Tahun ini adalah tahun sibuk buat Goenawan Mohamad. Di tengah aktivitasnya mempersiapkan Indonesia jelang Pameran Buku Frankfurt, ia sempat bercerita tentang sihir sebuah esai dan pergulatannya menulis Catatan Pinggir.
Iklan
"Sastra, serupa jurnalisme, tidak boleh digunakan sebagai kendaraan kekuasaan," kata Goenawan Mohamad suatu hari. "Isu ini sudah diperkarakan mungkin sejak era Socrates di semua negara di seluruh dunia."
Tahun 1971, Goenawan Mohamad ikut mendirikan majalah Tempo. Cita-citanya saat itu adalah mewujudkan jurnalisme yang independen, termasuk bersikap kritis terhadap pemerintah yang kala itu berada di bawah cengkraman Suharto.
Hasilnya Tempo mendapat tekanan dari pemerintah dan akhirnya dibredel dua kali, tahun 1982 dan 1994. Awalnya Tempo dipaksa meminta maaf kepada publik. Kali kedua GM dan semua kru memilih bergriliya dari bawah tanah.
Pergulatan di era Orde Baru menegaskan komitmen Tempo dalam mengemban prinsip kebebasan pers yang lama diberangus oleh Suharto. Sejak kejatuhan sang diktatur, Tempo kembali hadir dengan edisi cetak.
Untuk kiprahnya itu Goenawan Mohamad menerima penghargaan Louis Lyon dari Yayasan Nieman. Begitu pula dengan CPJ International Press Freedom Award (1998), International Editor of the Year Award dari World Press Review (1999), serta Dan David Prize Award (2006).
Goenawan Mohamad
03:30
Selama lebih dari 30 tahun, sosok pengusung Manifesto Kebudayaan itu secara rutin menuliskan pemikirannya dalam bentuk esai di majalah Tempo. Hingga kini Catatan Pinggir mencakup 10 buku dengan masing-masing 400 halaman.
GM memiliki kecintaan pribadi terhadap esai. Menurutnya, esai "tidak cuma mengungkapkan apa yang abstrak, melainkan juga yang kongkrit, " ujarnya dalam wawancara.
"Esai banyak memakai metafora, atau deskripsi dan bisa sangat puitis. Karena dengan sifatnya yang puitis banyak hal tak terduga bisa muncul." Namun begitu, buatnya menulis catatan pinggir bisa menjadi sebuah pergulatan yang melelahkan, "kadang saya berpikir kenapa saya melakukannya berulang-ulang," ujarnya.
Simak wawancara lengkapnya lewat tautan video di atas
Kesempatan Emas bagi Sastra Indonesia
Tahun 2015, menjadi terobosan baru dalam karya sastra Indonesia. Indonesia akan menjadi tamu kehormatan dalam Frankfurter Buchmesse, ajang pameran buku bergengsi di dunia, yang diselenggarakan tiap tahun di Frankfurt.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Acara Serah Terima
Serah terima Guest of Honour dari Finlandia kepada Indonesia Minggu, 12 Oktober 2014 di Pameran Buku Frankfurt.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Tarian Memukau
Penampilan musik dan tari Ayu Laksmi, Endah Laras dan Ariani, Minggu 12 Oktober 2014.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Tongkat Guest of Honour
Inilah tongkat Tamu Kehormatan yang diserahkan kepada Indonesia untuk 2015.
Foto: Frankfurter Buchmesse/A. Heimann
Dewi Dee Lestari
Dewi Dee Lestari bertukar pengalaman dengan penulis Finlandia Kjell Westo dalam acara serah terima.
Foto: Frankfurter Buchmesse/P. Hirth
Tamu Kehormatan
Indonesia akan menjadi tamu kehormatan di Frankfurter Buchmesse atau Frankfurt Book Fair pada tahun 2015 nanti. Dalam pameran buku akbar tahun ini dimana Finlandia menjadi tamu kehormatan, Indonesia mulai unjuk diri.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
17.000 Islands of Imagination
Indonesia mengemas keikutsertaan di FBF dalam tema "17.000 Islands of Imagination". Pulau dalam hal ini adalah semacam suatu imajinasi, kreativitas yang tidak terbatas yang lahir dan berkembang di 17.000 pulau di tanah air.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Memperkenalkan Indonesia
Dalam pameran buku tahun ini pihak penyelenggara memperkenalkan peran serta Indonesia sebagai tamu kehormatan di Frankfurt Book Fair 2015. Hadir dalam konferensi pers, Direktur Frankfurt Book Fair Juergen Boos, Wakil Menteri Kebudayaan Indonesia, Wiendu Nuryanti, Goenawan Mohamad, penulis senior yang menjadi panitia delegasi Indonesia, dan Husni Syawie dari IKAPI.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Banyak Peminat
Konferensi pers yang memperkenalkan Indoensia sebagai tamu kehormatan diserbu pengunjung. Menjadi tamu kehormatan sangat menguntungkan, karena mendapat kesempatan dalam menonjolkan Indonesia pada dunia. Bahkan, selama setahun sebelum penyelenggaraan, negara yang menjadi tamu kehormatan akan diperkenalkan ke publik dalam berbagai liputan media di Jerman.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Ajang Penting
Pameran buku internasional di Frankfurt merupakan ajang yang sangat efektif dalam mengenalkan para penulis Indonesia yang selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah.
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Mencari Penerjemah
Bukan perkara mudah untuk mencari penerjemah buku Indonesia ke dalam bahasa Jerman. Direktur Frankfurter Buchmesse Jürgen Boos mengatakan: "Ini merupakan tantangan besar, untuk mencari penerjemah sastra ke bahasa Jerman.“
Foto: Frankfurter Buchmesse/Marc Jacquemin
Terobosan Indonesia
Pada pertengahan tahun 1970-an, fokus pameran lebih bersifat tematik. Namun sejak tahun 1980-an, tiap tahun dipilih tamu kehormatan dari berbagai negara dalam pameran akbar itu. Setelah Indonesia menjadi tamu kehormatan tahun 2015, Belanda akan menyusul sebagai tamu kehormatan 2016.