Informasi dan foto bohong tentang peristiwa kekerasaan yang dialami warga Rohingya tersebar di dunia maya. Informasi menyesatkan ini berpotensi memicu ketegangan karena berupaya memanfaatkan sentimen warga.
Foto: Reuters/M. Ponir Hossain
Iklan
Peristiwa yang terjadi di Rakhine, Myanmar ramai dibahas di dunia maya. Sejumlah foto dan informasi yang menyesatkan beredar bebas dan berpotensi menyulut ketegangan dalam masyarakat Indonesia. Salah satunya bahkan mencantumkan berita utama yang seolah-olah berasal dari salah satu majalah tentang ancaman dari Biksu di Myanmar bahwa kekerasaan di Rohingya akan terjadi di Indonesia.
Informasi yang ingin memicu kemarahan warga tersebar di media sosialFoto: Twitter
Sebelumnya, Majelis-Majelis Agama Buddha Indonesia sudah mengantisipasi upaya memelintir isu Rohingya dengan 10 poin pernyataan tertulis. "Kami Pimpinan Majelis-majelis Agama Buddha Indonesia menyatakan krisis kemanusian di Rakhine bukanlah konflik agama melainkan konflik sosial dan kemanusiaan... Menolak segala bentuk provokasi untuk memperluas dan membawa isu konflik dan krisis Rakhine, Myanmar, ke Indonesia yang dapat mengganggu kerukunan hidup umat beragama di Indonesia," demikian sebagian kutipan yang dirilis hari Minggu lalu (03/09).
Figur Publikterjebak informasi palsu
Figur pPublik yang memiliki banyak pengikut di dunia sosial juga menjadi pihak yang paling riskan menyebarkan informasi sesaat. Pelakunya bisa jadi tokoh politik yang ingin memanfaatkan sentimen warga atas peristiwa yang dialami warga Rohingya. Peristiwa ini juga terjadi di Turki. Cuitan Wakil Perdana Menteri, Turkim Mehmet Simsek yang disertai unggahan empat foto yang disebutnya sebagai bukti pembersihan etnis Rohingya, menuai kritik yang mempertanyakan keaslian foto-foto tersebut.
Belakangan diketahui, sumber foto itu bukan berasal dari aksi kekerasaan terbaru di negara bagian Rakhine. Bahkan salah satu foto yang memperlihatkan perempuan menangisi seorang pria yang terikat di pohon berasal dari Aceh. Seperti dikutip dari BBC, foto itu diambil oleh fotografer Reuters, Juni 2003. Tiga hari setelah unggahan pertamanya, Simsek pun menghapus kicauannya dan segera meminta maaf, meski demikian hujatan terus berdatangan.
Foto dan informasi akurat mengenai peristiwa yang terjadi di Rakhine sebenarnya sulit didapat mengingat pemerintah Myanmar menutup akses terhadap media di kawasan Rakhine. Sebagian besar informasi di dapat dari lembaga lokal yang memiliki perwakilan di daerah konflik.
Warga Hindu Rohingya turut mengungsi ke Bangladesh akibat bentrokan yang terjadi di Rakhine.Foto: Abdul Aziz
Korban tak hanya Muslim Rohingya
Selain memelintir foto, ketidaktepatan lainnya yang sering tersebar adalah korban di Rakhine hanya kelompok minoritas Muslim Rohingya. Padahal konflik yang melanda Rakhine tak hanya mengorbankan warga Muslim Rohingya. Seperti dilansir AFP, komunitas kecil warga Hindu dan suku Mro yang menganut Buddha turut mengungsi akibat bentrokan antara militan Rohingya bernama ARSA dan militer Mynamar. Diperkirakan jumlahnya sekitar 11.000 orang. Keberadaan militan Rohingya juga tak sepenuhnya mendapat dukungan warga sipil Rohingya. "Kami tidak mengehendaki teroris," ucap warga Muslim Rohingya dari desa Maungni kepada AFP." Kami akan bekerja sama dengan etnis (Buddha) Rakhine. Kami sebelumnya layaknya sebuah keluarga dan saudara sebelum semua ini terjadi."
ts/rn (bbc,ape, afpe)
6 Kabar Hoax yang Menyulut Perang
Ia bisa memicu konflik, menggulingkan pemerintahan dan memecah belah satu bangsa: kabar bohong alias Hoax sejak lama ikut menggerakkan sejarah peradaban manusia. Inilah kisahnya:
Foto: Fotolia
Fenomena Beracun
Kabar bohong kembali mengalami kebangkitan di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Pada hakikatnya, berita palsu yang marak di media-media sosial saat ini tidak berbeda dengan propaganda hitam yang disebar buat memicu perang dan kebencian pada abad silam. Fenomena itu mengandalkan jumlah massa untuk membumikan sebuah kebohongan. Karena semakin banyak yang percaya, semakin nyata juga sebuah berita
Foto: Fotolia/svort
Oplah Berganda buat Hearst
Pada 1889 pengusaha AS William Hearst ingin agar AS mengobarkan perang terhadap Spanyol di Amerika Selatan. Untuk itu ia memanfaatkan surat kabarnya, Morning Journal, buat menyebar kabar bohong dan menyeret opini publik, antara lain tentang serdadu Spanyol yang menelanjangi perempuan AS. Hearst mengintip peluang bisnis. Karena sejak perang berkecamuk, oplah Morning Journal berlipat ganda
Kebohongan Memicu Perang Dunia
Awal September 1939, Adolf Hitler mengabarkan kepada parlemen Jerman bahwa militer Polandia telah "menembaki tentara Jerman pada pukul 05:45." Ia lalu bersumpah akan membalas dendam. Kebohongan yang memicu Perang Dunia II itu terungkap setelah ketahuan tentara Jerman sendiri yang membunuh pasukan perbatasan Polandia. Karena sejak 1938 Jerman sudah mempersiapkan pendudukan terhadap jirannya itu.
Foto: Getty Images/H.Hoffmann
Kampanye Hitam McNamara
Kementerian Pertahanan AS mengabarkan bahwa kapal perang USS Maddox ditembaki kapal Vietnam Utara pada 2 dan 4 Agustus 1964. Insiden di Teluk Tonkin itu mendorong Kongres AS menerbitkan resolusi yang menjadi landasan hukum buat Presiden Lyndon B. Johnson untuk menyerang Vietnam. Tapi tahun 1995 bekas menhan AS, Robert McNamara, mengakui insiden tersebut adalah berita palsu.
Foto: NATIONAL ARCHIVES/AFP/Getty Images
Kesaksian Palsu Nariyah
Seorang remaja putri Kuwait, Nariyah, bersaksi di depan kongres AS pada 19.10.1990 tentang kebiadaban prajurit Irak yang membunuh puluhan balita. Kesaksian tersebut ikut menyulut Perang Teluk. Belakangan ketahuan Nariyah adalah putri duta besar Kuwait dan kesaksiannya merupakan bagian dari kampanye perusahaan iklan, Hill & Knowlton atas permintaan pemerintah Kuwait.
Foto: picture alliance/CPA Media
Operasi Tapal Besi
April 2000 pemerintah Bulgaria meneruskan laporan dinas rahasia Jerman tentang rencana pembersihan etnis ala Holocaust oleh Serbia terhadap etnis Albania dan Kosovo. Buktinya adalah citra udara dari lokasi kamp konsentrasi. Laporan tersebut menggerakkan NATO untuk melancarkan serangan udara terhadap Serbia. Rencana yang diberi kode "Operasi Tapal Besi" itu tidak pernah terbukti hingga kini.
Foto: Yugoslav Army/RL
Bukti Kosong Powell
Pada 5 Februari 2003 Menteri Luar Negeri AS, Colin Powell, mengklaim memiliki bukti kepemilikan senjata pemusnah massal oleh Irak pada sebuah sidang Dewan Keamanan PBB. Meski tak mendapat mandat PBB, Presiden AS George W. Bush, akhirnya tetap menginvasi Irak buat meruntuhkan rejim Saddam Hussein. Hingga kini senjata biologi dan kimia yang diklaim dimiliki Irak tidak pernah ditemukan.