1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gizi Buruk Ancam Anak-anak Birma

14 Mei 2008

Rezim militer Birma masih terus menutup diri dari tim penyelamatan bencana dan para pekerja kemanusiaan internasional. Mereka bersikeras untuk menangani sendiri penyaluran bantuan dan penanganan bencana.

Foto: picture-alliance/ dpa

Sejumlah pekerja dan ahli dari badan-badan dunia memang mendapat izin masuk. Namun jumlahnya cuma segelintir. Akibatnya hanya sedikit korban selamat yang sudah terjangkau bantuan darurat.

Pejabat Badan Pangan Dunia (WFP) Marcus Prior mengungkapkan:

"Badan-badan bantuan darurat kemanusiaan menyatakan, sejauh ini mereka hanya bisa mengirim kurang dari 10 persen peralatan dan tenaga yang dibutuhkan. Untuk pangan saja, kebutuhan para korban mencapai sekitar 375 ton makanan per hari. Namun kami hanya bisa menyalurkan kurang dari seperlimanya."

Badan Pangan PBB sudah menyiapkan cadangan bantuan yang cukup di berbagai gudang mereka di Bangkok, Dubai dan Kuala Lumpur. Namun sebagian besar belum bisa dikirim ke tangan rakyat yang membutuhkan. Lagi-lagi karena junta militer Birma tak juga memberi izin masuk.

Menurut pemantauan Badan Kesehatan Dunia (WHO) sejumlah kasus kekurangan gizi dan penyakit pasca bencana sudah merebak pula di sepanjang delta sungai Irawadi. Sejak awal memang dikuatirkan, jika cadangan pangan, tenaga kemanusiaan, dan tim penanganan pasca bencana tidak segera diterjunkan secara luas, para korban terancam bahaya lain. Yakni ledakan wabah penyakit, dan tentu saja kelapran dan kekurangan gizi. Yang sangat terancam terutama adalah anak-anak.

Direktur Badan Kesehatan Anak Dunia (UNICEF) untuk wilayah Asia Pasifik, Richard Bridel:

"Kami sangat cemas bahwa dalam waktu dekat, terjadi ledakan jumlah penderita kekurangan gizi akut. Maka secepatnya kita mesti membangun suatu sistem pengecekan, untuk memeriksa terutama anak-anak, dan merawatnya secara seksama jika ada yang kekurangan gizi akut. Jika para penderita gizi buruk akut itu tidak dirawat, mereka akan mati."

Seluruh penderitaan yang begitu berat, dengan kekerasaan pemerintah yang menghambat penyaluran bantuan darurat, dan ancaman wabah penyakit seakan belum cukup. Para korban masih harus menghadapi kesulitan baru yang lebih memperparah lagi keadaan. Hujan deras yang kemungkinan besar akan mengguyur kawasan bencana.

Terje Skavdal, pejabat urusan bantuan kemanusiaan PBB:

"Prakiraan cuaca menyebutkan, di kawasan bencana pada hari-hari mendatang ini akan turun hujan deras berkelanjutan seperti Mei tahun lalu. Jadi para korban bencana akan lebih menderita lagi di hari-hari mendatang."

Di tengah frustrasi masyarakat dunia menghadapi kekerasan sikap rezim Birma yang tak masuk akal, Prancis memunculkan lagi gagasan jalan pintas. Yakni menyalurkan bantuan pangan dan kebutuhan darurat kemanusiaan melalui pesawat terbang yang diterjunkan ke kawasan bencana, di luar izin pemerintah. Gagasan ini masih akan dibahas para menteri bantuan kemanusiaan Uni Eropa. Namun lembaga-lembaga internasional menganggap gagasan ini justru akan memperumit masalah.

Kembali Terje Skavdal pejabat bantuan kemanusiaan PBB

"Saya kira gagasan menjatuhkan bantuan dari pesawat terbang, tidak terlalu bijaksana. Karena sekarang ini yang lebih penting adalah membangun hubungan sebaik mungkin dengan pemerintah Myanmar, untuk memperoleh akses penyaluran bantuan kemanusiaan seleluasa mungkin"

Sejauh ini korban tewas versi pemerintah mencapai 35.000 orang, belum termasuk 27.000 orang yang masih hilang. Sementara lebih dari sejuta orang yang selamat mengalami penderitaan pasca bencana.(gg)