1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ghana, Tempat Sampah Elektronik Dunia

Alexander Göbel19 Desember 2014

Agbogbloshie di Ghana menjadi contoh sisi buruk dari globalisasi: Akhir yang menyakitkan bagi rantai suplai di mana anak-anak berjalan telanjang kaki mengumpulkan logam demi imbalan recehan.

Foto: picture-alliance/ dpa

Asap hitam beracun membuat langit di atas Agbogbloshie terlihat kelam. Tujuan terakhir sampah elektronik yang dikirim dari seluruh dunia. Sekitar 50.000 orang, termasuk anak-anak, tinggal di pinggiran kota Accra ini - di salah satu tempat pembuangan sampah elektronik terbesar di dunia.

Berton-ton alat elektronik kuno dibakar di alam terbuka, menyebabkan kulit siapapun yang melintas terasa terbakar dan gatal. Bahkan ada rasa seperti logam dalam mulut, dan kepala berdenyut-denyut.

Kabel dan papan sirkuit dibakar demi mendapatkan emasnya orang miskin: tembaga, aluminium, timbal - bahan mentah yang berharga bagi industri.

Mengorbankan kesehatan

Badugu berusia 25 tahun. Ia tidak tahu sudah berapa lama mengumpulkan gulungan tembaga dan pelat logam dari radio-radio tua. Ia hanya tahu dirinya tak punya pilihan - ini caranya bertahan hidup.

"Saya butuh uang, itulah kenapa saya kerja seperti ini," katanya. Ia menjelaskan, tubuhnya "bermasalah di bagian dalam" karena menghirup asap beracun.

Tak jauh dari Badugu, sekelompok anak-anak sibuk memereteli televisi-televisi tua. Mereka kemudian menjual hasil memulung kepada pedagang logam. Pemasukan mereka hanya beberapa sen Euro.

Memakai sendal plastik dan kaos compang-camping, Peter berdiri di atas pecahan kaca, kulkas tua, mesin fotokopi dan aki mobil yang menggunung. Kaki dan tangannya penuh luka akibat pecahan kaca dan potongan logam yang tajam.

"Kepala saya sakit," ucapnya, menjelaskan pusingnya yang tak pernah hilang. Banyak anak-anak juga punya masalah pernafasan, dan batuk darah, kata Peter, yang punya masalah mata.

Sampah elektronik dari Eropa

Anak-anak yang tinggal dan bekerja di sini punya beragam penyakit - mulai dari penyakit ginjal, kerusakan hati, hingga masalah organ tubuh lainnya.

Aktivis lingkungan Ghana, Mike Anane, menilai penyakit pada anak-anak "akibat terpapar sampah elektronik dari negara-negara maju."

Anane bertahun-tahun mengumpulkan bukti bagaimana negara-negara barat membuang sampah elektronik di Afrika. "Dari Jerman, Denmark, Cina - komputer, televisi, sampah elektronik. Ini menjadi tempat peristirahatan terakhir!" serunya. Sampah elektronik merusak lingkungan - dan membuat orang sakit, lanjutnya.

Perdagangan membawa konsekuensi

"Dulu sampah elektronik juga dibuang di Nigeria. Sampah elektronik tampaknya pergi ke negara yang ekonominya sedang booming, yang perdagangannya sedang meningkat," ucap Anane. Sampah elektronik datang bersama perdagangan internasional Ghana. "Sangat mudah bagi organisasi kriminal untuk terlibat dalam aktivitas seperti ini, menyelundupkan kontainer melewati pelabuhan Ghana," tudingnya.

Konvensi Basel, yang ditandatangani 170 negara, melarang ekspor sampah teknologi dari Eropa. Tetap saja, sekitar 500 kontainer berisi alat elektronik tua mendarat di Agbogbloshie setiap bulan. Mereka dinyatakan sebagai barang bekas, sehingga dianggap legal. Sejumlah eksportir bahkan percaya mereka membantu warga Afrika, ujar Anane.

"Tapi jelas tidak mungkin Ghana dapat mendaur ulang secara benar semua sampah elektronik beracun ini," tegasnya.

Menjajakan alat elektronik tua

Di permukiman sekitar tempat pembuangan sampah, toko-toko berjamuran untuk menjual alat elektronik.

Rockson menjual segalanya: onderdil AC tua, aki mobil, microwave. Yang paling laku terjual adalah televisi layar datar, ungkapnya, harganya 200 cedi - sekitar 100 Euro. Kebanyakan dagangannya datang dari Italia.

"Bisnis yang bagus - kami punya banyak konsumen," tutur Rockson. Orang Ghana percaya pada merek-merek asli, bukan tiruan Cina yang lebih murah, tambahnya.

Ada juga barang-barang dari Jerman. "Ya kualitasnya sangat sangat bagus, konsumen saya suka," ujarnya.

Rockson mengaku tidak semua dagangannya masih berfungsi baik. "Kami membeli grosir, dan tidak kami tes dulu," katanya. Banyak dagangannya yang sudah berusia 10-20 tahun.

Tidak lagi 'meniru burung unta'

Anane ingin negara-negara Eropa untuk berhenti membuang sampah elektronik di Afrika dan mengatasi masalah yang mereka perbuat.

"Negara-negara industri, Uni Eropa, tidak bisa terus-terusan membenamkan kepala di dalam tanah," kata Anane. Mereka tahu sampah elektronik dikirim ke sini, dan mereka harus berbuat sesuatu, pikirnya.

Lewatkan bagian berikutnya Topik terkait