G20: Indonesia- Jerman Desak Kerjasama Multilateral
17 Februari 2017
Dalam pertemuan G20, Indonesia dan Jerman tekankan pentingnya kerjasama multilateral dalam mengatasi masalah-masalah global.
Iklan
"Kerjasama internasional adalah kunci untuk implementasi penuh dari agenda 2030," demikian pernyataan Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi dalam pertemuan tingkat menteri G20 di Bonn, Jerman. Pernyataannya senada dengan yang disebutkan Menteri Luar Negeri Jerman, Sigmar Gabriel bahwa tidak ada satu negara pun yang bisa memecahkan masalah-masalah seperti perubahan iklim, terorisme dan migrasi massal sendirian. "Ini hanya bisa dilakukan lewat kerjasama dan keterbukaan," ujar Sigmar Gabriel.
Secara resmi, agenda pembicaraan di Bonn salah satunya berfokus pada pencapaian 17 tujuan pembangunan berkelanjutan hingga tahun 2030. Termasuk di dalamnya, pengentasan kemiskinan dan upaya mengatasi dampak perubahan iklim.
Menteri Luar Negeri RI , Retno Marsudi menyatakan untuk mencapai 17 tujuan pembangunan yang menjadi agenda tahun 2030 itu membutuhkan langkah sinergis di tingkat nasional dan internasional. Langkah-langkah yang telah diambil Indonesia untuk mengimplementasikan agenda itu di antaranya: "Indonesia telah melibatkan semua pemangku kepentingan nasional, mulai dari tahap perumusan hingga tahap pelaksanaan berbagai agenda yang hendak dicapai tahun 2030 tersebut."
Selain itu, peta jalan, pendanaan, dan mekanisme pengawasan untuk pelaksanaan berbagai program telah disusun oleh pemerintah. "Indonesia telah melakukan proses inklusif melalui pendekatan bottom-up dalam merumuskan dan melaksanakan agenda 2.030 di dalam negeri dan berkomitmen untuk melaksanakannya dengan komitmen lebih tinggi, dibandingkan dengan tujuan sasaran pembangunan sebelumnya," ujar Menlu, Retno Marsudi.
Sementara itu, pada tingkat internasional, Menteri Luar Negeri RI mengundang para anggota G20 untuk terus menunjukkan komitmennya dalam melanjutkan kerjasama internasional yang saling menguntungkan. "Untuk memastikan keberhasilan agenda 2030 secara global, negara-negara anggota G20 harus dapat membantu negara-negara berkembang dengan memastikan pembangunan kapasitas yang memadai dan kerjasama dalam hal pendanaan dan teknologi untuk pelaksanaan agenda 2030 " tambah Retno Marsudi.
Fokus lain dalam pertemuan G20 adalah mengenali dan mencegah terjadinya krisis di masa depan, serta bantuan bagi Afrika. Solusi damai untuk konflik Suriah juga jadi agenda pembicaraan.
Rapor Kerja Pemimpin Asia
Asia bergolak berkat aksi presiden Filipina bantai gembong narkoba, perombakan mata uang di India dan konflik Laut Cina Selatan. Inilah rapor kerja pemimpin Asia 2016 menurut majalah Bloomberg.
Foto: picture-alliance/dpa/Jeon Heon-Kyun
Joko Widodo
Sempat tertatih di awal, Joko Widodo mulai menunjukkan taji politik dengan menggabungkan kekuatan beberapa partai dan menguasai dua pertiga kursi di DPR. Jokowi saat ini mencapai tingkat kepuasan publik sebesar 69% dan mampu mencatat pertumbuhan ekonomi di atas 5%. Namun tahun depan Jokowi harus membenahi perekonomian dan menghadapi desakan kelompok konservatif Islam, terutama di pilkada Jakarta
Foto: Reuters/Olivia Harris
Narendra Modi
Belum pernah ada figur yang mendominasi panggung politik India seperti Narendra Modi. Berbekal tingkat kepuasan sebesar 81%, Modi berani mengambil kebijakan yang tidak populer, seperti Demonetisasi mata uang pecahaan 500 dan 1000 Rupee buat mencegah tindak pemalsuan uang. Tahun 2016 India menikmati pertumbuhan ekonomi di atas 7%. Ekonomi tetap akan menjadi tantangan terbesar Modi buat tahun depan
Foto: Reuters/D. Siddiqui
Shinzo Abe
Abe mengalami pukulan telak ketika Presiden terpilih AS, Donald Trump, berjanji akan membatalkan Perjanjian Dagang Trans Pasifik Partnership yang ia gagas. Tingkat kepuasan publik atas kinerjanya juga menurun dan kini bertengger di kisaran 50%. Tahun depan Abe harus bisa bekerjasama dengan Trump dan membawa Jepang melintasi titian maut dalam hubungan pansnya dengan Cina.
Foto: Getty Images/AFP/R. Buendia
Xi Jinping
Presiden Cina, Xi Jinping, mengalami tahun baik selama 2016. Ia tidak hanya terpilih sebagai "pemimpin utama" oleh Partai Komunis yang menempatkannya sejajar dengan Mao Zedong atau Deng Xiaoping, Xi juga lihai memperluas pengaruh Cina di Eropa dan Afrika, serta dalam isu Laut Cina Selatan. Tahun depan Xi harus berhadapan dengan pemerintahan baru AS di bawah Donald Trump, yang merapat ke Taiwan.
Foto: Getty Images/AFP
Rodrigo Duterte
Duterte menikmati popularitas yang tinggi dengan tingkat kepuasan penduduk sebesar 83%. Ia banyak menuai kontroversi menyusul kebijakan berdarah dalam perang melawan narkoba yang hingga kini menelan lebih dari 5.000 korban jiwa. Duterte juga berani bercerai dengan Amerika Serikat dan mendekat ke Cina. Mencari jalan tengah antara dua kekuatan adidaya itu akan menjadi tugas terbesarnya tahun depan
Foto: Reuters/K. Nogi
Najib Razak
Selama 2016, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak sibuk mempertahankan jabatannya setelah didera tudingan korupsi senilai 1 miliar Dollar AS dari dana investasi 1MDB. Menurut Bloomberg, nasib Najib tahun depan akan bergantung pada kepiawaiannya memperbaiki situasi ekonomi penduduk pribumi yang menjadi basis suara terbesar koalisi Barisan Nasional.
Foto: Getty Images/AFP/N. Celis
Park Geun-hye
Belum pernah ada presiden Korea Selatan yang mencatat tingkat kepuasan publik serendah Park Geun-hye, yakni hanya 4%. Tidak ada pula pemimpin Asia lain yang mengalami nasib seburuk presiden Korsel ini selama 2016. Park dimakzulkan parlemen menyusul skandal korupsi yang menimpa teman-teman terdekatnya. Jika dikabulkan Mahkamah Konstitusi, pemakzulan itu akan mengakhri karir politik Park tahun 2017.