Israel dan Hamas diharapkan bakal menahan diri selama tiga hari mulai hari Selasa (5/8), di bawah kesepakatan gencatan senjata yang dimediasi Mesir, sambil melakukan negosiasi jangka panjang untuk mengakhiri perang.
Iklan
Pasukan darat Israel ditarik dari wilayah Palestina bersamaan dengan dimulainya gencatan, setelah menyelesaikan misi utama mereka menghancurkan terowongan penyusup lintas batas, demikian pernyataan seorang juru bicara militer.
Juru bicara Letnan Kolonel Peter Lerner, mengatakan pasukan itu akan “ditempatkan kembali dalam posisi bertahan di luar Jalur Gaza dan akan tetap mempertahankan posisi bertahan“ – merefleksikan kesiapan Israel untuk kembali bertempur jika diserang. (Baca: Israel Kerahkan Ribuan Pasukan Cadangan ke Gaza)
Beberapa upaya sebelumnya oleh Mesir serta kekuatan wilayah lainnya, selalu gagal menenangkan pertempuran terburuk antara Israel dengan Palestina selama dua tahun terakhir.
Para pejabat di Gaza mengatakan perang itu telah menewaskan 1.834 warga Palestina dan sebagian besar dari mereka adalah penduduk sipil. Israel mengatakan 64 tentaranya dan tiga warga sipil terbunuh sejak pertempuran pecah 8 Juli.
Gaza: Demonstrasi dari Seluruh Dunia
Masyarakat di berbagai belahan dunia menggelar aksi unjuk rasa menentang serangan Israel ke Gaza. Kekerasan ini menyangkut persoalan kemanusiaan. Aksi solidaritas tersebut dapat Anda simak dalam kliping Foto berikut.
Foto: picture-alliance/AA
Bergema hingga ke Ljubljana
Para demonstran di Ljubljana, Slovenia mengusung plakat dalam aksi protes menentang serengan tentara Israel di Gaza. pengunjuk rasa memilih Kantor Perwakilan Uni Eropa sebagai lokasi demonstrasi mereka.
Foto: Reuters
Berujung bentrokan
Di Sarcellles, Perancis, 20 Juli 2014 , para pemuda Perancis yang ambil bagian dalam demonstrasi terlibat bentrokan dengan aparat.
Foto: picture-alliance/dpa
Solidaritas dari Marseille
Di Marseille 19 Juli 2014, para demonstran pro-Palestina ambil bagian dalam aksi unjuk rasa memrotes operasi militer Israel ke Gaza.
Foto: Reuters
Masih dari Perancis
Demonstran pro-Palestina berhadapan dengan aparat kepolisian dalam aksi demonstrasi, di Paris, 19 Juli 2014. Mereka bentrok dengan aparat ketika dilarang melakukan aksi pawai.
Foto: Reuters
Kembali bentrok
Bentrokan kembali tak terelakan di Paris, 26 Juli 2014, saat warga kembali berdemonstrasi. Seorang demonstran tampak kehilangan sepatu dalam aksi itu.
Foto: Reuters
Di depan Gedung Putih
Komite Amerika-Arab Anti-Diskriminasi (ADC) dan aktivis lainnya berpartisipasi dalam acara menyalakan lilin dalam keheningan di depan Gedung Putih di Washington, Amerika Serikat. Masyarakat berunjukrasa mengenang warga Palestina yang telah kehilangan nyawa mereka di Gaza.
Foto: Reuters
Bersatu dalam aksi hening
Dalam acara itu, sebuah potongan kardus bergambar Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu ditempatkan di depan Gedung Putih di Washington, Amerika Serikat. Pendukung Palestina dalam aksi ini menggelar aksi untuk menghormati korban serangan Israel.
Foto: Reuters
Membawa syal Palestina
Seorang warga meneriakan slogan sambil menggenggam syal bertuliskan Palestina, dalam sebuah demonstrasi menentang serangan militer Israel di Jalur Gaza, di kompleks mesjid al-Aqsa, di kota tua Yerusalem, pada hari pertama liburan Idul Fitri yang menandai akhir bulan suci Ramadan.
Foto: Getty Images
Anak-anak ikut turun ke jalan
Seorang anak Palestina memegang pistol plastik selama demonstrasi menentang serangan militer Israel di Jalur Gaza pada tanggal 28 Juli 2014 di kompleks masjid al-Aqsa, di kota tua Yerusalem.
Foto: Getty Images
Protes dari Taiwan
Pendukung Palestina meneriakkan slogan-slogan di depan American Institute di Taiwan (AIT), kedutaan besar AS di Taiwan. Mereka menggelar aksi unjuk rasa terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza.
Foto: Reuters
Cetak tangan merah
Seorang pendukung Palestina meninggalkan cetak tangan merah pada bendera nasional Israel di depan American Institute di Taiwan (AIT), yang secara de facto merupakan kedutaan besar AS di Taiwan. Ia melakukannya tanggal 28 Juli 2014, dalam aksi protes terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza.
Foto: Reuters
Dukungan dari Tunis
Di Avenue Habib Bourguiba di Tunis, Demonstran pro-Palestina meneriakkan slogan sambil melambaikan bendera Palestina sebagai wujud protes terhadap aksi militer Israel di Gaza.
Foto: REUTERS
Dari Berlin, Jerman
Di Berlin, tanggal 25 Juli 2014, plakat dan bendera selama aksi protes terhadap serangan Israel di Jalur Gaza. Aksi protes berlangsung dengan mengambil bagian pada peringatan "al-Quds Day" atau Hari Yerusalam.
Foto: Reuters
Pro Palestina di London
Puluhan ribu demonstran pro-Palestina berbaris di depan kedutaan Israel di London, Inggris, 19 Juli 2014. Mereka menentang aksi Israel memperluas operasi darat ke Gaza.
Foto: picture-alliance/dpa
Hingga ke Wina
20 Juli 2014, di ibukota Austria, Wina, para pengunjukrasa menyerukan slogan dan mengusung bendera dalam demonstrasi menentang aksi militer Israel di Gaza.
Foto: Reuters
Juga di Los Angeles
Di depan gedung pemerintahan di Los Angeles, Amerika Serikat, 20 Juli 2014, kelompok pro-Palestina mengadakan pawai menentang kekerasan di Jalur Gaza.
Foto: Reuters
16 foto1 | 16
Perdamaian yang rumit
Israel bakal mengirim beberapa delegasi untuk bergabung dalam negosiasi di Kairo untuk mempermanenkan kesepakatan jangka panjang selama jalannya gencatan senjata, demikian pernyataan para pejabat Israel.
Untuk saat ini, Menteri Urusan Strategis Yuval Steinitz mengatakan kepada Radio Angkatan Bersenjata Israel, ”Tidak ada kesepakatan. Sebagaimana telah kami katakan, tenang akan dijawab dengan tenang.“
Juru bicara Hamas Sami Abu Zuhri mengatakan kelompok Islamis itu juga telah menginformasikan kepada Mesir ”kesediaan mereka atas pemberlakukan masa tenang 72 jam,“ yang dimulai sejak Selasa.
Departemen Luar Negeri Amerika Serikat memuji gencatan senjata dan menyerukan kepada kedua pihak untuk “menghormati sepenuhnya“. Juru bicara Jen Psaki menambahkan bahwa Washington akan terus melanjutkan usahanya untuk membantu kedua pihak meraih sebuah “solusi jangka panjang, berkelanjutan dan tahan lama“.
Upaya untuk memperkuat gencatan senjata menjadi langgeng akan terbukti sulit, dengan pendirian kedua pihak yang sangat jauh dari tuntutan kunci satu sama lain, dan masing-masing menolak legitimasi pihak lainnya. Hamas menolak keberadaan Israel dan bersumpah akan menghancurkannya, sementara Tel Aviv sendiri masih menempatkan Hamas sebagai sebuah organisasi teroris dan selama ini menghindar untuk menjalin hubungan dalam bentuk apapun.