WEF Prihatin dengan Mundurnya Kerjasama Internasional
Hardy Graupner
17 Januari 2019
Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) menyatakan, tidak pernah sebelumnya ada begitu banyak risiko serius. WEF khawatir, ketegangan geopolitik mengurangi kemampuan komunitas internasional menghadapi peristiwa bencana.
Iklan
Dalam Laporan Resiko Global terbaru dari World Economic Forum (WEF) memperingatkan bahwa memburuknya hubungan internasional bisa menghambat tindakan bersama di sejumlah besar tantangan serius yang dihadapi umat manusia. Laporan itu dirilis menjelang pertemuan tahunan WEF di Davos, Swiss.
Laporan itu adalah hasil survei yang didasarkan pada persepsi risiko dari sekitar 1000 orang ahli dan pembuat keputusan. Perang dagang yang dilancarkan AS, terutama terhadap Cina, menjadi perhatian utama.
WEF mengatakan, situasi perdagangan global memburuk dengan cepat pada tahun 2018. Pertumbuhan ekonomi tahun ini akan terhambat karena ketegangan geo-ekonomi. 88 persen responden yang disurvei memperkirakan akan terjadi erosi berkelanjutan dari aturan dan perjanjian perdagangan multilateral.
Mayoritas responden (85 persen) juga menyatakan khawatir, peningkatan resiko yang berasal dari konfrontasi politik antara kekuatan utama dunia akan memperuncing perbedaan pandangan tentang nilai-nilai fundamental.
"Dengan perdagangan global dan pertumbuhan ekonomi yang beresiko pada 2019, ada kebutuhan yang makin mendesak untuk memperbarui arsitektur kerja sama internasional," kata Presiden WEF Borge Brende. "Apa yang kita butuhkan sekarang adalah tindakan bersama untuk mempertahankan pertumbuhan dan mengatasi ancaman-ancaman besar yang dihadapi dunia hari ini."
Dari ancaman kejahatan cyber sampai perubahan iklim
Laporan Resiko Global WEF juga memberikan pandangan tentang resiko ancaman dan infratruktur keamanan data di dunia maya.
"Pendanaan infrastruktur yang terus-menerus kritis di seluruh dunia menghambat kemajuan ekonomi, membuat bisnis dan masyarakat lebih rentan terhadap serangan siber," kata John Drzik Marsh, lembaga mitra WEF. Tapi belum ada perkiraan konkret mengenai potensi ancaman itu.
Ancaman yang lebih konkret disampaikan mengenai konsekuensi dari perubahan iklim. Ada lima ancaman kategori tinggi yang disebutkan: hilangnya keanekaragaman hayati, peristiwa cuaca ekstrem, kegagalan mitigasi perubahan iklim, bencana buatan manusia dan bencana alam.
"Tidak mengherankan bahwa pada 2019 resiko lingkungan sekali lagi mendominasi daftar kekhawatiran utama," kata Alison Martin, Direktur Bidang Resiko di Zurich Insurance Group.
"Untuk menanggapi perubahan iklim secara efektif dibutuhkan peningkatan infrastruktur yang signifikan untuk beradaptasi dengan kondisi baru ini dan transisi ke ekonomi rendah karbon," tambahnya.
Kesenjangan investasi infrastruktur
Para peneliti memperkirakan, investasi infrastruktur secara global akan mencapai 18 triliun Dolar AS pada tahun 2040, sedangkan kebutuhan diproyeksikan sebesar 97 triliun Dolar AS.
Masalah dalam pembangunan perkotaan diprediksi akan meningkat, karena kenaikan permukaan laut menjadi ancaman bagi ekstraksi air tanah yang bersih, sementara lebih banyak infrastruktur dibutuhkan, misalnya untuk menghadapi amukan badai dan topan hebat yang mengancam keselamatan penduduk.
Laporan Resiko Global 2019 juga memperkirakan, banyak orang akan mengalami penurunan kesejahteraan psikologis dan emosional sebagai akibat dari dunia yang makin cepat berubah. Hal ini berkaitan dengan transformasi sosial, teknologi, dan transformasi besar di bidang kerja.
Tekanan psikologis yang dialami oleh banyak orang di berbagai bagian dunia berhubungan dengan "perasaan kurangnya kontrol dalam menghadapi ketidakpastian," kata laporan WEF. (hp/ts)
10 Kota Dengan Jejak Karbon Tertinggi Di Dunia
Kota-kota menyumbangkan sebagian besar emisi karbon global. 100 pusat perkotaan membentuk 18 persen emisi di seluruh dunia. Inilah 10 kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
10. Riyadh, Arab Saudi
Kota terbesar di Arab Saudi ini adalah juga kota paling tercemar, terutama karena aktivitas industrinya. Para peneliti menemukan bahwa kota berpenduduk padat menyumbang sebagian besar emisi total di sebuah negara. Area kota besar menghabiskan lebih dari 70 persen total energi dunia - yang berarti bahwa kota-kota metropolitan punya pengaruh besar mengubah situasi iklim global.
Foto: picture-alliance/AP Photo/M. Schreiber
9. Tokyo, Jepang
Hanya sekitar 2 persen mobil baru yang dijual di Tokyo ramah lingkungan. Daerah perkotaan Tokyo-Yokohama, dengan populasi urban terbesar dunia, memancarkan CO2 dalam jumlah besar setiap tahun - 62 juta ton untuk Tokyo saja. Tetapi Deklarasi Tokyo baru-baru ini memberi harapan: 22 metropolitan telah berkomitmen untuk mengatasi polusi udara dan mempromosikan kendaraan nol-emisi.
Foto: picture-alliance/dpa/M. Tödt
8. Chicago, Amerika Serikat
Inilah kota ketiga terpadat di AS, dan memiliki jejak karbon terbesar ketiga. Polusi di wilayah metropolitan Chicago meningkat secara signifikan antara 2014 dan 2016, menurut sebuah studi dari American Lung Association. Chicago juga digolongkan sebagai kota terkotor ketiga di AS. Lalu kota manakah yang kedua lainnya?
Foto: picture-alliance/AA/B. S. Sasmaz
7. Singapura
Banyak industri di Singapura masih terbelakang, menurut besarnya emisi emisi CO2. Sektor manufaktur akan mencapai 60 persen dari seluruh emisi kota ini pada tahun 2020. Tetapi pemerintah Singapura telah menyadari bahwa inilah saatnya untuk bertindak, dan menyatakan 2018 sebagai tahun aksi iklim. Singapura juga mengumumkan pajak karbon atas fasilitas-fasilitas yang sangat polutif.
Foto: picture-alliance/AP/Joseph Nair
6. Shanghai, Cina
Tidak mengherankan kalau Shanghai masuk peringkat 10 besar, karena kota ini termasuk kota terpadat dunia. Kemacetan telah menyebabkan masalah lingkungan yang serius, termasuk polusi udara dan air. Seperti di banyak kota Cina lainnya, pembangkit listrik dan lalu lintas adalah penyebab utama emisi karbonnya.
Foto: picture-alliance/Imaginechina/Z. Yang
5. Los Angeles, Amerika Serikat
Kualitas udara di kota ini digolongkan sebagai yang terburuk di AS. Tapi Negara Bagian California telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sampai 40 persen pada 2030. Terutama dengan menggunakan energi bersih dan mendukung mobil listrik atau hibrida. Gubernur California Jerry Brown telah mengambil peran utama dalam perang melawan perubahan iklim.
Foto: picture-alliance/Bildagentur-online/Rossi
4. Hong Kong, Cina
Wilayah otonomi khusus Cina ini berpenduduk padat. Ribuan kendaraan setiap hari memenuhi jalan. Selain itu, pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri memuntahkan asap dan mencemari udara. Menurut Departemen Perlindungan Lingkungan, sektor pengiriman kargo juga bertanggung jawab sampai 50 persen dari emisi karbon Hongkong.
Foto: picture alliance/dpa/L. Xiaoyang
3. New York, Amerika Serikat
Kota terpadat di AS ini menempati ranking ketiga dalam peringkat kota dengan jejak karbon tertinggi dunia. Tapi Los Angeles bekerja keras untuk mengurangi emisinya. Pada bulan Januari, pemerintah kota menggugat lima perusahaan minyak terbesar dunia - BP, Chevron, ConocoPhillips, ExxonMobil, dan Royal Dutch Shell - karena kontribusi mereka terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap kota.
Foto: picture-alliance/Sergi Reboredo
2. Guangzhou, Cina
Di kota terpadat ketiga di Cina ini, pabrik dan kendaraan terus menerus mengeluarkan emisi berbahaya. Smog menjadi pemandangan sehari-hari. Tapi Guangzhou telah berkomitmen untuk mengganti seluruh armada bus dan taksi berbahan bakar fosil dengan kendaraan listrik murni sampai tahun 2020. Langkah itu diambil setelah kampanye besar-besaran oleh kelompok-kelompok lingkungan seperti Greenpeace.
Foto: CC/Karl Fjellstorm, itdp-china
1. Seoul, Korea Selatan
Seoul adalah kota metropolitan dengan jejak karbon tertinggi di dunia. Polusi udara jadi masalah lingkungan dan kesehatan terbesar: Lebih 30.000 ton polutan berbahaya dikeluarkan ke udara hanya dari 10 pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam beberapa tahun terakhir, kota ini telah menghentikan operasi pembangkit listrik ini untuk mengatasi masalah tersebut. (hp/vlz)