Genangan dan Hal-Hal Yang Belum Selesai di Kota Depok
Nadya Karima Melati
Opini penulis tamu
5 Januari 2019
Peraturan-peraturan daerah yang bersifat moral dan mengabaikan masalah-masalah yang nyata seperti sistem pembuangan limbah yang buruk, jelas-jelas menyebabkan 'penyakit'. Ikuti opini Nadya Karima Melati.
Iklan
Apabila Puan dan Tuan melintasi jalan raya Tapos arah Depok/Cibubur di perempatan tol Cimanggis sehabis hujan, akan Puan dan Tuan temui genangan setinggi betis orang dewasa dan membuat kendaraan yang melintas harus berjalan pelan-pelan.
Kemudian lanjutkan perjalanan menuju Gas Alam, genangan tidak akan lekang meninggalkan Puan dan Tua begitu saja. Dan apabila Puan dan Tuan sedang banyak waktu, silakan saja susuri seluruh ruas-ruas jalan di Kota Depok baik arah Cibinong ataupun Margonda di musim hujan, akan banyak Puan dan Tuan sekalian temui genangan air.
Genangan air dan jalanan berlubang adalah ciri khas kota Depok, di samping belimbing sebagai penanda kota. Setiap tahun di musim penghujan, ruas-ruas jalan di kota kami tercinta dikepung genangan air yang terus mengikis aspal. Tapi ah, biarkan saja, tinggal pasang pelepah pisang, kursi atau balok kayu supaya pengemudi lebih hati-hati dan besok bisa ditambal dengan aspal kembali supaya air bisa tergenang kembali di tahun berikutnya.
Mengapa jalan-jalan di kota Depok terus-terusan rusak? Mungkinkah pemerintah sengaja memelihara kerusakan jalan demi anggaran yang cukup besar? Mari Tuan dan Puan baca selengkapnya dalam artikel ini.
Berikan air hak untuk mengalir
Sudah sepuluh tahun lamanya saya tinggal di kota Depok dan selalu saja pada setiap bulan penghujan permasalahan menyangkut air dan drainase menghantui. Belum lagi dampak yang ditimbulkan akibat genangan air, terkikisnya aspal dan munculnya lubang-lubang yang membahayakan pengendara juga genangan air yang menjadi sarang nyamuk dan menyebabkan penyakit khas musim hujan: demam berdarah dan diare.
Namun kerusakan jalan dan genangan sepertinya dilakukan secara sengaja oleh pemerintah. Contohnya saja seperti diberitakan Radar Depok, jalan Jengkol di kecamatan Cimanggis sudah bertahun-tahun di bawah pemerintahan Nur Mahmudi Ismail dua kali periode sejak 2006 dan 2016 dibiarkan rusak padahal jalan tersebut penting bagi warga untuk akses ke Jakarta Timur.
Mengapa saya katakan perusakan jalan dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah? Karena pemerintah abai terhadap hak air yang turun dan mengalir pada setiap musim penghujan.
Tujuh Fakta Syariah Islam di Aceh
Sejak diterapkan lebih dari satu dekade silam Syariah Islam di Aceh banyak menuai kontroversi. Hukum agama di Serambi Mekkah itu sering dikeluhkan lebih merugikan kaum perempuan. Benarkah?
Foto: AP
Bingkisan dari Jakarta
Pintu bagi penerapan Syariah Islam di Aceh pertamakali dibuka oleh bekas Presiden Abdurrachman Wahid melalui UU No. 44 Tahun 1999. Dengan cara itu Jakarta berharap bisa mengikis keinginan merdeka penduduk lokal setelah perang saudara berkepanjangan. Parlemen Aceh yang baru berdiri tidak punya pilihan selain menerima hukum Syariah karena takut dituding anti Islam.
Foto: Getty Images/AFP/O. Budhi
Kocek Tebal Pendakwah Syariah
Anggaran penerapan Syariah Islam di Aceh ditetapkan sebesar 5% pada Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBA). Nilainya mencapai hampir 700 milyar Rupiah. Meski begitu Dinas Syariat Islam Aceh setiap tahun mengaku kekurangan uang dan meminta tambahan anggaran. DSI terutama berfungsi sebagai lembaga dakwah dan penguatan Aqidah.
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
Polisi Agama di Ruang Publik
Sebanyak 22 milyar Rupiah mengalir ke lembaga polisi Syariah alias Wilayatul Hisbah. Lembaga yang berwenang memaksakan qanun Islam itu kini beranggotakan 1280 orang. Tugas mereka antara lain melakukan razia di ruang-ruang publik. Tapi tidak jarang aparat WH dituding melakukan tindak kekerasan dan setidaknya dalam satu kasus bahkan pemerkosaan.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Kenakalan Berbalas Cambuk
Menurut Dinas Syariat Islam, pelanggaran terbanyak Syariah Islam adalah menyangkut Qanun No. 11 Tahun 2002 dan No. 14 Tahun 2003. Kedua qanun tersebut mengatur tata cara berbusana dan larangan perbuatan mesum. Kebanyakan pelaku adalah kaum remaja yang tertangkap sedang berpacaran atau tidak mengenakan jilbab. Untuk itu mereka bisa dikenakan hukuman cambuk, bahkan terhadap bocah di bawah umur
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Cacat Hukum Serambi
Kelompok HAM mengritik penerapan hukum Islam di Aceh tidak berimbang. Perempuan korban perkosaan misalnya harus melibatkan empat saksi laki-laki untuk mendukung dakwaannya. Ironisnya, jika gagal menghadirkan jumlah saksi yang cukup, korban malah terancam dikenakan hukuman cambuk dengan dalih perbuatan mesum. Adapun terduga pelaku diproses seusai hukum pidana Indonesia.
Foto: Getty Images/AFP/C. Mahyuddin
Petaka buat Perempuan?
Perempuan termasuk kelompok masyarakat yang paling sering dibidik oleh Syariah Islam di Aceh. Temuan tersebut dikeluhkan 2013 silam oleh belasan LSM perempuan. Aturan berbusana misalnya lebih banyak menyangkut pakaian perempuan ketimbang laki-laki. Selain itu penerapan Syariat dinilai malah berkontribusi dalam sekitar 26% kasus pelecehan terhadap perempuan yang terjadi di ranah publik.
Foto: picture-alliance/epa/N. Afrida
Pengadilan Jalanan
Ajakan pemerintah Aceh kepada penduduk untuk ikut melaksanakan Syariah Islam justru menjadi bumerang. Berbagai kasus mencatat tindakan main hakim sendiri oleh masyarakat terhadap tersangka pelanggar Qanun. Dalam banyak kasus, korban disiram air comberan, dipukul atau diarak tanpa busana. Jumlah pelanggaran semacam itu setiap tahun mencapai puluhan, menurut catatan KontraS
Foto: AP
7 foto1 | 7
Pembangunan terus menerus dilakukan dan perbaikan jalan yang dilakukan setiap tahunnya adalah solusi instan dengan sekadar menambal jalan berlubang dengan aspal atau membangun dengan beton. Drainase tempat air mengalir tidak digubris. Beberapa warga bahkan menyumbat drainase dan menjadikannya lahan parkir sehingga air tidak bisa mengalir dan menggenangi jalan.
Wali kota bertanggungjawab atas warga Depok atas hak akses jalan raya dan tata kota yang tidak berpihak kepada air. Air memang bukan warga Depok tetapi dia adalah sumber kehidupan umat manusia termasuk warga Depok, air harus dikelola baik air bersih maupun air hujan.
Kota Depok yang memiliki curah hujan 2684 m/th tergolong tinggi dan harusnya pengelola kota memikirkan bagaimana drainase yang bisa dibuat seiring dengan pertumbuhan kota yang tiada henti. Bulan November hingga Februari adalah musim penghujan yang tidak bisa ditampik dan air akan terus mengalir hingga menuju tempat yang lebih rendah melewati segala macam aspal dan cor-coran semen.
Pemerintah kota Depok harusnya memerhatikan normalisasi drainase di sekitar jalan sebelum menambalnya. Atau jangan-jangan drainase sengaja digubris supaya anggaran perbaikan jalan terus muncul? Pasalnya, pemerintah Depok pada tahun 2018 ini telah menganggarkan 1,5 miliar untuk perbaikan jalan dan itu hanya terbatas pada wilayah Gas Alam Sukatani. "Untuk tahun ini dapatlah Rp 1,5 miliar kurang lebih bisalah (memperbaiki) 500 meter lebih sampai 1 kilometer," ujar Kepala Dinas PUPR Depok Mantho Jorgi saat diwawancara wartawan. Padahal, akibat tidak digubrisnya drainase dan tata kota, Depok menjadi kota yang berlangganan berbagai epidemi yang disebabkan oleh nyamuk seperti DBD (Demam Berdarah Dengue) dan Kaki Gajah sejak tahun 2005 hingga saat ini.
Inilah Kota Termahal di Indonesia
Survey biaya hidup yang dibuat Badan Pusat Statistik merunut daftar kota termahal di tanah air. Bahkan upah minimum kota tertinggi di Indonesia sekalipun tidak cukup untuk hidup layak di kota-kota ini
Foto: Reuters
1. Jakarta - Rp. 7,5 Juta/Bulan
Badan Pusat Statistik merilis Survey Biaya Hidup setiap lima tahun sekali yang merunut daftar kota dengan Indek Harga Konsumen (IHK) tertinggi. IHK menghitung rata-rata pengeluaran untuk barang dan jasa per rumah tangga di sebuah kota. Menurut survey tersebut, untuk hidup layak di Jakarta penduduk membutuhkan biaya sebesar 7,5 juta Rupiah per bulan.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
2. Jayapura - Rp. 6,9 Juta/Bulan
Lantaran kelangkaan infrastruktur dan mahalnya biaya transportasi, kota-kota di timur Indonesia banyak mengisi daftar 10 besar kota termahal di tanah air. Jayapura adalah salah satunya. Dibutuhkan pendapatan bulanan sebesar 6,9 juta Rupiah buat setiap penduduk untuk bisa hidup layak di ibukota provinsi Papua ini.
Foto: picture alliance/robertharding/J. Sweeney
3. Ternate - Rp. 6,4 Juta/Bulan
BPS menaksir sekitar 35% biaya hidup bulanan digunakan untuk membeli makanan. Sementara sisanya terbagi antara biaya transportasi, rumah, pendidikan dan pengeluaran lain. Ternate mendarat di posisi ketiga kota termahal Indonesia. Kota di kaki gunung Gamalama itu baru saja menaikkan upah minimum menjadi 1,9 juta Rupiah. Padahal menurut BPS, biaya hidup bulanan di Ternate sebesar 6,4 juta Rupiah
Foto: Getty Images/AFP/STR
4. Depok - Rp. 6,3 Juta/Bulan
Serupa dengan kota satelit lain di sekitar Jakarta, pertumbuhan ekonomi Depok banyak dipengaruhi keberadaan kelas menengah yang bekerja di ibukota. Menurut temuan BPS, biaya hidup rata-rata penduduk kota berkisar 6,3 juta Rupiah. Bandingkan dengan Upah Minimum Kota yang dipatok sebesar 3 juta Rupiah per bulan.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
5. Batam - Rp. 6,3 Juta/Bulan
Pulau yang menikmati perjanjian perdagangan bebas dengan Singapura itu mencatat pertumbuhan ekonomi pesat yang digerakkan sektor industri dan pariwisata. Tidak heran jika biaya hidup di Batam termasuk yang tertinggi di Indonesia, yakni sekitar 6,3 juta Rupiah. Sementara upah terendah yang digariskan pemerintah kota tahun ini mencapai 2,9 juta Rupiah per bulan.
Perekonomian ibukota provinsi Papua Barat ini banyak diuntungkan oleh sektor pariwisata. Saat ini sekitar 210 ribu penduduk hidup di Manokwari. Upah minimum yang ditetapkan pemkot berkisar 2,2 juta Rupiah. Sementara biaya bulanan untuk memenuhi standar hidup layak menurut BPS adalah sebesar 6,2 juta Rupiah
Foto: Getty Images/U. Ifansasti
7. Banda Aceh - Rp. 6,1 Juta/Bulan
Setelah tsunami 2004, Banda Aceh diguyur dana bantuan dan dana otonomi khusus. Namun pertumbuhan ekonomi di kota serambi Mekah itu masih jauh panggang dari api. Biaya hidup yang dinilai layak ditaksir sebesar 6,1 juta/bulan. Namun celakanya pendapatan rumah tangga di Banda Aceh tercatat yang terendah di Sumatera. Baru-baru ini pemerintah kota meningkatkan upah minimum menjadi 2,1 juta Rupiah
Foto: Getty Images/Ulet Ifansasti
8. Surabaya - Rp. 6 Juta/Bulan
Perekonomian Surabaya tumbuh pesat dalam beberapa tahun terakhir. 2014 silam pendapatan per kapita masyarakat mencapai 84 juta/kapita setiap tahun. Wajar jika kondisi tersebut tercermin pada Survey Biaya Hidup yang dirilis BPS. Menurut survey tersebut, biaya hidup layak di Surabaya mencapai 6 juta Rupiah per bulan. Adapun upah minimum kota dipatok sebesar 3 juta Rupiah
Foto: Getty Images
8 foto1 | 8
Anjuran Makan Tangan Kanan dan Korupsi di Tangan Lainnya
Di sisi terus menerus rusaknya jalan akibat drainase yang tidak diurus, Depok adalah sebuah kota yang sangat menakjubkan di mana mantan pemimpinnya Nur Mahmudi Ismail pada masa pemerintahannya gemar menganjurkan program-program kerja bersifat moral khas partai pendukungnya. Di tahun 2013 pada masa pemerintahannya yang kedua, terpampang baliho besar anjuran makan dengan tangan kanan oleh Wali Kota yang sekarang berstatus koruptor tersebut.
Selain itu, peraturan kota sangat tidak sesuai dengan kebutuhan penduduk, misalnya saja Depok adalah lokasi kampus terbesar Universitas Indonesia dan Universitas Gunadarma tetapi café dan toko serba ada dilarang buka 24 jam dan Depok menerapkan jam malam. Peraturan daerah ini sama sekali tidak mengakomodir kebutuhan mahasiswa/i yang harus beraktivitas di malam hari seperti bersih-bersih kosan, mengerjakan tugas dan berkumpul dengan teman-teman.
Belum lagi peraturan-peraturan dan himbauan diskriminatif pemerintah seperti sebuah spanduk anti-LGBT di depan kantor kecamatan Pancoran Mas, tepat di sebelah stasiun Depok Lama yang terang-terangan mengecam LGBT. Nampaknya selain penyakit menular yang disebabkan nyamuk seperti DBD dan Kaki Gajah, kota Depok juga tertular penyakit psikologis homofobia. Penyakit homophobia ini menjangkiti beberapa kota dan daerah yang gemar memberikan peraturan-peraturan yang bersifat moral, sebagai ciri dari infeksinya selain Depok sebut saja Padang, Sukabumi dan Aceh.
Peraturan-peraturan daerah yang bersifat moral dan mengabaikan masalah-masalah yang riil seperti drainase yang jelas-jelas menyebabkan penyakit menular seperti demam berdarah. Saya sendiri kehilangan seorang sahabat semasa kuliah karena penyakit ini. Penyakit DBD lebih harus diperhatikan penyebab dan pencegahannya daripada HIV/AIDS melalui perbaikan drainase dan perbaikan jalan yang menyeluruh bukan sekadar menambal dengan aspal atau membangun beton. Perhatikan hak air untuk mengalir sebagaimana pemerintah kota Depok harus memperhatikan kebutuhan penduduknya. Sepanjang pengalaman saya tinggal dan berkuliah di Depok, lebih banyak mahasiswa/i meninggal karena demam berdarah daripada HIV/AIDS.
Lagipula, jika ingin menangani dan mengendalikan laju epidemi HIV/AIDS pemerintah kota Depok tidak bisa mengeluarkan peraturan bersifat moral apalagi homofobik dengan menyebarkan stigma kepada pengidapnya. Sudah cukup kota Depok dipimpin oleh wali kota yang makan dengan tangan kanan tetapi korupsi di tangan lainnya. Pemimpin kota Depok harus belajar dan bebenah.
Penulis @Nadyazura adalah essais dan pengamat masalah sosial.
*Setiap tulisan yang dimuat dalam #DWNesia menjadi tanggung jawab penulis
*Bagaimana komentar Anda atas opini di atas? Silakan tulis dalam kolom komentar di bawah ini.
Inilah Aturan Volume Toa Masjid di Negara Muslim Lain
Ketika seorang warga minoritas di Indonesia dipenjara lantaran mengeluhkan volume suara adzan, di sejumlah negara muslim lain pemerintah bersama ulama mewajibkan pengurus masjid menghargai ketenangan umum.
Foto: Imago/Geisser
Arab Saudi
Sejak 2015 silam Kementerian Agama Islam di Arab Saudi melarang masjid menggunakan pengeras suara di bagian luar, kecuali untuk adzan, sholat Jumat, sholat Idul Fitri & Adha, serta sholat minta hujan. Kebijakan ini diambil menyusul maraknya keluhan warga ihwal volume pengeras suara yang terlalu besar. Arab News melaporkan tahun lalu masjid-masjid diperintahkan mencabut toa dari menara.
Foto: picture-alliance /akg-images/A. Jemolo
Mesir
Keputusan pemerintah Mesir melarang pengeras suara masjid digunakan untuk selain adzan juga didukung oleh Universitas al-Azhar. Larangan ini terutama mulai diawasi sejak bulan Ramadan 2018 lalu. Al-Azhar mengatakan, pengeras suara bisa mengganggu pasien di rumah sakit atau manula dan sebabnya bertentangan ajaran Islam.
Foto: Getty Images
Bahrain
Belum lama ini Kementerian Agama Islam di Bahrain memperpanjang larangan penggunaan pengeras suara di masjid selain untuk adzan. Lantaran banyak keluhan, pemerintah juga meminta masjid menurunkan volume pengeras suara. "Islam adalah soal toleransi, bukan mempersulit kehidupan orang lain dengan mengganggu lewat pengeras suara," kata Abdallah al-Moaily, seorang pejabat lokal kepada GulfInsider.
Foto: Getty Images
Malaysia
Di Malaysia aturan ihwal pengeras suara masjid bergantung pada negara bagian masing-masing. Penang, Perlis dan Selangor termasuk negara bagian yang melarang pengeras suara digunakan selain untuk adzan. Dalam fatwanya mufti Perlis, Datuk Asri Zainul Abidin, menegaskan larangan tersebut sudah sesuai dengan ajaran nabi Muhammad S.A.W untuk tidak mengganggu ketertiban umum.
Foto: Getty Images/AFP/M. Vatsyayana
Uni Emirat Arab
Pemerintah setempat tidak menerbitkan ketentuan khusus mengenai pengeras suara masjid. Namun penduduk didorong untuk menyampaikan keluhan jika volume pengeras suara terlalu tinggi. UAE menggariskan suara adzan tidak boleh melebihi batas 85 desibel di kawasan pemukiman agar tidak mengganggu aktivitas warga setempat.
Foto: imago/T. Müller
Indonesia
Kementerian agama tidak membatasi volume pengeras suara masjid, melainkan hanya mengatur penggunaan toa untuk keperluan ibadah. Dalam instruksi Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, masjid diperkenankan menggunakan pengeras suara untuk adzan dan pembacaan ayat Al-Quran maksimal 15 menit sebelum waktu sholat. Selama sholat masjid hanya boleh menggunakan pengeras suara di bagian dalam.
Foto: Getty Images/AFP/R. Gacad
India
Pemerintah mengawasi penggunaan pengeras suara yang tak berizin di masjid-masjid. Aturan nasional antara lain membatasi volume pengeras suara di ruang publik menjadi maksimal 10 desibel di atas volume derau di sekitar atau 5dB di atas volume bunyi-bunyian di ruang pribadi. Aturan yang juga didukung ulama Islam India ini diterbitkan untuk menjamin ketertiban umum. (rzn/hp: dari berbagai sumber)