1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gertakan PKS, Kala Demokrat Melirik Golkar

14 April 2009

Partai Demokrat melirik Golkar? Tidak semua partai dalam lingkaran Demokrat merasa cukup nyaman dengan komposisi ini.

Susilo Bambang Yudhoyono yang kini di atas anginFoto: AP

Ketua Umum Partai Golkar, Jusuf Kalla, telah bertemu dengan Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono, di kediaman SBY , di Cikeas. Belum diketahui hasilnya, namun pertemuan tertutup itu menguatkan dugaan bahwa duet Demokrat-Golkar ini, akan kembali dilanjutkan dalam pemilihan presiden.

Pertemuan tertutup Yudhoyono-Kalla, yang berlangsung Senin malam digelar di tengah ancaman yang dilontarkan petinggi Partai Keadilan Sejahtera PKS, yang menegaskan untuk menarik dukungan dari koalisi, jika Susilo Bambang Yudhoyono memutuskan berduet lagi dengan Jusuf Kalla dalam pemilu presiden mendatang. Presiden PKS, Tiffatul Sembiring mengungkapkan:

“Karena rencana awal itu, tidak mengikutsertakan Golkar dalam koalisi empat partai itu. Kemudian, kalau saya secara pribadi itu, bukan soal ancam-mengancam, kita hanya akan meninjau ulang. Pak JK, tempo hari bukankah sudah mengatakan, bahwa saya lebih cepat lebih baik, dia juga bilang ini sudah masalah harga diri, kalaupun dia kemudian akan bergabung lagi dengan SBY itu nilai tawarnya lemah.”

Sejauh ini, rencana koalisi Demokrat - Golkar masih berupa spekulasi. Kedua pihak masih menutup rapat hasil kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan empat mata, Yudhoyono-Kalla tersebut.

PKS adalah salah satu dari sejumlah partai yang dilirik Partai Demokrat untuk berkoalisi mengusung Yudhoyono, dalam pilpres, disamping PKB dan PAN. Tetapi, menurut Ketua Bidang Politik DPP Demokrat, Anas Urbaningrum, itu bukan alasan bagi PKS untuk mendikte calon pasangan Yudhoyono:

“Partai Demokrat dan SBY belum menetapkan Cawapres, jadi ini kami anggap usul saja dari PKS yang akan memperkaya pertimbangan di dalam penetapan Cawapres. Tapi yang pasti Partai Demokrat pun, tidak dalam posisi memaksa SBY apalagi partai yang lain, tentu tidak dalam posisi memaksa SBY untuk mendukung atau menolak Cawapres tertentu.”

Pengamat Politik, Arbi Sanit sependapat. Ia memandang, gertakan PKS tersebut hanya untuk menaikan posisi PKS dalam koalisi. Pada akhirnya Arbi Sanit memperkirakan, PKS akan tetap berada dalam koalisi yang dibangun Demokrat:

“PKS itu besar kepala, menurut saya, PKS tidak dalam posisi yang bisa mengancam SBY dan Partai Demokrat. Kalaupun misalnya PKS tidak ikut koalisi, berapa suaranya? ini kan supaya, Kalla tidak jadi wapres, lalu Hidayat bisa masuk. Sama dengan Akbar Tanjung, jangan balik, supaya dia yang diajak SBY jadi wakil Presiden. dia (PKS) mau lari kemana? Mau bergabung kemana? Kalau PKS ingin berkuasa ya sama SBY kemungkinan menangnya lebih tinggi.”

Presiden PKS Tiffatul Sembiring, menolak tudingan bahwa PKS ingin menyorongkan Hidayat Nur Wahid sebagai pasangan Yudhoyono. Meski Tiffatul Sembiring mengakui, ancaman PKS tersebut, bukan sebuah harga mati.

“Tidak juga sih, coba liat nanti kita tidak akan mengambil (jabatan) wapres. Mana ada harga mati dalam politik, politik itu kompromi, Cuma sejauh mana kita bisa mentolerir kompromi itu. Itu skenarionya masih banyak, apakah JK kembali tanpa Golkar, apakah Golkar gabung kemudian JK tidak dipakai, apakah Golkar -JK oke, menunjuk seseorang, kan masih banyak alternatifnya, mana ada harga mati.”

Susilo Bambang Yudhoyono, diyakini akan kembali menjadi kandidat terkuat dalam Pilpres mendatang, setelah Partai Demokrat secara mengejutkan, memperoleh suara terbanyak dalam pemilu legislatif. Tetapi sejauh ini, Yudhoyono belum memastikan siapa pasangannya untuk maju dalam pemilihan presiden bulan Juli nanti. Bagaimanapun sejumlah pengamat dan hasil survei menunjukkan, Jusuf Kalla adalah pasangan yang ideal bagi Yudhoyono jika ingin mememangkan pemilu presiden.

Zaki Amrullah

editor: Ayu Purwaningsih