Menjelang digelarnya kembali pembicaraan perdamaian Suriah antara AS dan Rusia, militer Suriah bombardir bagian timur Aleppo. Presiden Assad menegaskan bertekad merebut kembali Aleppo secepatnya.
Iklan
Militer Suriah jabarkan keinginan presiden Bashar Al-Assad untuk secepatnya merebut kembali Aleppo, kota terbesar kedua di negeri itu yang dijadikan kubu pemberontak, sebagian adalah kelompok yang didukung Turki dan lainnya berafiliasi ke ISIS atau Al Qaida. Angkatan udara Suriah yang "dibacking" Rusia yang kini giliran membombardir bagian timur Aleppo yang sebagian masih dikuasai pemberontak.
"Pemboman diawali pukul dua pagi," ukar Ibrahim Abu Laith, seorang anggota tim penolong dan pertahanan sipil, kepada kantor berita Reuters. Menurut tim penolong, jumlah korban tewas akibat rangkaian serangan pekan ini, mencapai 154 orang. Namun jumlah ini tidak bisa dikonfirmasi kebenarannya karena sulit menemukan pihak independen di kawasan perang.
'Armagedon' di Aleppo
Kota Aleppo di Suriah jadi "neraka" diluluhlantakkan serangan udara pasukan pemerintah Suriah dibantu Rusia bulan September 2016. Kehancuran luar biasa yang ditimbulkan dapat disimak dalam galeri foto ini:
Foto: Reuters/A. Ismail
Luluh lantak
Seorang pria berjalan di antara reruntuhan gedung-gedung di kawasan al Qaterji, Aleppo yang hancur luluh akibat serangan udara saat pecah pertempuran antara pasukan pemerintah melawan kaum pemberontak..
Foto: Reuters/A.Ismail
Kota membara
Seorang pria berjalan melewati kepulan asap dari sebuah bis yang terbakar, akibat serangan udara di kawasan Salaheddin yang dikuasai pemberontak. Perserikatan Bangsa-bangsa menyatakan, dalam tahun-tahun terakhir, ini adalah serangan terburuk yang pernah dilakukan dalam menghancurkan sebuah kota.
Foto: GettyImages/AFP/A. Alhalbi
Korban cedera dan tewas terus berjatuhan
Pekerja bantuan Suriah bersama warga setempat bergotong royong mengangkut tubuh korban serangan di Salaheddin..
Foto: GettyImages/AFP/A. Alhalbi
Apa yang tersisa?
Usai serangan, warga di distrik Bustan al Qasr memeriksa kerusakan yang terjadi akibat pertempuran dan mencari sesuatu yang masih bisa diselamatkan. Foto diambil anggota Helm Putih.
Foto: Picture-Alliance/dpa/Syrian Civil Defense White Helmets
Lahan pun amblas
Anak-anak melewati lahan yang amblas di kawasan Muyeser setelah pasukan Suriah dan Rusia melancarkan serangan udara.
Foto: picture-alliance/abaca/J. Al Rifai
Lubang menganga
Sebuah gedung masih berdiri tanpa atap dan didingnya berlubang besar akibat serangan udara. Penghuni gedung terpaksa menyingkir, karena bangunan senmacam ini pasti akan jadi sasaran serangan berikutnya.
Foto: picture-alliance/abaca/J. Al Rifai
Kemana mencari air?
Nyaris seluruh infrastruktur di kota kedua terbesaar Suriah itu hancur karena pertempuran sengit. Warga kini kesulitan mendapat air bersih, karena bansyak pipa air bersih hancur terkena ledakan.
Foto: Reuters/A. Ismail
Keluarga yang terporak-poranda
Makin banyak warga terpaksa meninggalkan rumah kediaman mereka yang remuk redam dihantam bom dan tak ada lagi yang tersisa. Keluarga cerai berai dan kota porak poranda.
Foto: Getty Images/AFP/T. Mohammed
Nyawa tak ada harganya
Pekerja bantuan Suriah bersama warga setempat bergotong royong mengangkut jenazah korban serangan tanggal 23 September 2016 di Al Marja. Di ajang pertempuran di Aleppo nyawa manusia nyaris tak ada harganya lagi.
Foto: Getty Images/AFP/A. Alhalbi
Masihkah ada masa depan?
Seorang anak di Tariq al Bab hanya mampu memandangi kerusakan di lingkungan tempat tinggalnya. Sulit membayangkan bagaimana masadepan mereka. Bahkan harapan untuk gencatan senjata-pun kini nyaris musnah.
Foto: Reuters/A. Ismail
10 foto1 | 10
Sedikitnya empat anak tewas dan 10 luka-luka, ketika roket pemberontak menghantam lokasi dekat sekolah mereka, di bagian Aleppo yang dikuasai pemerintah. Demikian keterangan organisasi HAM, Syrian Observatory for Human Rights, yang bermarkas di London dan memperoleh informasi dari lapangan. Menurut kantor berita pemerintah Suriah, SANA, sekolah yang jadi sasaran serangan teroris itu berada di daerah al Suleimaniya, Observatory juga melaporkan, pemberontak menyerang daerah yang dikuasai pemerintah di bagian timur Aleppo, menyebabkan delapan orang tewas dan melukai 79 lainnya.
Assad: teroris harus didesak kembali ke Turki
Presiden Suriah Bashar al Assad mengatakan hari ini, jika militernya berhasil menguasai kembali seluruh Aleppo, itu akan sangat memudahkan langkah selanjutnya, yaitu mendesak teroris untuk kembali ke Turki. Menurut Assad, daerah itu harus "terus dibersihkan," dan teroris harus didesak kembali "ke kawasan asal mereka atau harus dibunuh. Tidak ada pilihan lain." Demikian Assad dalam wawancara dengan tabloid Rusia Komsomolskaya Pravda.
Serangan udara ke bagian timur Aleppo makin intensif setelah periode tenang yang tidak berlangsung lama. Ketika itu, pemerintah Suriah menyetujui rencana PBB untuk mengirim konvoi banuan kemanusiaan ke bagian Suriah yang paling menderita, kecuali Aleppo.
Perang saudara Suriah yang sudah masuk tahun ke enam telah menelan korban tewas lebih dari 300.000 orang, dan memaksa jutaan lainnya mengungsi akibat kehilangan tempat tinggal. Perang saudara ini juga telah menarik kekuatan regional serta global untzuk terlibat langsung atau tak langsung, dan secara tidak langsung menyebabkan mkin gencarnya serangan kelompok teror yang menamakan diri "jihadis" di luar negeri.
Inilah Aktor Utama Perang Suriah
Konstelasi konflik Suriah kini makin rumit. Perang dipicu ketidakpuasan rakyat atas rezim di Damaskus. Tapi di belakang layar juga ada negara lain yang ikut terlibat, baik yang punya kepentingan atau tunggangi konflik.
Foto: picture alliance/AP Photo/A. Kots
Bashar al Assad
Presiden Suriah ini bersama rezim di Damaskus adalah penyebab utama pecahnya perang saudara yang dimulai 2011. Rakyat yang tak puas atas kepemimpinannya 4 tahun silam menggelar berbagai aksi protes yang dijawab dengan tembakan peluru tajam. Sumbu peledak perang adalah tewasnya beberapa remaja yang menggambar grafiti anti Assad di tahanan aparat keamanan.
Foto: AP
Pemberontak Suriah
Mereka menamakan diri kelompok oposisi. Dalam kenyataanya mereka adalah kelompok militan yang punya berbagai agenda, dan kebetulan punya satu sasaran, yaitu menumbangkan rezim Bashar al Assad. Kelompok paling menonjol adalah Free Syrian Army, serta Front al Nusra yang merupakan cabang al Qaida di Suriah. Akibat perang saudara, 300.000 tewas dan lebih 12 juta warga Suriah mengungsi.
Foto: Reuters
Islamic State (IS)
Walaupun baru muncul awal tahun 2014, IS merupakan kelompok bersenjata paling kuat dan ditakuti. Kelompok Sunni ini didukung pakar militer bekas pasukan elit Saddam Hussein dari Irak. Anggotanya berdatangan dari berbagai negara Eropa. Kebanyakan anak muda, militan, radikal, dan punya keahlian di bidang militer maupun teknologi informatika. IS kini menguasai kawasan luas di Suriah dan Irak.
Foto: picture-alliance/Balkis Press
Arab Saudi
Merupakan negara pendukung kelompok pemberontak Sunni di Suriah. Arab Saudi terutama ingin menumbangkan rezim Assad dan meredam hegemoni penunjang kekuasaanya, yaitu Iran. Mereka sekaligus juga memerangi IS agar tidak semakin kuat. Riyadh punya kepentingan agar Suriah tidak runtuh, yang akan menyeret Libanon dan Irak serta seluruh kawasan ke situasi chaos.
Foto: picture-alliance/AP/Manish Swarup
Iran
Sebagai negara pelindung kaum Syiah, Iran mendukung milisi Hisbullah di Libanon yang bertempur membela rezim Al Assad. Iran juga mengirim tentara serta penasehat milternya ke Damaskus. Mula-mula kehadiran Iran tidak dianggap. Tapi perkembangan situasi menyebabkan pemain besar lainnya kini mulai merangkul pemerintah di Teheran untuk solusi krisis Suriah.
Foto: AP
Turki
Ankara takut terbentuknya negara Kurdistan di Suriah. Karena itu dengan segala cara hal ini hendak dicegah. Turki juga "melatih" pemberontak Suriah dengan dibantu biaya AS. Presiden Recep Tayyip Erdogan juga berseteru dengan Assad. Selain itu kaum Kurdi di Irak juga makin kuat karena mendapat dukungan Iran. Inilah yang membuat Turki mengerahkan militernya ke perbatasan atau melewatinya.
Foto: AP
Amerika Serikat
Keterlibatan Washington di kawasan dimulai 2003 dengan tumbangkan penguasa Irak, Saddam Hussein. Vakum kekuasaan picu runtuhnya Irak dan destabilisasi keamanan hingga ke Suriah. Kondisi ini yang juga ciptakan Islamic State (IS) yang mampu kuasai kawasan luas di Irak dan Suriah. AS juga membiayai pelatihan pemberontak "moderat" dengan dana 500 juta US Dolar, sebagian menyeberang ke Al Qaida.
Moskow dikenal sebagai pendukung rezim di Damaskus. Akhir 2015 Rusia memutuskan lancarkan serangan udara terhadap IS. Operasi militer ini memicu kecaman di kalangan NATO. AS dan Turki mengklaim serangan udara Rusia ditujukan ke kelompok pemberontak anti Assad. Insiden penembakan jet Rusia oleh militer Turki makin panaskan situasi.
Foto: picture-alliance/dpa/ITAR-TASS
8 foto1 | 8
Keterlibatan negara lain
Konflik Suriah harus diaklui merupakan perang kepentingan sejumlah kekuatan di kawasan maupun global. Pemberontak Suni yang berusaha menggulingkan Assad didukung Turki, AS dan sejumlah kerajaan Arab di kawasan Teluk .Kaum pemberontak yang diklaim sebagai moderat, terdiri dari banyak kelompok yang sebagian berafiliasi ke kelompok radikal, Sementara pemerintahan sah di Suriah di bawah Assad sejak setahun terakhir didukung Rusia, Pasukan Garda Revolusi Iran dan sejumlah milisi shiah dari negara-negara tetangga Arab, juga mendukung Damaskus.
Assad mengatakan dalam wawancara dengan tabloid Rusia tersebut, bahwa perang saudara Suriah sudah jadi konflik antara Rusia dan Barat. Menurutnya, yang tampak di Suriah dalam beberapa pekan bahkan beberapa bulan belakangan sudah seperti Perang Dingin baru. Assad mengatakan, "Saya pikir Barat, terutama AS belum menghentikan Perang Dinginnya, bahkan setelah ambruknya Uni Sovyet." Ditambahkannya, aksi-aksi Turki di Suriah adalah "invasi, yang melanggar hukum internasional, melecehkan moral dan menentang kedaulatan Suriah."
ml/as (rtr, afp, ap)
Memahami Krisis Global Lewat Lensa
Fotografer Jepang, Yusuke Suzuki soroti kondisi paling memilukan di dunia. Suriah, Afghanistan, krisis pengungsi. Berkat karyanya, ia dapat penghargaan dari Berlin Foto Biennale untuk fotografer muda berbakat.
Foto: USK Photography
Semua Dihancurkan
Yusuke Suzuki masuk ke Aleppo, Suriah lewat perbatasan Turki 2013. Salah satu foto dari seri "City of Chaos" tunjukkan jalan yang dulu jadi lokasi kawula muda "nampang." Suzuki berkata, "Ketika saya tiba di Aleppo, saya baru sadar, di sini tidak ada air, gas, listrik, obat, sekolah, pekerjaan, bahkan susu untuk bayi."
Foto: USK Photography
Dingin Menusuk
"Orang-orang berteriak-teriak ketika selimut dibagikan. Tidak ada yang punya gas untuk memanaskan ruangan, dan musim dingin sangat berat." Yuzuke Suzuki berkunjung ke Aleppo bulan Januari saat musim dingin.
Foto: USK Photography
Berteman
Fotografer Jepang itu masuk Suriah dengan bantuan seorang penghubung, anggota pemberontak Free Syrian Army. Keduanya langsung berteman. Karena itu Suzuki diterima sebagai tamu. Ia tidur dan makan di tempat tinggal sederhana warga kota, yang sudah penuh sesak karena menampung anggota keluarga yang rumahnya hancur terkena bom.
Foto: USK Photography
Di Tengah Front Pertempuran
Fotografer itu juga ikut para pemberontak sampai garis depan. "Sering kami minum teh bersama, dan bergurau. Bahkan di front pertempuran mereka masih saling menceritakan lelucon, saat tembakan pertama dilepaskan." Tapi ketika baku tembak makin gencar, situasi segera berubah. Suzuki merasakan, bukan dirinya saja yang takut mati.
Foto: USK Photography
Tiba Dalam Keadaan Putus Asa
Di pulau Lesbos fotografer Jepang itu mendokumentasikan krisis pengungsi. "Setiap hari datang antara 20 sampai 25 perahu yang penuh sesak dengan manusia", demikian cerita Suzuki.
Foto: USK Photography
Bagaimana Selanjutnya?
Apa yang dialami Yuzuke Suzuki di Lesbos, digambarkannya sebagai "momen yang mengoyak hati". Ia merasa sangat sulit membuat foto orang-orang yang sedang merasakan sakit dan putus asa. "Tapi harus ada orang yang menyebarkan cerita mereka", kata Suzuki.
Foto: USK Photography
Proyek Profesional Pertama di Afghanistan
Yuzuke Suzuki pertama kali membuat karya foto secara profesional,saat berkunjung ke Afghanistan tahun 2006. Ketika itu ia baru berusia 21 tahun. Perjalanan ini mengubah pandangan pribadinya. Awalnya ia ingin jadi gitaris band, setelah perjalanan ke Afghanistan ia memutuskan jadi fotografer.
Foto: USK Photography
Keseharian di Negara Yang Dikoyak Perang
Apa yang diketahuinya sebagai seorang pemuda Jepang tentang perang dan perdamaian? Pertanyaan ini berusaha dijawab Yuzuke Suzuki lewat perjalanannya ke Afghanistan. Ia melihat bahwa hidup sehari-hari tidak hanya terdiri dari kehancuran, melainkan juga keindahan, yang berhasil dipotretnya.
Foto: USK Photography
Foto Yang Dapat Penghargaan
"Saya berusaha mengerti, apa artinya perang. Saya ingin melihat, mendengar dan merasakan, bagaimana orang bisa hidup dalam perang", demikian Suzuki menjelaskan seri foto yang dibuat di Afghanistan. Untuk karya fotografinya yang autentik, ia mendapat penghargaan Berlin Photo Biennale bagi fotografer muda berbakat. Penulis: Nadine Wojcik (ml/as)