Doctors Without Borders (MSF) menarik timnya di perbatasan Belarus-Polandia setelah Warsawa memblokir akses bagi para pengungsi yang mencoba memasuki Uni Eropa. Beberapa orang dilaporkan tewas kedinginan di perbatasan.
Iklan
Meskipun mengetahui orang-orang di sepanjang perbatasan Belarusia-Polandia "sangat membutuhkan bantuan medis dan kemanusiaan," badan amal medis Doctors Without Borders (MSF) mengatakan pihaknya menarik tim tanggap daruratnya dari wilayah tersebut.
"Sejak Oktober, MSF telah berulang kali meminta akses ke area terbatas dan pos penjaga perbatasan di Polandia, tetapi tidak berhasil," kata Frauke Ossig, koordinator darurat badan amal MSF untuk Polandia dan Lithuania pada hari Kamis (06/01).
"Kami tahu bahwa masih ada orang yang melintasi perbatasan dan bersembunyi di hutan, membutuhkan bantuan, tetapi sementara kami berkomitmen untuk membantu orang-orang yang bergerak di mana pun mereka berada, kami belum dapat menjangkau mereka di Polandia," tambah Ossig.
MSF mengatakan prihatin bahwa membatasi akses organisasi-organisasi bantuan dapat mengakibatkan lebih banyak kematian. Mereka juga mengatakan kebijakan semacam itu adalah "contoh lain dari UE yang dengan sengaja menciptakan kondisi yang tidak aman bagi orang untuk mencari suaka di perbatasannya."
Sementara banyak pengungsi menerima perlindungan di pusat logistik, sejumlah orang dilaporkan tewas kedinginan di sepanjang perbatasan.
Mengapa organisasi bantuan tidak dapat menjangkau para migran dan pencari suaka?
Pada tanggal 1 Desember lalu, Kementerian Dalam Negeri Polandia memperpanjang keadaan darurat yang melarang semua non-penduduk, termasuk jurnalis dan kelompok bantuan non-pemerintah masuk ke daerah perbatasan.
Iklan
"Orang-orang diserang dan dipukuli di tangan penjaga perbatasan, namun pejabat negara terus membiarkan praktik mendorong orang antar perbatasan mengetahui bahwa penganiayaan semacam itu terus berlanjut," kata MSF.
Dengan ribuan orang di sisi Belarusia sepanjang perbatasan yang membentang 400 kilometer, Polandia berniat mengganti pembatas pagar kawat berduri dengan barikade permanen dan mengirim ribuan tentara ke perbatasan. Hal ini dikhawatirkan dapat membuat para pengungsi terjebak di tanah tak bertuan dan tidak dapat mengajukan permohonan suaka di Uni Eropa (UE).
Penjaga perbatasan dituduh melakukan 'penolakan' ilegal
Penjaga perbatasan Polandia telah dituduh secara paksa mendesak para pengungsi dan pencari suaka kembali ke Belarus - sebuah langkah yang melanggar hukum internasional. MSF melaporkan sedikitnya 21 orang telah kehilangan nyawa dalam upaya mereka.
Pada bulan Desember, kelompok masyarakat sipil Polandia Salam Lab melaporkan bahwa lima warga Suriah dan satu warga Palestina yang berhasil menemukan jalan keluar dari zona eksklusi Polandia mengatakan bahwa mereka telah dipaksa kembali ke Belarus beberapa kali oleh pihak berwenang Polandia.
Negara-negara UE, yakni Latvia dan Lithuania, yang juga berbatasan dengan Belarus, juga telah memperkuat keamanan perbatasan mereka dan menyatakan keadaan darurat. MSF mengatakan belum menerima akses ke migran di perbatasan Belarus-Lithuania.
Kami Berasal dari Sini: Kehidupan Keturunan Turki-Jerman dalam Gambar
Untuk merayakan ulang tahun ke-60 kesepakatan penerimaan pekerja migran asal Turki di Jerman, museum Ruhr memamerkan foto-foto karya fotografer asal Istanbul, Ergun Cagatay.
Fotografer Ergun Cagatay dari Istanbul, pada 1990 mengambil ribuan foto warga keturunan Turki yang berdomisili di Hamburg, Köln, Werl, Berlin dan Duisburg. Ini akan dipajang dalam pameran khusus “Kami berasal dari sini: Kehidupan keturunan Turki-Jerman tahun 1990” di museum Ruhr. Pada potret dirinya dia memakai pakaian pekerja tambang di Tambang Walsum, Duisburg.
Dua pekerja tambang bepose usai bertugas di tambang Walsum, Duisburg. Dipicu kemajuan ekonomi di tahun 50-an, Jerman menghadapi kekurangan pekerja terlatih, terutama di bidang pertanian dan pertambangan. Menindak lanjuti kesepakatan penerimaan pekerja migran antara Bonn dan Ankara pada 1961, lebih dari 1 juta “pekerja tamu” dari Turki datang ke Jerman hingga penerimaan dihentikan pada 1973.
Ini foto pekerja perempuan di bagian produksi pelapis interior di pabrik mobil Ford di Köln-Niehl. “Pekerja telah dipanggil, dan mereka berdatangan,” komentar penulis Swiss, Max Frisch, kala itu. Sekarang, komunitas Turki, dimana kini sejumlah keluarga imigran memasuki generasi ke-4, membentuk etnis minoritas terbesar di Jerman dengan total populasi sekitar 2.5 juta orang.
Foto menunjukan keragaman dalam keseharian orang Turki-Jerman. Terlihat di sini adalah kedelapan anggota keluarga Hasan Hüseyin Gül di Hamburg. Pameran foto di museum Ruhr ini merupakan liputan paling komprehensif mengenai imigran Turki dari generasi pertama dan kedua “pekerja tamu.”
Saat ini, bahan makanan seperti zaitun dan keju domba dapat ditemukan dengan mudah di Jerman. Sebelumnya, “pekerja tamu” memenuhi mobil mereka dengan bahan pangan itu saat mereka balik mudik. Perlahan-lahan, mereka membangun pondasi kuliner Turki di Jerman, untuk kenikmatan pecinta kuliner. Di sini berpose Mevsim, pemilik toko buah dan sayur di Weidengasse, Köln-Eigelstein.
Anak-anak bermain balon di Sudermanplatz, kawasan Agnes, Köln. Di tembok yang menjadi latar belakang terlihat gambar pohon yang disandingkan dengan puisi dari Nazim Hikmet, penyair Turki: “Hidup! Seperti pohon yang sendiri dan bebas. Seperti hutan persaudaraan. Kerinduan ini adalah milik kita.” Hikmet sendiri hidup dalam pengasingan di Rusia, hingga dia meninggal pada 1963.
Di sekolah baca Al-Quran masjid Fath di Werl, anak-anak belajar huruf-huruf Arab agar dapat membaca Al-Quran. Itu adalah masjid dengan menara pertama yang dibuka di Jerman pada tahun 90-an. Sejak itu warga Turki di Jerman tidak perlu lagi pergi ke halaman belakang untuk shalat atau beribadah.
Cagatay, sang fotografer berbaur dengan para tamu di sebuah pesta pernikahan di Oranienplatz, Berlin-Kreuzberg. Di gedung perhelatan Burcu, para tamu menyematkan uang kepada pengantin baru, biasanya disertai dengan harapan “semoga menua dengan satu bantal.” Pengantin baru menurut tradisi Turki akan berbagi satu bantal panjang di atas ranjang pengantin.
Tradisi juga tetap dijaga di tanah air baru ini. Di pesta khitanan di Berlin Kreuzberg ini, “Masyaallah” tertulis di selempang anak sunat. Itu artinya “terpujilah” atau “yang dikehendaki tuhan.” Pameran antara lain disponsori Kementerian Luar Negeri Jerman. Selain di Essen, Hamburg dan Berlin, pameran juga akan digelar di Izmir, Istanbul, dan Ankara bekerjasama dengan Goethe Institute. (mn/as)
Belarus pun menyangkal hal ini dan mendesak UE untuk menerima para pengungsi.
"Situasi saat ini tidak dapat diterima dan tidak manusiawi," kata Ossig. "Orang-orang memiliki hak untuk mencari keselamatan dan suaka dan tidak boleh didorong kembali ke Belarus secara tidak sah."