1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ganti Nama demi Perbaikan Rezeki Ala Thailand

Emmy Sasipornkarn
7 Februari 2021

Tidak hanya di Indonesia, di Thailand ternyata masih banyak orang yang percaya bahwa mengganti nama menjadi solusi untuk mendapatkan rezeki yang lebih baik. Beberapa bahkan mengganti nama mereka sampai berkali-kali.

	
Hiasan lampion menyambut Tahun baru Imlek di Thailand
Banyak orang Thailand, tua maupun muda, berkonsultasi dengan peramal atau biksu setempat untuk mendapatkan nama yang dipercaya mendatangkan 'keberuntungan' Foto: Mladen Antonov/AFP/Getty Images

Sarocha yang berusia dua puluh tahun merasa berada di titik terendah dalam hidupnya setelah mengalami serangkaian peristiwa "sial" terutama dalam kehidupan asmaranya. Berharap bisa keluar dari siklus sakit hatinya dan akhirnya menemukan pria yang tepat, dia memutuskan mengganti nama yang lebih "menguntungkan" dapat mengubah peruntungannya.

"Setelah orang tua saya berpisah, saya mengalami serangkaian hubungan yang buruk. Saya pergi menemui peramal dan menemukan bahwa nama saya adalah masalahnya," kata Sarocha kepada DW.

Mengubah nama dengan harapan dapat meningkatkan prospek masa depan mungkin terdengar ekstrem, tapi ini adalah praktik umum di Thailand. Beberapa orang Thailand bahkan memilih untuk mengubah nama depan dan belakang mereka secara bersamaan.

Ada banyak alasan yang memaksa orang Thailand mengganti nama mereka, mulai dari masalah kesehatan kronis, hingga ke masalah keuangan atau karier yang mandek.

Orang Thailand dapat memutuskan untuk mengubah nama mereka saat masa kanak-kanak atau di kemudian hari sebagai orang dewasa. Kebanyakan dari mereka biasanya berkonsultasi dengan peramal atau biksu setempat untuk mendapatkan nama yang menguntungkan dan dibuat khusus bagi mereka.

Pakai metode astrologi tradisional

Ketika Somchart pertama kali tertarik pada astrologi, dia buru-buru mengganti namanya dan nama keluarganya dengan harapan dapat melejitkan keberuntungan mereka. Setelah membaca teori dan adat istiadat, pria berusia 63 tahun itu menyadari bahwa dia telah melakukan kesalahan ketika memberikan nama bagi istri dan anak-anaknya.

"Mengganti nama dua atau tiga kali sama sekali tidak aneh. Saya punya beberapa teman yang telah mengganti nama mereka lima atau bahkan enam kali," kata Somchart kepada DW.

Di tempat lain, perubahan nama yang konstan mungkin saja membingungkan, tetapi orang Thailand biasanya dipanggil dengan nama panggilan yang diberikan saat mereka lahir. Nama panggilan inilah yang tetap konstan dan biasanya sama sekali tidak berasal dari bagian nama depan. Sedangkan nama resmi hanya digunakan dalam situasi formal atau dokumen resmi. 

Somchart, seperti banyak rekannya, mengikuti kitab suci kuno Tamra Taksa, pedoman penamaan yang menggambarkan huruf mana yang dianggap baik atau buruk berdasarkan hari lahir dalam seminggu. Nama tanpa huruf vokal, misalnya, dianjurkan bagi orang yang lahir pada hari Senin agar tidak mengalami kemalangan.

Setiap orang di keluarga Somchart memiliki nama yang unik dan terdengar agak rumit karena setiap huruf dipilih dengan cermat berdasarkan atribut keberuntungan yang berkaitan dengan ulang tahun mereka.

Setiap huruf dalam nama mereka didasarkan pada astrologi Thailand dan dibagi menjadi delapan kelompok: hubungan sesama manusia, kesehatan, kekuasaan, kehormatan, kekayaan, ketekunan, pelindung, dan kemalangan.

"Ada metodenya, saya tidak memilih huruf secara acak," kata Somchart, yang kini nama depannya adalah Kichthanaphong.

Ketika ditanya apakah dia akan mengubah namanya lagi, Somchart mengatakan bahwa dia mengganti nama belakangnya, untuk menghormati almarhum orang tuanya. Keluarga Somchart - seperti keturunan Cina lainnya - harus mengubah nama belakang mereka dengan nama belakang Thailand yang rumit dan panjang sebagai akibat dari kebijakan asimilasi selama pemerintahan mendiang Perdana Menteri Plaek Pibulsongkram.

Tidak gratis ya, tentunya

Mengganti nama juga bukan hal baru bagi Nasipas, agen real estat berusia 31 tahun. Ibunya telah mengganti namanya dua kali, pertama setelah mereka bercerai dan yang kedua setelah Nasipas diperingatkan oleh seorang peramal bahwa dia akan meninggal sebelum ulang tahunnya pada tahun yang sama.

Nasipas awalnya ragu ketika seorang peramal memperingatkan bahwa nama belakangnya pada saat itu sangat tidak menguntungkan dan menyarankannya untuk mengubahnya.

"Mengubah nama belakang saya terasa seperti hal yang besar ... tapi dia meyakinkan saya dengan jawabannya: nama keluarga seperti tanah sedangkan nama depan seperti tanaman. Jika tanah dari awal sudah tidak bagus, tanaman tidak akan tumbuh," kata Nasipas kepada DW.

Keseluruhan proses untuk menyewa guru atau orang pintar dan secara resmi beralih nama tentu saja ada harganya. Nasipas membayar sekitar Rp1.120.000 untuk layanan tersebut, dan sekitar Rp700.000 untuk mendaftarkan nama barunya dalam catatan resmi.

Namun di negara di mana upah minimum harian rata-rata sebesar Rp154.000, penggantian nama bukanlah prioritas bagi mereka yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan. 

Bagaimana dengan persyaratan hukumnya?

Berbeda dengan banyak negara lain, proses pergantian nama di Thailand sangatlah mudah. Hanya dua dokumen yang dibutuhkan: salinan registrasi penduduk dan KTP - keduanya diganti di tempat.

Meskipun banyak pilihan untuk nama baru, undang-undang tentang nama perorangan di Thailand melarang pembuatan nama belakang yang mereplikasi nama yang sudah ada atau memiliki kesamaan dengan gelar yang dipegang oleh raja atau ratu.

Pengubah nama juga diharuskan memperbarui sejumlah dokumen resmi seperti paspor, SIM, dan rekening bank. Tetapi dengan janji adanya perbaikan prospek masa depan, banyak orang berpikir bahwa kerumitan ini sepadan.

Beberapa tahun setelah Nasipas memakai nama baru, dia mengatakan bahwa hidupnya telah membaik. "Bahkan sekarang selama pandemi ketika agen real estat lain berjuang untuk mendapatkan komisi, saya merasa nyaman secara finansial dan tidak pernah merasa seperti saya tidak punya klien," katanya.

Selain berganti nama, Nasipas membeli nomor ponsel dan plat nomor mobil 'keberuntungan'. Dia juga mulai memakai jimat keberuntungan. "Saya tidak bisa menjelaskan apa yang sebenarnya membuat hidup saya lebih baik," katanya.

Mungkinkah karena lebih berpikir positif?

Sarocha, sebaliknya, merasa kecewa setelah mengganti namanya menjadi Pachiraporn. Nama ini dinilai tidak mengubah hidupnya seperti yang dia harapkan.

Meski demikian, dia tetap optimis dengan langkah ganti nama yang telah ia ambil dan memutuskan untuk mencobanya lagi tiga tahun kemudian. Kali ini, perempuan berusia 30 tahun itu ingin meningkatkan prospek kariernya.

"Seorang teman yang bekerja di industri yang sama menghasilkan banyak uang setelah mengubah namanya. Dia merekomendasikan peramal ini yang sungguh ajib, jadi saya pikir, mengapa tidak?"

Sarocha mengatakan hidupnya "berkembang" setelah berganti nama untuk kedua kalinya, tetapi menambahkan bahwa perubahan nama bukanlah penyebab langsung perubahan hidupnya.

"Saya kini percaya pada Law of Attraction - pikiran Anda membawa apa yang Anda inginkan ke dalam hidup Anda. Apa yang Anda tanam secara mental, memicu alam bawah sadar untuk mengubah tujuan tersebut jadi nyata," katanya. (ae/yp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait