1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaAfganistan

Gempa Bumi di Afganistan Tewaskan 800 Orang

Rizki Nugraha sumber: AP, dpa, AFP
1 September 2025

Bencana gempa bumi menghancurkan sejumlah desa di Afghanistan timur, menewaskan sedikitnya 800 orang dan melukai lebih dari 2.500 lainnya. Hingga saat ini, upaya penyelamatan masih berlangsung.

Orang-orang berkumpul di dekat ambulans di sebuah rumah sakit di Provinsi Kunar (01.09.2025)
Upaya penyelamatan korban gempa bumi di Kunar, AfganistanFoto: Qazafi/Xinhua/dpa/picture alliance

Gempa bermagnitudo 6,0 pada skala Richter itu terjadi Minggu malam dan mengguncang serangkaian kota di Provinsi Kunar, dekat kota Jalalabad di Provinsi Nangarhar, Afganistankata juru bicara pemerintah Taliban pada Senin (1/9). Guncangan dikabarkan menyebabkan kerusakan parah.

Rekaman dari Nangarhar memperlihatkan warga panik menggali reruntuhan dengan tangan, mencari anggota keluarga di kegelapan malam. Para korban luka dievakuasi dari reruntuhan bangunan dengan menggunakan tandu dan dibawa dengan helikopter. Penduduk desa di Kunar terlihat menjawab pertanyaan wartawan di luar rumah mereka yang hancur.

Korban gempa bumi dibawa dengan pesawat terbangFoto: REUTERS

Gempa yang terjadi pukul 23.47 waktu setempat berpusat 27 kilometer timur laut kota Jalalabad, di Provinsi Nangarhar, menurut Badan Survei Geologi Amerika Serikat (USGS). Kedalaman gempa hanya 8 kilometer. Gempa dangkal biasanya menyebabkan kerusakan lebih besar. Sejumlah gempa susulan masih menghantui warga sepanjang malam.

Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Abdul Matin Qani, mengatakan kepada Associated Press bahwa setidaknya 800 orang tewas dan 2.500 terluka di Kunar, sementara belasan orang meninggal dan ratusan lainnya terluka di Nangarhar. Banyak rumah warga juga dikabarkan hancur.

Akses menuju wilayah terpencil

Bangunan di Afghanistan umumnya berlantai rendah, terbuat dari beton dan batu bata, sedangkan rumah di pedesaan dan daerah terpencil banyak yang dibangun dari batu bata lumpur dan kayu. Sebagian besar berkonstruksi buruk.

Seorang warga di Distrik Nurgal, salah satu wilayah yang paling parah terdampak di Kunar, mengatakan hampir seluruh desanya runtuh.

Evakuasi korban gempa bumi di Jalalabad, AfganistanFoto: Stringer/REUTERS

"Anak-anak berada di bawah reruntuhan. Orang tua berada di bawah reruntuhan. Anak muda berada di bawah reruntuhan,” kata warga itu, yang enggan disebutkan namanya. "Kami butuh bantuan di sini,” dia memohon. "Kami butuh orang datang dan bergabung bersama kami. Mari keluarkan orang-orang yang tertimbun. Tidak ada yang bisa datang dan mengeluarkan jenazah dari bawah reruntuhan.”

Afghanistan timur merupakan wilayah pegunungan dengan banyak area terpencil. Gempa memperburuk kondisi komunikasi.

Operasi penyelamatan masih berlangsung dan tim medis dari Kunar, Nangarhar, serta ibu kota Kabul telah tiba di lokasi, kata juru bicara Kementerian Kesehatan, Sharafat Zaman.

Bencana di kawasan padat penduduk

Zaman menambahkan banyak daerah belum bisa melaporkan jumlah korban dan bahwa "angka tersebut kemungkinan akan berubah” seiring laporan kematian dan luka-luka yang masuk. Juru bicara utama pemerintah Taliban, Zabihullah Mujahid, mengatakan "semua sumber daya yang tersedia akan dikerahkan untuk menyelamatkan nyawa.”

Kota Jalalabad di dekatnya merupakan pusat perdagangan karena lokasinya yang berdekatan dengan Pakistan dan jalur perbatasan utama kedua negara. Meski menurut pemerintah, kota ini berpenduduk sekitar 300.000 orang, dengan kawasan metropolitan ang diyakini jauh lebih padat. Jalalabad juga dikenal dengan pertanian dan perkebunan, termasuk jeruk serta padi, dengan Sungai Kabul yang melintasi kota itu.

Gempa bermagnitudo 6,3 mengguncang Afghanistan pada 7 Oktober 2023, diikuti gempa susulan kuat. Pemerintah Taliban memperkirakan sedikitnya 4.000 orang tewas dalam bencana tersebut.

PBB melaporkan angka yang jauh lebih rendah, yakni sekitar 1.500 korban jiwa. Gempa itu menjadi bencana alam paling mematikan yang melanda Afghanistan dalam beberapa dekade terakhir.


Artikel ini telah diperbaharui dengan menambah jumlah korban teranyar
Editor: Yuniman Farid

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait