1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gerilya Kolumbia Ubah Taktik

17 Juli 2012

Juan Manuel Santos adalah Presiden Kolumbia yang berhasil melawan gerilya FARC. Tetapi belakangan ini serangan kembali bermunculan, kali ini terhadap instalasi milik negara. Warga sipil juga terus diintimidasi.

Navy soldiers patrol the Micay River after a rebel attack in Lopez de Micay, in the state of Cauca, Colombia, Monday Feb. 28, 2011. Rebels of the Revolutionary Armed Forces of Colombia (FARC), attacked a checkpoint in the rural area, killing a navy officer and a farmer, according to Army Gen. Jairo Herazo, head of the Joint Pacific Command. (AP Photo/Christian Escobar Mora)
Foto: AP

Kolumbia, sebuah bangsa yang terus berperang. Sejak lebih dari 30 tahun pemberontak berhaluan kiri FARC menteror negara itu. Desa seperti Toribío, yang berjarak 300 km dari ibukota Bogotá, di barat daya negara itu terus jadi sasaran tembakan. Sebagian besar penduduk desa adalah warga asli Indian. Banyak dari mereka meninggalkan desa karena takut akan serangan.

Misalnya Agustin Calamaba, yang lari bersama seluruh keluarganya. Ia bercerita, "Kami sedang berada di desa ketika gerilya datang dan menyerang. Mereka mendesak kami untuk pergi dalam setengah jam. Kami tidak sempat membawa harta benda. Hanya baju yang kami pakai."

Polisi Kolumbia ketika tiba di Puerto Concordia untuk menghancurkan sebuah laboratorium kokain (25/01)Foto: dapd

Pemerintah Lawan FARC

Di banyak kota di Kolumbia selatan, terutama di daerah Cauca, terjadi pertempuran antara teroris FARC dan militer Kolumbia. Warga sipil di kawasan itu menjadi sasaran, seperti juga instalasi penyediaan bahan bakar, misalnya minyak juga penyulingannya. Alfredo Rangel, Direktur Yayasan Keamanan dan Demokrasi di Bogotá mengatakan, FARC telah mengganti taktik mereka. Mereka tidak lagi menculik melainkan mengadakan serangan.

Rangel menjelaskan, "Di Kolumbia aksi teror gerilya kembali timbul. Itu bisa dilihat dari tingginya jumlah serangan terhadap instalasi infrastruktur negara. Terutama terhadap instalasi penyediaan energi." Menurut Rangel, tendensi itu bisa dilihat dalam bulan-bulan terakhir. Bisa dibilang, tiga hari sekali penggalian atau penyulingan minyak diserang. Demikian halnya dengan militer.

Di desa-desa di daerah Cauca, warga menuntut penarikan diri militer. Inilah cara satu-satunya, supaya warga tidak terjebak dalam tembak-menembak antara militer dan gerilya. Tetapi Presiden Juan Manuel Santos tidak bersedia mengubah haluannya. Ia mengutamakan kekuatan militer. Santos menyatakan, selama ini pemerintah menggunakan tekanan militer dan sukses. Pemerintahannya lebih berhasil menekan teroris, dibanding pemerintahan sebelumnya.

Presiden Juan Manuel SantosFoto: AP

Presiden Tidak Peduli

Orang kini menyebut Santos penembak jitu yang menindak FARC. "Dan itu ada alasannya," demikian dikatakan presiden, "Kita berhasil mengenyahkan pemimpin pertama gerilya, kemudian nomor dua dan tiga. Kita berhasil menarik mereka dari lubang-lubang gerilya. Mereka putus asa, karena kita juga memerangi perdagangan narkotika, yang jadi sumber keuangan mereka. Oleh sebab itu FARC kini berubah menjadi teroris."

Di daerah Cauca, orang putus asa akibat konflik. Dan kemarahan warga semakin ditujukan kepada pemerintah. Seperti di Toribío, warga kerap merusak lubang perlindungan militer. Luis Acosta adalah juru bicara kelompok Indian di Toribío. Ia mengatakan, kelompoknya bertekad merusak semua lubang perlindungan yang mereka temukan.

Hakim Baltasár GarzónFoto: picture-alliance/dpa

Tidak Menyerah kepada FARC

Konflik antara pemberontak FARC dan pemerintah tampaknya tidak ada jalan keluarnya. Keberhasilan pemerintah dijawab pemberontak dengan melancarkan lebih banyak serangan teror. Sementara warga sipil terperangkap di antara militer dan pemberontak.

Presiden Santos sekarang telah setuju, bahwa mantan hakim penyelidik Baltasár Garzón menengahi konflik antara negara dan masyarakat Indian. Namun Santos sudah menekankan, baik di daerah Cauca maupun di daerah lain pemerintah tidak akan menyerah kepada tekanan FARC.

Julio Segador / Marjory Linardy

Editor: Hendra Pasuhuk