1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Gordon Brown Kunjungi Obama

3 Maret 2009

PM Inggris ingin berbicara soal krisis ekonomi global, strategi di Afghanistan dan persiapan pertemuan puncak G-20 di London April mendatang.

Citra Gordon Brown di kalangan pemilih Inggris makin suram.Foto: picture-alliance/ dpa

Di Washington Grodon Brown dan Barack Obama membahas soal krisis ekonomi global, strategi di Afghanistan dan persiapan pertemuan puncak G-20 di London April mendatang. Dengan kunjungan ke Amerika Serikat, Gordon Brown terutama ingin mencapai dua hal. Pertama, ia ingin mempromosikan dirinya sendiri di Inggris. Karena dalam kurun waktu dua belas bulan mendatang, ia harus mengumumkan jadwal pemilihan umum. Kedua, ia ingin mempromosikan gagasannya di Amerika Serikat, mengenai cara menghadapi krisis keuangan. Brown akan berargumentasi menentang proteksionisme.

Di Inggris, pertemuan Gordon Brown dengan Obama tidak dinilai terlalu tinggi. Jabat tangan dengan Obama hanya akan menghasilkan potret yang bagus saja, kata mantan menteri luar negeri Inggris, Malcolm Rifkind. Masalah-masalah substansial baru akan dipaparkan ketika Brown berpidato di hadapan kongres. “Para anggota kongres saat ini ingin mendengar seorang perdana menteri Inggris. Bukan karena kedua negara memang punya hubungan khusus, melainkan karena Inggris sejak 100 tahun selalu mempromosikan perdagangan bebas. Dan kami memang melakukan, apa yang kami serukan. Ini bukan hanya retorika. Pasar kami selalu terbuka. Kita bisa melihat lagi situasi tahun 30-an, dan mengamati kapan suatu resesi berubah menjadi depresi. Pidato Brown mungkin tidak menarik secara retorika, karena ia bukan pembicara yang baik seperti Thatcher atau Blair. Tapi ia akan berusaha keras. Sebab baginya, taruhannya tinggi,“ lanjut Malcolm Rifkind.

Perdana Menteri Inggris Gordon Brown memang harus bekerja keras memperbaiki citranya untuk pemilu mendatang di Inggris. Beberapa minggu lalu, dukungan terhadapnya dalam jajak pendapat sempat membaik. Banyak pemilih ketika itu menilai, ia lebih mampu memimpin pada masa krisis ketimbang calon dari kubu konservatif. Namun sekarang, situasinya lain. Resesi dan kerugian miliaran yang diderita bank-bank Inggris membangkitkan kekhawatiran besar. Gordon Brown dianggap bertanggung jawab untuk perkembangan ini, sebagai perdana menteri dan sebelumnya sebagai menteri keuangan.

Kunjungan ke Amerika Serikat mungkin jadi secercah harapan baru bagi Gordon Brown. Masyarakat Inggris memang khawatir dengan kecenderungan proteksionisme baru di Amerika Serikat. Jadi upaya Brown menentang proteksionisme bisa sedikit memperbaiki citranya. Mantan menteri luar negeri Inggris Malcolm Rifkind memaparkan: “Pidato-pidato Obama selama kampanye sudah menunjukkan kecenderungan proteksionisme. Misalnya dengan slogan, Amerika lebih dulu. Sekarang setelah menjadi presiden, Obama tidak bisa begitu lagi. Sebab dia juga tahu, itu hanya akan menyulut krisis seperti tahun 30-an. Kongres Amerika lain lagi. Anggota kongres tidak terlalu berada di bawah tekanan pemerintah. Mereka mendapat tekanan dari pemilihnya. Jadi mereka tentu saja mengutamakan kepentingan Amerika Serikat. Tapi Amerika Serikat sendiri sangat terkait dengan jaringan internasional. Kongres harus mengingat itu.“

Seandainya Gordon Brown berhasil membujuk Obama menggagas pembaruan sistem keuangan dunia dengan konsepnya, ini bisa jadi sukses besar baginya. Apalagi empat minggu depan akan dilangsungkan pertemuan G-20 di London. Brown mungkin berharap, jika ia berhasil, makin banyak pemilih Inggris berbalik mendukungnya. (hp)