Gerakan Anti Eropa Makin Kuat
21 November 2014Ketidak puasan terhadap Uni Eropa dan gagasan integrasi Eropa setahun belakangan makin meningkat. Krisis mata uang Euro, naiknya angka penganguran dan ancaman datangnya resesi yang ditanggapi dengan politik pengetatan anggaran, membuat sentimen anti Eropa juga makin kencang.
Dalam pemilihan umum di sejumlah negara anggota setahun terakhir ini, terlihat dengan tegas partai-partai yang skeptis terhadap gagasan Eropa serta partai berhaluan kanan, berhasil meraih simpati pemilih. Partai-partai berhaluan populis juga memanfaaftkan situasi krisis untuk dapat menduduki kursi parlemen.
Di Inggris, Jerman, Perancis, Belanda dan Denmark partai skeptis-Eropa dan partai ekstrim kanan meraih mandat cukup signifikan dalam pemilu parlemen Eropa maupun di tingkat nasional. Sementara di negara yang dilanda krisis keuangan dan beban utang tinggi, seperti Hongaria dan Yunani, partai berhaluan kanan bisa makin memantapkan posisi.
Di Spanyol, provinsi Katalan dan di Inggris, Skotlandia juga menggelar referendum untuk menyempal, gara-gara tidak puas dengan pemerintah pusat yang pro-Eropa yang dituding menjadi penyebab ambruknya ekonomi.
Kejutan terbaru muncul dari Inggris, setelah partai anti Uni Eropa-UKIP berhasil meraih dua kursi di parlemen dalam pemilu Jumat (21/11). Para pengamat politik menilai, kemenangan partai anti Eropa itu merupakan sinyal penting yang harus ditanggapi serius menjelang pemilu nasional tahun depan. UKIP mengusung tema anti imigran dan ketidak puasan terhadap peranan Uni Eropa dalam kampanyenya.
Populisme dan krisis ekonomi
"Krisis ekonomi dan keuangan di zona Euro yang dipicu krisis utang di sejumlah negara anggota, terutama di Yunani mempercepat naiknya popularitas partai-partai populis", ujar Jean-Dominique Giuliani dari institut penelitian yayasan Robert Schumann yang bermarkas di Brussel dan Paris.
Krisis Euro yang menyeret sejumlah negara ke ambang resesi dan menyebabkan tingginya angka pengangguran, membuat warga frustrasi. Selain itu aturan imigrasi di sejumlah negara yang dianggap terlalu longgar, memicu kecemburuan publik. Itu sebabnya banyak pemilih berpaling ke partai alternatif atau sayap ultra kanan.
Ancaman krisis politik di Uni Eropa ini telah diramalkan mantan menteri luar negeri Jerman, Joschka Fischer awal tahun 2014 seiring peluncuran buku terbarunya berjudul "Is Europe Failing?". Fischer terutama menohok titik lemah politik penghematan berkepanjangan dalam mengatasi krisis finansial di zona Euro.
Walau kebanyakan pengamat politik meyakini, haluan politik mayoritas saat ini tetap pro-Eropa, namun kebangkitan gerakan anti-Eropa tidak boleh dipandang remeh. Karena masalahnya bisa membesar, seiring makin naiknya ketidak puasan warga menyangkut tema imigrasi, kedaulatan nasional, krisis keuangan berkepanjangan serta pertanyaan tentang integrasi Eropa.
as/vlz (rtr,afp,dpa)