1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gagalnya Konferensi Puncak Uni Eropa, Pemilihan Ulangan Presiden di Iran

20 Juni 2005
Akbar Hasyemi Rafsanjani, kandidat Presiden Iran.
Akbar Hasyemi Rafsanjani, kandidat Presiden Iran.Foto: dpa

Gagalnya konferensi puncak Uni Eropa di Brüssel masih tetap menjadi sorotan dunia Internasional. Dan kami jadikan tema pertama dalam acara SARI PERS INTERNASIONAL kali ini. Tema yang kedua, putaran kedua pemilihan Presiden di Iran. Baiklah kami mulai dengan tema pertama, gagalnya konferensi puncak Uni Eropa. Kegagalannya memjerumuskan Uni Eropa kedalam krisis yang berat. Dan masa depannya dipertanyakan. Harian Jerman AUGSBURGER ALLGEMEINE dalam komentarnya membela Perdana Menteri Inggris Tony Blair, yang dituding bertanggung jawab bagi kegagalan konferensi puncak Uni Eropa. Kami kutip:

Inggris hendak melihat benar-benar dicapai kemajuan dibidang ekonomi. Bila warga menikmati kemajuannya, maka dapat dibicarakan kembali masalah yang lebih mendalam, seperti perjanjian mengenai konstitusi. Para warga ingin melihat apa yang dihasilkan Uni Eropa dan memecahkan masalah yang dihadapi. Masalah ini harus dijawab Uni Eropa. Gagalnya konferensi puncak bukan merupakan alasan untuk bertikai dan saling melempar kesalahan, melainkan merupakan sebuah awal baru.

Pada akhirnya semua pihak yang mengalami kekalahan. Demikian komentar harian Hongaria NEPSZAVA yang terbit di Budapest menanggapi gagalnya konferensi puncak Uni Eropa. Selanjutnya kami baca:

Dalam globalisasi dunia, Amerika Serikat, Jepang dan Cina bersaing dipanggung politik ekonomi. Sementara negara-negara Eropa , meskipun dengan melihat ketenarannya dimasa lalu, tidak mengetahui apa yang akan diperbuat. Padahal kepentingan yang mendasar adalah bagaimana untuk memperkuat Uni Eropa. Hal ini dipahami oleh para politisi. Tapi tidak mampu melakukannya. Dengan demikian dalam konferensi puncak Uni Eropa semua pihak mengalami kekalahan.

Menurut harian Belgia DE MORGEN sikap keras yang ditampilkan Perdana Menteri Inggris Tony Blair dalam konferensi puncak Uni Eropa yang mengalami kegagalan, telah mempertaruhkan semua simpati terhadap model ekonomi yang disampaikannya. Kami baca:

Bila Inggris menyetujui kesepakatan, maka akan dapat memperoleh keinginan baik yang diperlukan, bagi gilirannya memimpin Dewan Uni Eropa mulai tanggal 1 Juli mendatang. Malah mungkin Inggris akan mendapatkan dukungan bagi agenda yang liberal, yang dapat meyakini bahwa Tony Blair dapat menyelamatkan Eropa. Tapi itu tidak terjadi. Tepat 190 tahun setelah pertempuran di Waterloo, Inggris meyerang keinginan Perancis memberikan subsidi yang besar dibidang pertanian. Ketimbang menunjukkan langkah yang konstruktiv yang menguntungkan Uni Eropa dan negara anggotanya yang baru, Perdana Menteri Inggris Tony Blair menempatkan kepentingannya sendiri ditempat teratas.

Mengenai gagalnya konferensi puncak Uni Eropa, harian Italia LA REPUBLICA yang terbit di Roma menulis:

Dengan tiba-tiba peta politik Eropa berubah. Gagalnya konferensi puncak Uni Eropa, dengan ketidakmampuan berkomunikasi, maka dimensi dan juga eksistensi lembaganya terjerumus kedalam krisis yang besar.

Kita masuki tema kedua. Pemilihan Presiden di Iran. Untuk pertama kalinya dalam sejarahnya, di Iran akan diselenggarakan pemilihan ulangan hari Jumat mendatang, setelah tujuh kandidat, tidak ada yang berhasil meraih suara mayoritas pada pemilihan putaran pertama, tanggal 17 Juni lalu. Mengenainya berikut komentar harian Austria DER STANDARD. Kami kutip:

Satu-satunya berita baik adalah kelompok konservativ menampilkan kegugupan, sehubungan dengan terjadinya perubahan tatanan masyarakat Iran ditahun belakangan. Disamping juga terhadap figur Rafsanjani, yang tidak mudah untuk disingkirkan.

Terakhir mengenai pemilihan presiden di Iran, kami kutip komentar harian Italia CORRIERE DELLA SERRA.

Setelah 24 tahun, dalam pemilihan ulangan Presiden hari Jumat mendatang, Republik Islam Iran mungkin mendapatkan seorang Presiden tanpa sorban. Tapi itu bukan merupakan perubahan kearah sekuler, dan modernisasi. Penantang Rafsanjani adalah Mahmud Ahmadinejad, kandidat dari kelompok ultra konservativ. Meskipun Rafsanjani masih tergolomg kelompok konservativ, ia mendapatkan dukungan dari kalangan pengusaha, industri swasta dan tehnokrat.