Gelombang Panas Berbahaya Diprediksi Akan 3 Kali Lebih Rutin
27 Agustus 2022
Daerah-daerah yang memang sudah panas akan menjadi tidak lagi layak huni di masa depan. Daerah di mana panas ekstrem sekarang jarang terjadi juga akan semakin menderita.
Iklan
Seiring laju perubahan iklim, apa yang saat ini secara resmi dianggap sebagai cuaca "panas berbahaya", dalam beberapa dekade mendatang mungkin akan melanda sebagian besar dunia setidaknya tiga kali lebih sering, demikian menurut sebuah studi terbaru.
Di sebagian besar bagian dunia utara, suhu dan kelembapan yang melonjak hingga 39,4 derajat Celsius) atau lebih tinggi yang secara statistik seharusnya terjadi 20 hingga 50 kali setahun pada pertengahan abad, kini lebih sering terjadi, ungkap sebuah studi yang baru saja diterbitkan di Jurnal Communications Earth & Environment.
Namun di tahun 2100, indeks suhu panas yang brutal ini diperkirakan akan bertahan selama sebagian besar musim panas di berbagai tempat seperti di Amerika Serikat wilayah tenggara, kata penulis studi tersebut.
Daerah tropis bisa lebih parah
Keadaannya pun diprediksi akan jauh lebih buruk untuk daerah tropis yang lembab.
Dalam studi ini, para peneliti memperkirakan potensi paparan panas dan kelembapan yang berbahaya. Mereka menggunakan proyeksi statistik untuk memprediksi tingkat emisi karbon dioksida dari aktivitas manusia dan tingkat pemanasan global yang dihasilkan.
Studi tersebut mengatakan indeks panas dianggap "sangat berbahaya" kala panas terasa melebihi 51 derajat Celsius. Meski saat ini jarang terjadi, kemungkinan indeks panas ini akan menyerang wilayah tropis yang mencakup India dalam rentang waktu satu hingga empat minggu dalam setahun pada akhir abad ini.
"Jadi itu hal yang mengerikan tentang ini," kata penulis studi Lucas Zeppetello yang adalah ilmuwan iklim di Harvard. "Ini adalah saat ketika miliaran orang berpotensi terekspos cuaca panas yang sangat berbahaya secara rutin."
Perempuan dan Anak: Korban Perubahan Iklim
Perubahan iklim lebih berbahaya bagi perempuan dan anak. Studi terbaru menunjukkan bahwa kelangkaan sumber daya alam berdampak pada peningkatan kekerasan dalam rumah tangga hingga pernikahan anak.
Foto: picture-alliance/NurPhoto/R- Shukla
Perjalanan yang berbahaya
Menurut studi terbaru dari Persatuan Internasional untuk Konservasi Alam (IUCN), perempuan khususnya yang tinggal di belahan bumi bagian selatan, terpaksa berjalan lebih jauh mencari kayu bakar untuk keperluan memasak. Ancaman pemerkosaan mengintai dalam perjalanan jauh mereka.
Foto: Getty Images/AFP/I. Sanogo
Bencana alam perbanyak kasus pernikahan anak
Dengan mencermati lebih dari 1.000 kasus di negara-negara berkembang, IUCN mengungkapkan bahwa jumlah pernikahan anak cenderung meningkat pada saat musim panas atau banjir besar. Ketika kekurangan makanan, banyak keluarga berusaha menikahkan anak perempuan mereka dengan imbalan ternak.
Foto: picture-alliance/AP/A. Solanki
Gagal panen akibatkan kekerasan terhadap perempuan
Di beberapa negara, perempuan bertanggung jawab atas hasil panen. Bencana alam yang datang tiba-tiba atau cuaca ekstrem berdampak pada status sosial keluarga. Jika hasil panen terancam gagal, kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi. Membantu perempuan menambah sumber pendapatan lain adalah salah satu cara terpenting untuk menghindari tindakan kekerasan.
Foto: DW
Ditinggal kaum pria
Perubahan iklim memaksa banyak pria meninggalkan negaranya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik. Para perempuan yang ditinggalkan harus menghadapi konsekuensi dari perubahan iklim di negara mereka seorang diri.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Morrison
Perempuan rentan jadi korban bencana alam
Perubahan iklim juga berpengaruh terhadap meningkatnya angka kematian perempuan. Hal ini erat kaitannya dengan stereotip peran sosial ketika bencana alam terjadi. Perempuan bertugas untuk merawat anak-anak dan orang tua di rumah, akibatnya mereka rentan menjadi korban bencana banjir atau badai.
Foto: Getty Images/AFP/M. uz Zaman
Bahaya akibat minimnya infrastruktur
Meskipun bencana alam telah berakhir, risiko bahaya masih terus membayangi perempuan maupun anak perempuan. Misalnya di tenda-tenda darurat yang tidak terjamin keamanannya, para perempuan rentan mengalami pelecehan oleh para pria saat menggunakan fasilitas MCK umum.
Foto: picture-alliance/dpa/R. Adeli
Pelecehan seksual sebagai bentuk intimidasi
Perempuan yang berjuang melawan perubahan iklim tidak lepas dari bahaya. Berdasarkan penelitian IUCN, pria akan mengancam atau melakukan kekerasan seksual untuk merendahkan status mereka di masyarakat, dan mencegah perempuan lain melakukan hal serupa. Hal ini sering ditemui di Amerika Selatan, di mana perempuan bersuara menentang pembangunan bendungan atau pembukaan tambang baru. (Ed: ha/rap/ae)
Foto: Reuters/J. Luis Gonzalez
7 foto1 | 7
Zeppetello dan rekannya menggunakan lebih dari 1.000 simulasi komputer untuk melihat probabilitas di dua tingkat panas tinggi yang berbeda, yakni indeks panas 39,4 Celsius dan di atas 51 Celsius, yang merupakan ambang batas berbahaya dan sangat berbahaya menurut Layanan Cuaca Nasional AS.
Mereka menghitung untuk tahun 2050 dan 2100 dan membandingkannya dengan seberapa sering panas semacam itu terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia dari 1979 hingga 1998.
Studi ini menemukan peningkatan tiga sampai sepuluh kali lipat dalam terjadinya suhu 39,4 derajat Celsius di pertengahan garis lintang. Ini bahkan terjadi bila dikalkulasi menggunakan skenario terbaik yang tidak mungkin dari pemanasan global terbatas, yakni 2 derajat Celsius sejak zaman praindustri.
Hanya ada 5% kemungkinan pemanasan global akan menjadi serendah itu dan ini jarang terjadi. Yang justur lebih mungkin terjadi adalah bahwa panas hingga 39,4 derajat Celsius panas akan membekap daerah tropis "selama hampir setiap hari pada tiap tahunnya" pada 2100, demikian temuan studi tersebut.
Iklan
Bukan satu-satunya ancaman
Sayangnya, betapapun terdengan mengerikan, gelombang panas bukanlah satu-satunya tantangan yang dihadapi umat manusia akibat perubahan iklim. Masih ada kenaikan permukaan laut, kelangkaan air, dan perubahan ekosistem secara keseluruhan, kata Zeppetello, yang melakukan banyak penelitian di negara bagian University of Washington selama gelombang panas tahun 2021.
"Sayangnya, prediksi mengerikan yang ditunjukkan dalam penelitian ini dapat dipercaya," ilmuwan iklim Jennifer Francis dari Woodwell Climate Research Center, yang bukan bagian dari tim studi ini mengatakan dalam sebuah email.
"Dua musim panas terakhir telah membuka pandangan ke masa depan kita yang gerah, dengan gelombang panas mematikan di Eropa, Cina, Amerika Utara bagian barat laut, India, AS bagian selatan-tengah, Inggris, Siberia tengah, dan bahkan New England," ujarnya.
"Daerah-daerah yang memang sudah panas akan menjadi tidak dapat lagi dihuni karena indeks panas melebihi ambang batas berbahaya, yang mempengaruhi manusia dan ekosistem. Daerah di mana panas ekstrem sekarang jarang terjadi juga akan semakin menderita, karena infrastruktur dan makhluk hidup tidak beradaptasi dengan panas yang menghancurkan."
Dampak Perubahan Iklim, Dunia Mengalami Krisis Air
Meningkatnya suhu dan gelombang panas yang ekstrem telah membuat negara-negara di seluruh dunia gersang. Bencana kekeringan melanda Cina, AS, Etiopia, hingga Inggris.
Foto: CFOTO/picture alliance
Krisis kelaparan di Tanduk Afrika
Etiopia, Kenya, dan Somalia saat ini mengalami kekeringan terburuk dalam lebih dari 40 tahun. Kondisi lahan kering menyebabkan masalah ketahanan pangan yang parah di wilayah tersebut, dengan 22 juta orang terancam kelaparan. Lebih dari 1 juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka karena bencana kekeringan, yang diperkirakan akan berlanjut selama berbulan-bulan.
Foto: Eduardo Soteras/AFP/Getty Images
Sungai Yangtze mengering
Dasar sungai terpanjang ketiga di dunia, Sungai Yangtze, tersingkap karena krisis kekeringan melanda Cina. Permukaan air yang rendah berdampak pada distribusi dan pembangkit listrik tenaga air, dengan produksi listrik dari Bendungan Tiga Ngarai turun 40%. Sebagai upaya membatasi penggunaan listrik, beberapa pusat perbelanjaan mengurangi jam buka dan pabrik melakukan penjatahan listrik.
Foto: Chinatopix/AP/picture alliance
Hujan yang jarang terjadi di Irak
Irak yang sangat rentan terhadap perubahan iklim dan isu penggurunan terus berjuang mengatasi kekeringan yang terjadi selama tiga tahun berturut-turut. Sebuah situs Warisan Dunia UNESCO di selatan negara itu pun telah mengering. Bencana kekeringan berkontribusi pada kontraksi ekonomi sekitar 17% dari sektor pertaniannya selama setahun terakhir.
Foto: Ahmad Al-Rubaye/AFP
Pembatasan penggunaan air di Amerika Serikat
Pasokan air Sungai Colorado menyusut setelah curah hujan jauh di bawah rata-rata selama lebih dari dua dekade. Krisis ini diyakini sebagai yang terburuk dalam lebih dari 1.000 tahun. Sungai yang mengalir melalui barat daya Amerika Serikat dan Meksiko, memasok air bagi jutaan orang dan lahan pertanian. Sejumlah negara bagian diminta untuk mengurangi penggunaan air dari Sungai Colorado.
Foto: John Locher/AP Photo/picture alliance
47% wilayah Eropa terancam kekeringan
Eropa mengalami gelombang panas ekstrem, sedikit hujan, dan kebakaran hutan. Hampir setengah wilayah benua itu saat ini terancam kekeringan, yang menurut para ahli bisa menjadi yang terburuk dalam 500 tahun. Sungai-sungai besar termasuk Rhein, Po, dan Loire telah menyusut. Permukaan air yang rendah berdampak pada transportasi barang dan produksi energi.
Foto: Ronan Houssin/NurPhoto/picture alliance
Dilarang pakai selang di Inggris
Beberapa wilayah di Inggris berada dalam status kekeringan pada pertengahan Agustus. Krisis kekeringan parah sejak 1935 melanda negara itu di bulan Juli. Pihak berwenang mencatat suhu terpanas Inggris pada 19 Juli mencapai 40,2 derajat Celsius. Penggunaan selang air untuk menyiram kebun atau mencuci mobil tidak diperbolehkan lagi selama Agustus di seluruh negeri.
Foto: Vuk Valcic/ZUMA Wire/IMAGO
Masa lalu prasejarah Spanyol terbongkar
Spanyol sangat terdampak oleh krisis kekeringan dan gelombang panas. Kondisi tersebut telah memicu kebakaran hutan hebat yang menghanguskan lebih dari 280.000 hektar lahan dan memaksa ribuan orang mengungsi. Permukaan air yang surut di sebuah bendungan mengungkap lingkaran batu prasejarah yang dijuluki "Stonehenge Spanyol".
Foto: Manu Fernandez/AP Photo/picture alliance
Beradaptasi dengan dunia yang lebih kering
Dari Tokyo hingga Cape Town, banyak negara dan kota di dunia beradaptasi mengatasi kondisi yang semakin kering dan panas. Solusinya tak harus berteknologi tinggi. Di Senegal, para petani membuat kebun melingkar yang memungkinkan akar tumbuh ke dalam, yang bisa menampung air berharga di daerah yang jarang hujan. Di Cile dan Maroko, orang menggunakan jaring yang mampu mengubah kabut jadi air minum.
Foto: ZOHRA BENSEMRA/REUTERS
Berjuang untuk tetap terhidrasi
Setelah Cape Town, Afrika Selatan, nyaris kehabisan air pada tahun 2018, kota ini memperkenalkan sejumlah langkah untuk memerangi kekeringan. Salah satu solusinya adalah menghilangkan spesies invasif seperti pinus dan kayu putih, yang menyerap lebih banyak air dibanding tanaman asli seperti semak fynbos. Pendekatan berbasis alam telah membantu menghemat miliaran liter air. (ha/yf)
Foto: Nic Bothma/epa/dpa/picture alliance
9 foto1 | 9
Studi ini cerdas karena berfokus pada indeks panas dan dikombinasi dengan kelembaban yang merugikan kesehatan, begitu kata Dr. Renee Salas, seorang profesor di Harvard School of Public Health, yang juga bekerja sebagai dokter di ruang gawat darurat.
''Kala indeks panas meningkat, kita semakin sulit untuk mendinginkan tubuh,'' ujar Profesor Salas yang bukan bagian dari tim peneliti. "Heat stroke adalah bentuk penyakit akibat panas yang berpotensi mematikan yang terjadi ketika suhu tubuh naik ke tingkat yang berbahaya."
Studi ini didasarkan pada probabilitas matematis alih-alih berdasarkan pada penelitian iklim lainnya yang melihat apa yang terjadi pada berbagai tingkat polusi karbon. Karena itulah, ilmuwan iklim Universitas Pennsylvania, Michael Mann, bersikap lebih skeptis terhadap penelitian ini.
"Hambatannya pada saat ini adalah politik … Tapi ada alasan untuk tetap bersikap optimis secara hati-hati," ujar Michael Mann.