untuk menjaga hubungan baik dengan seluruh dunia.”

Di bawah pendahulunya, mantan Presiden Rodrigo Duterte, urusan dalam negeri FilipIna didominasi oleh "perang melawan narkoba", berupa kampanye anti narkoba brutal yang menyebabkan ribuan pembunuhan ilegal yang terjadi di seluruh negeri.

Meskipun Duterte ketika itu juga menyatakan bahwa Manila memiliki kebijakan luar negeri yang independen, banyak analis politik ketika itu memandang dia cenderung memiliki sikap pro Cina, sehingga merenggangkan hubungannya dengan Amerika Serikat.

Victor Andres "Dindo" Manhit, analis politik dan CEO dari firma konsultan Stratbase Group, mengatakan kepada DW bahwa dia yakin ada perbedaan yang besar antara mantan presiden dan presiden saat ini.

"Duterte dan Marcos menggunakan istilah kebijakan luar negeri yang independen, tetapi dalam kasus Duterte itu lebih ke arah anti Amerika, tidak benar-benar independen, karena bergeser ke arah Cina," katanya. Padahal Cina telah menimbulkan ancaman keamanan terhadap "integritas zona ekonomi eksklusif Filipina dan wilayah tertentu di wilayah maritim".

Menurut Manhit, kebijakan Marcos Jr. berbeda. "Dia [Marcos] lebih menerima bahwa kita hidup di dunia multipolar dan di dunia seperti ini, dia perlu terlibat dengan negara-negara yang dapat melayani kepentingan nasional Filipina," tambahnya.

Kunjungan Marcos Jr. ke Beijing, Januari 2023Foto: Shen Hong/Xinhua/picture alliance

Ketegangan Laut Cina Selatan

Belakangan, ketegangan antara Filipina dan Cina terkait Laut Cina Selatan meningkat. Pemerintahan Marcos Jr. baru-baru ini memanggil Duta Besar Cina, Huang Xilian. Penjaga pantai Filipina mengeluh bahwa pada 6 Februari lalu, saat berada di kawasan Beting Ayungin yang disengketakan di Laut Cina Selatan, penjaga pantai Cina menyorotkan laser tingkat militer dua kali ke kapal mereka dan sempat menyebabkan kebutaan sementara pada awaknya.

Namun, Cina berkilah dan menyebut laser itu bukan kelas militer dan digunakan untuk "keselamatan navigasi." Insiden itu terjadi satu bulan setelah Marcos Jr. mengunjungi Beijing dan bertemu dengan Presiden Xi Jinping.

Aries Arugay, profesor dan Ketua Departemen Ilmu Politik di Universitas Filipina Diliman, mengatakan reaksi Marcos Jr. merupakan tanda sikap yang berbeda terhadap Beijing. "Ini adalah tanda pertama bahwa Cina harus mundur dari kawasan pertikaian di Laut Cina Selatan. Provokasi semacam itu sebelumnya diremehkan oleh pemerintahan Duterte, tetapi tidak oleh pemerintahan Marcos,” kata Arugay.

Marcos Jr.: "Saya bekerja untuk Filipina"

Perselisihan maritim antara Filipina dan Cina bukan hal baru di Laut Cina Selatan. Tahun lalu saja, Manila mengajukan ratusan keluhan diplomatik ke Beijing. Namun, menurut Manhit dari Stratbase Group, insiden laser menunjukkan adanya pergeseran kebijakan.

"(Tanggapan) ini telah memberanikan perwira tingkat menengah (Filipina) untuk benar-benar berbicara tentang apa yang terjadi di Laut Cina Selatan. Penjaga pantai kami mulai melaporkan apa yang sebenarnya terjadi," katanya.

Marcos Jr. memang sedang meniti hubungan luar negeri baru dan belum lama ini berkunjung ke Tokyo. Manila dan Tokyo sepakat untuk memperkuat hubungan pertahanan. Selain itu, sekarang juga ada pembicaraan tentang perjanjian trilateral baru antara Jepang, Filipina, dan AS.

"Perjalanan ke Jepang hanya untuk membuka saluran komunikasi, untuk kerja sama pertahanan lebih lanjut, belum ada yang pasti terjadi, tetapi mungkin akan dipercepat, tergantung pada apa yang terjadi di Selat [Taiwan], dan jika Cina tetap agresif dan mengancam Jepang dan Filipina," kata Arugay.

Dalam dialog di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, Marcos Jr. menegaskan kembali pendiriannya. "Saya tidak bekerja untuk Beijing, saya tidak bekerja untuk Washington D.C., saya bekerja untuk Filipina. Saya mempromosikan kepentingan nasional," katanya.

(hp/yf)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait