Gembong Sindikat Perdagangan Manusia Ditangkap di Jakarta
23 September 2016
Polisi Indonesia menangkap "orang kuat" sindikat penyelundup manusia, Abraham Louhenapessy di Jakarta. Beberapa kali tertangkap, Abraham selalu lolos dari jerat hukum.
Iklan
Abraham Louhenapessy, yang dikenal sebagai "Kapten Bram", ditangkap hari Kamis di Jakarta karena diduga terlibat dalam kejahatan penyelundupan dan perdagangan manusia (human trafficking). Dia dituduh terlibat dalam embelian perahu untuk menyelundupkan pencari suaka ke Selandia Baru dan Australia.
"Pelaku ini ditangkap kemarin (22/9) di kawasan Semanan, Kalideres, Jakarta Barat. Dia bekerja sebagai pengkoordinir para pencari suaka asal luar negeri dan dibawa ke Selandia Baru,” kata Komisaris Besar Polisi Sulistiyono, Kepala Direktorat Tindak Pidana Umum Polri di Jakarta hari Jumat (23/9). Kapten Bram ditangkap ketika baru kembali dari perjalanan ke luar negeri.
Kasus aktual yang dituduhkan berawak sejak Mei 2015. Kapten Bram dan sepuluh pelaku lainnya memberangkatkan para pencari suaka secara ilegal ke Selandia baru. Setiap pencari suaka diminta membayar 4.000 sampai 8.000 dolar AS.
“Menggunakan dua kapal, di kapal ada 65 imigran yang 10 berasal dari Bangladesh, satu Myanmar, dan 54 dari Srilangka,” kata Sulistiyono.
Abraham Louhenapessy memang sudah dikenal lama sebagai "orang kuat" di belakang sindikat penyelundup manusia. Dia selama bertahun-tahun disebut sudah menyelundupkan sekitar 1.500 pencari suaka ilegal ke Australia.
Kenapa Indonesia Tidak Ramah Pengungsi?
Studi Amnesty International mengungkap sikap sebagian masyarakat Indonesia yang cendrung menolak keberadaan pengungsi. Untuk itu Amnesty menyodorkan lima pertanyaan seputar pengungsi. Inilah jawaban responden Indonesia:
Foto: Reuters/Beawiharta
Indonesia Terbawah
Cina menduduki peringat pertama dalam indeks keramahan terhadap pengungsi yang dirilis Amnesty International. Sementara Indonesia mendarat di posisi buncit bersama Thailand, Polandia dan Rusia. Indeks tersebut merangkum berbagai pertanyaan terkait keterbukaan sikap masyarakat terhadap keberadaan kaum terbuang di negeri dan lingkungannya.
Foto: Reuters/R. Bintang
Keterbukaan
Apakah orang yang melarikan diri dari perang dan presekusi boleh masuk ke negara Anda? Cuma sekitar 72% responden asal Indonesia bersedia menerima masuk pengungsi ke negaranya. Jumlah tersebut termasuk yang paling rendah di dunia. Spanyol dan Jerman misalnya mencatat skor 97%. Sebaliknya cuma 33% penduduk Rusia yang menerima kedatangan pengungsi.
Foto: Getty Images/AFP/D. Dilkoff
Hak Berlindung
Apakah pengungsi yang lari dari perang dan presekusi harus diberikan akses mendapat suaka di negeri lain? Sebanyak 73% penduduk Indonesia mendukung hak berlindung buat pengungsi. Jumlah tersebut serupa dengan rata-rata dunia. Sebaliknya di negeri jiran Thailand cuma 27% yang mengamini. Jerman dan Spanyol lagi-lagi berada di posisi teratas dengan skor 97%.
Foto: Reuters
Peran Pemerintah
Apakah pemerintah di negara Anda harus lebih banyak berbuat membantu pengungsi? Sebanyak 70% responden asal Indonesia mendukung peran pemerintah yang lebih aktif dalam membantu pengungsi. Sebaliknya dukungan paling rendah berasal dari Rusia (26%), Thailand (29%) dan India (41%)
Foto: Reuters/G. Moutafis
Pengungsi di Rumah Sendiri
Apakah Anda bersedia menampung pengungsi di rumah sendiri? Lagi-lagi Cina membuktikan diri sebagai bangsa yang ramah terhadap pengungsi dengan sekitar 46% responden mengaku siap menyediakan kamar bagi pengungsi di rumahnya sendiri. Sebaliknya tidak sampai 1% penduduk Indonesia yang bersedia melakukan hal tersebut. Skor serupa dicatat Rusia.
Foto: picture-alliance/dpa/M.Djurica
Realita
Hingga tahun lalu badan pengungsi PBB, UNHCR, mencatat terdapat sekitar 5277 pengungsi di Indonesia dan hingga 8000 pencari suaka. Kebanyakan adalah korban pelanggaran HAM di Myanmar, Afghanistan, Somalia, Iran dan Irak. Indonesia kerap menjadi stasiun sementara pengungsi yang ingin hijrah ke Australia.
Foto: Reuters/Beawiharta
6 foto1 | 6
"Abraham dikenal sebagai pemain lama dalam perdagangan manusia," kata Sulistyono kepada wartawan. Dia pernah ditangkap tahun 2007 tapi hanya ditahan sebentar. Tahun 2009 dia ditangkap lagi setelah ditemukan bersembunyi di sebuah perahu yang dipenuhi pencari suaka. Ketika itu dia hanya dijatuhi hukuman denda.
Bulan Mei ltahun lalu, sindikat Kapten Bram membawa pencari suaka yang berangkat dari Tegal Jawa Tengah dengan tujuan Selandia Baru.
“Tapi sesampainya di perbatasan perairan Australia, kapal ini dicegat dan didorong kembali ke perairan Indonesia,” kata Sulistiyono. Hingga akhirnya kapal itu terdampar di Pulau Rote, Nusa Tenggara Timur.
“Dalam sekali pemberangkatan para sindikat bisa meraih uang sebesar $ 325.000 atau sekitar 4 milyar Rupiah,” tambahnya. Pelaku yang lain sudah ditangkap di Pulau Rote dan dijatuhi hukuman penjara.
Kasus kapal pengungsi ini sempat memicu ketegangan diplomatik antara Indonesia dan Australia, setelah kapten dan kru kapal mengklaim bahwa mereka dibayar sampai 30.000 dolar agar membawa para pencari suaka kembali ke Indonesia. Australia menolak dan membantah tuduhan itu.
Pengungsi Rohingya - Ditindas dan Diperas
Pengungsi Rohingya asal Myanmar dan Bangladesh sering terdampar di Malaysia dan Indonesia, setelah menjadi korban pemerasan dan penipuan sindikat perdagangan manusia.
Foto: Reuters
Pelayaran Maut
Setiap tahun, ribuan pengungsi Rohingya asal Myanmar dan pencari suaka asal Bangladesh berlayar menuju Malaysia dan Indonesia dengan kapal-kapal dari sindikat perdagangan manusia. Dalam tiga bulan pertama 2015, PBB memperkirakan ada 25.000 pengungsi yang berangkat, kebanyakan dari kamp-kamp gelap di Thailand.
Foto: Asiapics
Lemah dan Kelelahan
Para pedagang manusia membawa pengungsi dengan kapal lalu meninggalkan mereka di laut, sering tanpa makanan dan minuman. Kelompok ini terdampar 10 Mei 2015 di daerah pesisir Aceh Utara, lalu diselamatkan otoritas Indonesia dan ditampung di sebuah stadion. Kebanyakan dalam kondisi lemah dan kelelahan.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perempuan dan Anak-Anak
Sekitar 600 pengungsi tiba di Aceh Utara dengan empat kapal. Pada saat yang sama, lebih 1000 pengungsi ditahan polisi Malaysia dekat Pulau Langkawi. Diantara pengungsi yang berhasil diselamatkan, banyak anak-anak dan perempuan.
Foto: Reuters/R. Bintang
Tertindas dan Tanpa Kewarganegaraan
Myanmar menganggap warga Rohingya sebagai imigran ilegal dari Bangladesh dan menolak memberi mereka status warga negara, sekalipun mereka telah tinggal puluhan tahun di negara itu. Banyak warga Rohingya melihat pengungsian sebagai satu-satunya jalan untuk mendapat suaka politik di tempat lain. Tujuan akhir mereka adalah Australia.
Foto: Reuters/R: Bintang
Perbudakan Modern
Para pengungsi Rohingya harus membayar sampai 200 dolar AS untuk sampai ke Malaysia kepada pedagang manusia. Mereka lalu dibawa dengan kapal yang penuh sesak, sering tanpa makanan dan minuman. Mereka biasanya dibawa lebih dulu ke kamp-kamp penampungan gelap di Thailand dan diperlakukan seperti budak.
Foto: picture-alliance/AP Photo/S. Yulinnas
Gelombang Pengungsi
Asia Tenggara selama beberapa tahun terakhir menjadi salah satu kawasan transit pengungsi, dipicu oleh konflik dan penindasan di beberapa tempat. Di kawasan Asia Pasifik diperkirakan ada sekitar 11,7 juta pengungsi yang jadi korban sindikat perdagangan manusia, terutama di kawasan Mekong Besar, Kamboja, Cina, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam.
Australia sejak 2013 memperketat kebijakan imigrasinya untuk meredam arus pengungsi dan pencari suaka yang datang melalui Indonesia
(afp)
Meraup Keuntungan Ekonomi dari Arus Pengungsi
Para pedagang atau sektor informal di Serbia raih keuntungan dadakan dari arus pengungsi yang mengalir ribuan orang setiap hari. Kesengsaraan bagi pengungsi adalah keuntungan bagi pedagang atau penjual jasa di Balkan.
Foto: DW/D. Cupolo
Calo Tiket Bus
Sektor transportasi jadi bisnis yang tumbuh amat cepat di Balkan. Liridon Bizazli, warga Albania menawarkan jasa angkutan bus pada pengungsi di kamp Presevo. Sekali jalan ke Kroasia tarifnya 35 Euro. Bizazli mengatakan, profesinya dulu sebagai pelayan bar hanya digaji 8 Euro per hari. Kini dengan jadi calo penjual tiket bus ia meraup pendapatan 50-70 Euro per hari.
Foto: DW/D. Cupolo
Boleh Naik Bus Gratis
Tapi Bizazli juga bisa fleksibel dan murah hati. Keluarga yang membawa anak, kadang ia gratiskan menumpang bus. Alasannya, Bizazli sejatinya juga pengungsi dari Kosovo. Perjalanan dengan bus seharusnya gratis, ujar dia. Uni Eropa membayar Serbia untuk membantu pengungsi, tapi pemerintah tidak bertindak dan diduga uangnya mengalir ke jalur gelap.
Foto: DW/D. Cupolo
Main Getok Harga
Setiap hari antara 8.000 hingga 10.000 pengungsi datang ke Presevo. Permintaan tinggi membuat toko-toko buka nonstop melayani pengungsi. Terutama toko bahan makanan dan warung makan selalu penuh. Dampaknya sejumlah toko menaikkan harga dua hingga tiga kali lipat, untuk meraup lebih banyak untung dari rezeki dadakan itu.
Foto: DW/D. Cupolo
Jualan SIM Card Hingga Gerobak
Yang mula-mula dicari pengungsi setibanya di Eropa bukan makanan, melainkan SIM Card untuk ponsel agar bisa mengontak keluarga di Suriah. Akibatnya toko penjual prepaid card tumbuh bagai jamur di musim hujan. Bukan hanya itu, gerobak dorong inipun diburu pengungsi. Antara lain untuk mengangkut anak-anak atau kaum wanita yang sakit, seperti perempuan etnis Kurdi dari Suriah ini.
Foto: DW/D. Cupolo
Penjaja Sepatu Laris
Dengan tibanya musim dingin, banyak pengungsi yang semula berjalan kaki telanjang , terpaksa harus membeli sepatu. Jika terus "nyeker" saat musim hujan pada suhu dingin efeknya adalah penyakit infeksi pada kaki dan juga penyakit lebih berat lain. Warga yang jeli berubah profesi jadi penjaja sepatu dan kaus kaki, yang terbukti amat laris.
Foto: DW/D. Cupolo
Jual Beli Dokumen
Semua pengungsi harus meregistrasi diri di negara jalur transit Balkan. Jumlah petugas terbatas menyebabkan antrian panjang ribuan pengungsi yang memerlukan dokumen resmi. Kesengsaraan ini jadi peluang bisnis bagi supir bus yang nakal. Ia mengumpulkan dokumen milik penumpang yang berangkat ke Kroasia. Kembali ke Presevo ia bisa menjual dokumen "aspal" itu kepada pengungsi yang malas antri.
Foto: DW/D. Cupolo
Informasi Penting
Makin banyak sopir bus atau taksi yang berniat buruk, dengan menarik ongkos bagi perjalanan ke Kroasia tapi menurunkan pengungsi di kota terpencil di Serbia. Untuk melindungi para pengungsi dari kejahatan semacam ini, di kamp penampungan ditempel berbagai informasi berharga yang diterjemahkan dalam dalam beberapa bahasa.
Foto: DW/D. Cupolo
Perampokan di Jalan Tol
Bahkan ada sopir bus atau taksi yang terang-terangan mengancam petugas yang mendampingi pengungsi agar terhindar dari kejahatan semacam itu. Alexander Travelle, seorang relawan dari Presevo, melaporkan sebuah keluarga terdiri dari enam orang dirampok oleh sopir taksinya dengan todongan pistol di jalan tol, setelah diperintahkan membayar 80 Euro per kepala untuk perjalanan ke Kroasia.
Foto: DW/D. Cupolo
Semua Harus Bayar Suap
Agar diizinkan menjual tiket bus di kamp pengungsi Presevo, polisi penjaga kamp harus disogok 100 Euro per minggu. Juga sopir bus dan sopir taksi harus membayar "uang keamanan" kepada petugas polisi di kawasan ini. Namun para relawan mengatakan, tidak semua polisi terima sogokan, walaupun sulit membuktikan masih ada aparat yang bersih.
Foto: DW/D. Cupolo
Tarif Hotel Naik Drastis
Suhu makin dingin dan makin banyak pengungsi terpaksa menginap di hotel. Dengan seenaknya pemilik menaikkan tarif dan mengusir pengungsi yang tak mampu membayar sewa kamar. Jalan keluarnya: beberapa orang pengungsi urunan untuk menyewa satu kamar hotel secara berdesak-desakan.