Lagi-lagi, selebriti tertangkap dalam kasus prostitusi. Sosiolog menilai, gaya hidup konsumeristik di kota metropolitan jadi salah satu faktor tak terbendungnya praktik pelacuran papan atas tersebut.
Iklan
Tertangkapnya mucikari Robby Abbas yang menjajakan selebriti, tidak serta merta menghentikan bisnis esek-esek artis papan atas. Polisi kembali menjaring dua selebriti, Nikita Mirzani dan Puty Revita yang tengah melakukan transaksi didampingi mucikarinya, O dan F, pada hari Kamis (10/12/15) di sebuah hotel berbintang di Jakarta.
Kepala Subdit III Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Komisaris Besar Umar Fana, mengatakan kepolisian melakukan investigasi berdasarkan informasi yang diperoleh dari Robby Abbas, seorang mucikari yang pada bulan Oktober tahun ini dijatuhi hukuman 16 bulan penjara untuk kasus perdagangan seksual dengan tarif puluhan juta rupiah untuk satu kali transaksi.
Filipina: Anak-anak dari Wisata Seks
Mereka terlihat berbeda dari anak-anak lain, tumbuh tanpa ayah dan dalam kemiskinan. Mereka adalah anak-anak wisatawan seks di Filipina.
Foto: DW/R. I. Duerr
Tergantung pada Industri Seks
Kemiskinan dan tidak adanya peluang kerja, kerap membawa gadis-gadis muda di kota Olopango, terjun dalam dunia prostitusi. Banyak juga perempuan muda dari kota lian datang ke sini untuk mencari pekerjaan di bar. Di negara bermayoritas Katolik ini , alat kontrasepsi sulit didapat. Akibatnya, setiap tahun lahir ribuan anak berayahkan wisatawan asing. Kebanyakan dari mereka tumbuh dalam kemiskinan.
Foto: DW/R. I. Duerr
Generasi tanpa Ayah
Daniel (4 tahun) kemungkinan tidak akan pernah mengenal ayahnya, seorang Amerika. Kedua kakaknya berayahkan orang Filipina, yang juga meninggalkan ibunya. Sejak bertahun-tahun ia bekerja di sebuah bar. Agar dapat memberikan masa depan yang lebih baik bagi anak-anaknya, kini ia berharap dapat bekerja di sebuah pabrik elektro milik Korea Selatan.
Foto: DW/R. I. Duerr
Warisan Wisata Seks
Bermain dengan bola basket merupakan aktivitas favorit Ryan (tengah). Ayahnya berasal dari Jepang. Ibu Ryan masih bekerja sebagai PSK di sebuah bar di Olongapo. Ryan memiliki empat saudara, juga dengan ayah yang berbeda-beda.
Foto: DW/R. I. Duerr
Peluang Karir?
Anak berkulit putih, seperti Sabrina (tengah) kadang dijuluki "Bangus" atau Ikan Bandeng. Dalam lingkungan mereka, anak-anak ini biasanya "dibedakan". Namun, berkat wajah mereka kadang mereka beruntung bisa berkarir di Dunia film atau mode. Sabrina, maupun ibunya, tidak memiliki kontak lagi dengan ayahnya di Jerman.
Foto: DW/R. I. Duerr
Ditinggal sebelum Bertemu
Setiap hari Leila menyandang ranselnya yang penuh dengan buku dan pensil. Gadis berusia lima tahun ini tidak sabar lagi untuk bisa pergi ke sekolah tahun depan. Ayahnya 'kabur' kembali ke Amerika Serikat Saat Leila masih berada dalam kandungan.
Foto: DW/R. I. Duerr
Tanpa Peluang
Ayah Ayla merupakan seorang Amerika berkulit hitam. Ibunya, yang tidak pernah belajar membaca dan menulis, dulu bekerja sebagai PSK . Sekarang ia membuka jasa cuci baju.
Foto: DW/R. I. Duerr
Stigma Seumur Hidup
Anak-anak yang berayahkan warga Afrika atau Afro-Amerika kerap menghadapi "diskriminasi" di lingkungan mereka, dengan menyebut mMereka "Negro".
Foto: DW/R. I. Duerr
Tidak Mampu Berobat
Lester masih berusia satu tahun saat ayahnya meninggal. Selama tujuh tahun, ibunya, Jessica, hidup bersama dengan ayah Lester, seorang Amerika, yang merupakan manajer di sebuah bar tempat Jessica bekerja. Lester menderita pneumonia parah. Namun ibunya yang kini bekerja di sebuah laundry tidak memapu membawanya ke dokter.
Foto: DW/R. I. Duerr
Hidup Baru
Putra Angela, Samuel, berayahkan seorang warga Swiss. Angela tidak memiliki kontak lagi dengannya sejak ia mengandung Samuel. Kini Angela bersuamikan orang Filipina, dan telah dikaruniai bayi. Pekerjaannya di bar ia tinggalkan demi suaminya.
Foto: DW/R. I. Duerr
Kabar Terputus
Sejak lahir ibu Rachel, Pamela (kiri), tunarungu dan tunawicara. Pada usia 16 tahun, Pamela mulai bekerja di bar di Olongapo. Dengan ponslenya, Rachel menunjukkan foto ibunya, Saat berumur sekitar 20 tahun, bersama pacar Jermannya. Sejak kelahiran Rachel, ayahnya kerpa mengirim uang dari Jerman. Namun sejak beberapa bulan, tidak ada kabar lagi darinya.
Foto: DW/R. I. Duerr
10 foto1 | 10
Pelanggannya pejabat dan pengusaha
Melalui barang bukti yang ada, polisi melacak beberapa konsumen pelanggan prostitusi artis dengan tersangka mucikari O dan F. Polisi menemukan bahwa kebanyakan konsumen para artis yang bisa di-booking ini adalah para pejabat dan pengusaha. Umar mengatakan, jasa artis-artis yang diperdagangakan itu dapat dipesan lewat aplikasi di telefon genggam, dimana mucikari O memperlihatkan foto -foto mereka kepada para pria hidung belang.
Menteri sosial Khofifah Indar Parawansa menyebutkan: "Sebetulnya sama sekali bukan karena faktor ekonomi. Bayangkan kalau short time bisa sampai Rp 50 juta bahkan sekarang Rp 120 juta. Dulu bahkan sampai Rp 200 juta." Ia menduga, gaya hidup mewah yang menjadi faktor maraknya bisnis perdagangan seks artis ini.
Gaya hidup jadi tuntutan?
Sosiolog Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Musni Umar mengatakan maraknya perdagangan seks komersial artis tak lepas dari tuntutan kehidupan glamor yang kerap tidak diikuti dengan penghasilan memadai. Sehingga, untuk memenuhi kebiasaan gaya hidup, beberapa di antaranya mencari penghasilan tambahan lewat praktik prostitusi di kalangan elit.
Disebutkannya, "Artis-artis ini selalu tergoda untuk hidup dalam kemewahan. Padahal, tidak tiap hari mereka ini mendapatkan job dan menghasilkan uang banyak. Maka, untuk memenuhi kebiasaannya itu, mereka pun akhirnya berkecimpung di dunia prostitusi itu.”
Yang dikhawatirkan menurut Umar, biasanya apa yang dilakukan artis cenderung jadi panutan. Sehingga dicemaskan bila jika seseorang ingin hidup mewah, tidak perlu menjadi orang pintar, melainkan cukup dengan masuk dunia hiburan dan menjual diri dengan kemolekan tubuh.
Mensos Khofifah menekankan kembali pentingnya restorasi sosial. Sebab sangat penting untuk mengubah pikiran agar tidak memaksakan sesuatu yang menerobos nilai-nilai budaya.
Pekerja Seks Komersial di Bangladesh
Prostitusi dilegalkan di Bangladesh sejak tahun 2000. Tapi kini marak prostitusi paksa terhadap anak di bawah umur, yang menjadi masalah besar di negara yang warganya mayoritas beragama Islam itu.
Foto: M.-U.Zaman/AFP/GettyImages
Prostitusi Paksa
Di Bangladesh banyak perempuan dipaksa menjadi pelacur saat masih anak-anak. Kebanyakan berasal dari keluarga miskin di pedesaan. Anak perempuan dijual kepada penyelundup manusia seharga 20,000 Taka (3 juta Rupiah). Ada pula yang menjadi pelacur karena ditipu lelaki yang mengiming-imingi akan mengawini mereka.
Foto: M.-U.Zaman/AFP/GettyImages
Obat Kuat Sapi
Banyak pekerja seks komersial mengkonsumsi Steroid Oradexon, yang biasanya digunakan peternak untuk menggemukkan sapi. Germo memberikan obat kuat itu kepada pelacur yang baru datang, untuk meningkatkan daya tahan mereka. Pegiat hak asasi mengatakan, penggunaan steroid itu sudah lazim, dan dalam jangka panjang bisa berakibat fatal.
Foto: M.-U.Zaman/AFP/GettyImages
Suntikan Bagi Anak di Bawah Umur
Steroid tidak berfungsi pada pekerja seks komersial di bawah umur, dalam kisaran usia antara 12 sampai 14 tahun. Untuk meningkatkan daya tahan dan gairah, germo di Bangladesh biasanya memberikan suntikan semacam dopping.
Foto: M.-U.Zaman/AFP/GettyImages
Kecanduan Steroid
NGO ActionAid melaporkan steroid oradexon digunakan oleh sekitar 90 persen pekerja seks komersial di Bangladesh yang berusia antara 15 hingga 35 tahun. Banyak yang kecanduan. Data resmi menyebutkan, sekitar 200.000 perempuan bekerja sebagai pelacur.
Foto: M.-U.Zaman/AFP/GettyImages
Penyuluhan di Rumah Bordil
ActionAid 2010 lalu memulai kampanye penyuluhan bagi pelacur berusia muda di rumah-rumah bordil di Bangladesh. Mereka menjelaskan bahayanya dan menolong yang kecanduan steroid. ActionAid melaporkan, perempuan yang memakai steroid, berat badannya naik pesat, tapi juga mengalami gangguan tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit kulit serta sakit kepala akut.
Foto: GMB Akash
Terinfeksi HIV
Surat kabar lokal kerap memberitakan kasus infeksi HIV di kalangan pelacur Bangladesh. Tapi sejauh ini tidak ada data akurat hasil penelitan. Pekerja seks komersial biasanya berkilah, pelanggan tidak mau memakai kondom, sehingga mereka berisiko tinggi terinfeksi penyakit akibat hubungan seksual.
Foto: AP
Pelacur di Bawah Umur
Pelacuran anak-anak di bawah umur menjadi masalah serius di Bangladesh. Lembaga anak-anak PBB (UNICEF) menaksir sekitar 10,000 anak di bawah umur dieksploitasi industri seks komersial di negara itu. Sumber lain menyebutkan, angkanya jauh lebih tinggi, mencapai 29,000 pelacur di bawah umur.
Foto: M.-U.Zaman/AFP/GettyImages
Diserang Kelompok Islam Radikal
Sebuah kelompok Islam radikal menyerang sebuah rumah bordil di selatan Bangladesh, melukai sekitar 30 pelacur dan menghancurkan tempat tinggal 500 pekerja seks komersial. Serangan semacam itu, makin sering dilancarkan di negara berpenduduk mayoritas Islam tersebut.