1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikAzerbaijan

Gencatan Senjata Disepakati untuk Nagorno-Karabakh

20 September 2023

Kelompok separatis Armenia di Nagorno-Karabakh telah mengumumkan gencatan senjata di pegunungan wilayah Kaukasus, dengan dimediasi misi penjaga perdamaian Rusia. Demikian laporan kantor berita Armenia dan Rusia.

Gencatan Senjata Disepakati di Nagorno-Karabakh
Gencatan Senjata Disepakati untuk Nagorno-KarabakhFoto: Russian Defence Ministry/TASS/IMAGO

Kelompok separatis  Armenia telah menerima tawaran negosiasi dengan pemerintahan di Baku, mengenai integrasi wilayah dengan  Azerbaijan. Perundingan akan dimulai pada hari Kamis (21/09). Operasi militer besar-besaran yang dilakukan Azerbaijan baru-baru ini di Nagorno-Karabakh mendapat sorotan masyarakat internasional. Di sela-sela Sidang Umum PBB di New York, beberapa negara menyerukan diakhirinya pertempuran di wilayah Kaukasus yang disengketakan, "Sekretaris Jenderal PBB (António Guterres) mendesak diakhirinya pertempuran segera, deeskalasi dan kepatuhan yang lebih ketat terhadap gencatan senjata tahun 2020 dan prinsip-prinsip hukum humaniter internasional," ujar juru bicara Guterres, Stéphane Dujarric. 

Sementara itu Kanselir Jerman Olaf Scholz meminta pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di wilayah Nagorno-Karabakh yang bermasalah di Kaukasus untuk meletakkan senjata. "Kegiatan militer yang baru, saya yakin, mengarah ke jalan buntu," ujar Scholz di Sidang Umum PBB di New York. Sebelumnya, dia mengatakan bahwa masalah ini harus "kembali ke jalur diplomasi".

Senada dengan Scholz, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menekankan dalam kontak via telepon dengan Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev bahwa jangan ada solusi militer dan kedua belah pihak harus melanjutkan dialog.

Sehubungan dengan operasi militer tersebut, Prancis menyerukan "pertemuan mendesak" Dewan Keamanan PBB mengenai serangan "ilegal" oleh angkatan bersenjata Azerbaijan. Pertemuan itu telah dijadwalkan pada hari Kamis (21/09) di New York, demikian menurut sumber-sumber diplomatik. Armenia sebelumnya telah meminta bantuan DK PBB.

Sedikitnya 27 orang tewas

Setelah eskalasi berbulan-bulan dalam konflik atas Nagorno-Karabakh, pada hari Selasa (19/09), Azerbaijan melancarkan operasi militer berskala besar di wilayah Kaukasus yang disengketakan. Menurut perwakilan Nagorno-Karabakh di Armenia, ibu kota regional Stepanakert dan kota-kota lain dihujani "tembakan intensif". Pasukan pro-Armenia melaporkan sedikitnya 27 orang tewas, termasuk dua warga sipil. Jumlah warga yang terluka tercatat sekitar 200 orang. Sementara itu lebih dari 7000 penduduk dari 16 distrik telah dievakuasi ke tempat yang aman. Masalah utama dari evakuasi ini adalah kurangnya bahan bakar untuk moda transportasi, akibat blokade Azerbaijan yang telah berlangsung selama berbulan-bulan di wilayah tersebut.

Menteri Luar Negeri Italia Antonio Tajani meminta Azerbaijan untuk "segera mengakhiri aksi militernya" di Nagorno-Karabakh. Menurut stafnya, ia menawarkan untuk menjadi penengah dalam konflik tersebut dalam sebuah pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Armenia, Ararat Mirzoyan dan Menteri Luar Negeri Azerbaijan Jejun Bayramov di sela-sela Sidang Umum PBB. Iran juga menawarkan diri untuk menjadi penengah. Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Rusia mendesak pihak-pihak yang terlibat dalam konflik untuk "segera menghentikan pertumpahan darah, menghentikan permusuhan, dan berhenti membunuh warga sipil".

Kelompok separatis untuk menyerah

Pihak berwenang di daerah kantong yang diperebutkan juga menuntut gencatan senjata dan perundingan segera. Pemerintah Azerbaijan menyatakan bahwa pada prinsipnya mereka bersedia untuk berunding, tetapi sebagai syaratnya mereka menuntut penyerahan diri dari para separatis Armenia. Mereka diminta untuk menyerahkan senjata mereka dan "rezim ilegal" harus dibubarkan. Jika hal ini tidak terjadi, serangan akan "berlanjut hingga akhir yang pahit". Jika terjadi penyerahan diri, pemerintahan di Baku mengusulkan pembicaraan "dengan perwakilan penduduk Armenia di Karabakh", di Kota Yevlakh, Azerbaijan.

Hari Selasa (19/09) lalu, pasukan pro-Armenia mengatakan pasukan Azerbaijan menggunakan artileri, rudal, dan pesawat tak berawak. Seorang reporter kantor berita Prancis, AFP, melaporkan bahwa Stepanakert terus dibombardir pada Selasa (19/09) malam.

Pemerintah Azerbaijan mengatakan militernya telah merebut 60 posisi Armenia dan berbicara tentang "operasi anti-eroris lokal" di Nagorno-Karabakh. Operasi ini menargetkan posisi dan fasilitas militer Armenia yang digunakan oleh "separatis". Menurut Kementerian Pertahanan di Baku, koridor kemanusiaan untuk warga sipil telah dibentuk.

Protes dengan kekerasan di Yerevan

Di sisi lain, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan berbicara di televisi tentang "pengerahan pasukan darat" Azerbaijan dengan tujuan "pembersihan etnis" penduduk Armenia di daerah kantong tersebut.

Sementara itu, di ibu kota Armenia, Yerevan, ratusan orang berdemonstrasi menentang Pashinyan. Mereka menuduhnya gagal dalam mempertahankan Nagorno-Karabakh dan menuntut pengunduran dirinya.

Kedutaan Besar Rusia di Yerevan juga dikepung oleh orang-orang yang marah. Terjadi bentrokan dengan polisi yang menggunakan granat setrum. Menurut Kementerian Kesehatan Armenia, 16 polisi dan 18 demonstran terluka akibat insiden itu.

Di bawah hukum internasional, Nagorno-Karabakh adalah milik Azerbaijan. Kawasan itu kaya akan minyak dan gas, di mana sebagian besar orang Armenia tinggal di daerah tersebut.

Azerbaijan dan Armenia telah memperebutkan daerah kantong itu sejak runtuhnya Uni Soviet. Keduanya telah berperang dua kali. Yang terakhir pada tahun 2020. Rusia menengahi perjanjian gencatan senjata setelah berlangsungnya pertempuran enam minggu, yang menewaskan lebih dari 6.500 orang dan memaksa Armenia untuk menyerahkan wilayah yang luas. Perjanjian itu telah dilanggar berulang kali sejak saat itu.

Turki dianggap sebagai kekuatan yang melindungi Azerbaijan yang mayoritasnya muslim, sedangkan Armenia yang mayoritas penduduknya beragama Kristen Ortodoks secara tradisional bergantung pada dukungan Rusia, yang juga menempatkan tentaranya di wilayah tersebut.

Dalam beberapa bulan terakhir, ketegangan di wilayah pertambangan Nagorno-Karabakh telah meningkat secara signifikan.

ap/yf (dpa, afp)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait

Topik terkait

Tampilkan liputan lainnya