1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Gereja-gereja di AS Tolak Larangan Berkumpul Jelang Paskah

8 April 2020

Aturan karantina selama wabah Corona memicu gelombang perlawanan oleh sejumlah gereja di Amerika Serikat. Mereka menilai larangan berkumpul sebagai ancaman atas kebebasan beragama.

Gereja di Pacific Beach
Foto: picture alliance/F. Duenzl

Selama beberapa pekan terakhir Sandra mengurung diri di rumahnya di sebuah pemukiman asri di pinggir kota Cincinnati. Selama itu pula dia bekerja dari rumah demi menghindar dari eskalasi wabah Corona yang sedang berkecamuk di Amerika Serikat.

Tapi situasi berbeda terlihat di gereja Solid Rock yang berada tidak jauh dari rumahnya. Di sana, seribuan orang masih berkumpul meski ada peringatan mengurangi kerumunan publik dari pemerintah negara bagian. Pihak gereja juga berniat tetap menawarkan layanan misa pada Minggu Palma, menjelang Paskah.

“Saya kira mereka harusnya menaati aturan negara bagian, seperti yang diperintahkan Alkitab kepada kita,” kata Sandra. Imbauan serupa dilayangkan walikota lokal, namun peringatan itu tidak digubris.

Meski menggelar acara akbar di tengah wabah Covid-19, gereja Solid Rock mengklaim telah “mengambil langkah untuk memastikan keselamatan semua orang yang datang ke gereja,“ tulis pengelola di dalam situs resmi gereja.

“Kami mengurangi layanan gereja. Tapi kami tetap buka dan tetap melaksanakan ibadah.”

Misa Jarak Jauh

Jutaan warga Amerika akan terpaksa menyimak ritual peringatan Minggu Palma dari rumah masing-masing akhir pekan ini. Sebagian besar gereja di AS telah mengalihkan layanan misa secara online untuk menaati aturan karantina.

Namun serupa dengan gereja Solid Rock, sejumlah gereja di Amerika tetap mengundang jemaah agar datang menghadiri misa. “Kami menolak aturan (karantina) karena perintah tuhan adalah untuk menyebarkan ajaranNya,” kata pastor asal Louisiana, Tony Spell, kepada Reuters.

Spell berniat menggelar tiga misa di gerejanya di Baton Rouge yang beranggotakan 1.000 orang. Selama ini dia menolak menaati aturan larangan berkumpul dan telah mendapat surat teguran dari kepolisian sebanyak enam kali.

“Gereja adalah kekuatan terakhir dalam melawan Antikristus. Mari kita berkumpul terlepas dari apa yang dikatakan orang lain,“ imbuhnya.

Buat Spell dan sejumlah pastor yang lain, mereka melihat karantina sebagai ancaman terhadap kebebasan beragama.

“Setan sedang berusaha memisahkan kita, dia berusaha menjauhkan kita dari ibadah. Tapi kita tidak akan membiarkannya menang,“ tulis Kelly Burton, seorang pastor di Gereja Lone Star Baptist di Texas di akun media sosialnya.

Gereja kecil itu selama ini menggelar misa di lapangan parkir dan berencana melakukan hal serupa pada Minggu Palma.

Kantung Penularan di Rumah Tuhan

Acara keagamaan sejauh ini diyakini mempercepat penyebaran virus Corona. Dua acara gereja di Perancis dan Korea Selatan misalnya, tercatat ikut mendorong tumbuhnya kantung penularan yang memicu wabah secara lokal.

Hal serupa diamati pejabat Sacramento County pada sebuah gereja evangelis di California yang mencatat 71 kasus COVID-19. Meski gereja tutup, para jemaah tetap berkumpul di rumah-rumah anggota untuk berdoa.

Tidak berbeda dengan Rob McCoy. Bekas walikota Thousand Oaks di Los Angeles itu bekerja sebagai pastor di Gereja Godspeak Calvary dan tetap menawarkan misa pada Minggu Palma, meski mengimbau jemaah agar menjaga jarak di antara mereka.

“Sangat penting secara teologis bahwa ibadah ini tidak dilakukan seorang diri,” kata McCoy. “Kami sedang menjalankan hak kami yang paling dasar. Ibadah Komuni tidak bisa ditawar buat kami.“

Ibadah di Gereja sebagai Hak Dasar

Kepolisian di Lodi, negara bagian California sekitar 650km di utara LA, menggerebek sebuah misa di sebuah gereja yang dihadiri 80 orang. Aparat meminta pulang para jemaah karena melanggar aturan larangan berkumpul.

“Ini adalah urusan kesehatan publik,“ kata Jurubicara pemerintah kota, Jeff Hood.

Walaupun demikian pihak gereja urung membatalkan undangan misa untuk Minggu Palma, tutur kuasa hukumnya, Dean Broyles.

“Sederhana saja, kami tidak akan menaati perintah karantina itu,“ kata dia. “Virus ini tidak membatalkan hak konstitusional kami, hak untuk berkumpul, kebebasan beragama dan kebebasan berekpresi.“

Dia mengklaim gereja sudah mengambil langkah pencegahan untuk memitigasi risiko penularan, termasuk mendisinfeksi gedung gereja sebelum misa dan meminta kaum manula agar beribadah di rumah.

"Kita lebih aman dibanding supermarket,“ kata Broyles. “Coba pikirkan lagi, di sana Anda berjejalan dengan pembeli yang lain Di sini kami duduk berjarak dua meter antara satu sama lain.”

Reuters (rzn/)

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait