Gus Dur, Gus Yaqut dan Sikap Terhadap Kelompok Islam Radikal
4 September 2017
K. H. Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940. Simak bagaimana sikap cendikiawan Muslim ini terhadap kelompok Islam radikal di Indonesia. Opini M.Guntur Romli.
Iklan
Memandang Gus Yaqut, Ketua Umum Gerakan Pemuda (GP) Ansor, saya selalu teringat pada sosok yang paling saya kagumi: Gus Dur. Ada persamaan yang menautkan keduanya, sama-sama memiliki ketegasan terhadap kelompok garis keras, khususnya kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam.
Sikap ini bukan tanpa resiko, baik Gus Dur dan Gus Yaqut menjadi sasaran empuk fitnah, yang paling sering adalah: musuh Islam. Tuduhan ini jelas-jelas tidak masuk akal, bagaimana mungkin Gus Dur yang memimpin ormas Islam terbesar di Indonesia selama tiga periode (15 tahun), dituduh anti Islam? Demikian pula Gus Yaqut yang memimpin gerakan pemuda muslim terbesar di Indonesia, tapi dituduh anti Islam? Tapi inilah fitnah dan kebohongan yang berasal dari mereka yang sudah memiliki kebencian yang berkarat-karat, akal sehat pun selalu dijongkokkan, sehingga yang menyembur emosi dan hasud yang meluap-luap.
Tapi fitnah dan tuduhan itu selalu dikaitkan dengan sikap keduanya yang tegas terhadap kelompok-kelompok Islam garis keras. Meskipun keduanya adalah pemimpin dari dua ormas Islam terbesar di Indonesia, namun karena tidak mau tunduk dan mendukung terhadap agenda-agenda kelompok radikal, maka dengan serta merta diberi cap: anti Islam.
Namun fitnah dan tuduhan ini tidak membuat keduanya ciut dan gelombangnya surut, saya kira kepercayaan dan akar keduanya yang kuat dalam ormas keislaman ini tidak mudah menggoyahkan. Seperti yang saya singgung di atas, Gus Dur memimpin ormas Islam terbesar dan Gus Yaqut mengendalikan ormas kepemudaan muslim terbesar, bahkan orang bodoh sekalipun tidak akan percaya bahwa tokoh dari dua ormas Islam terbesar itu tidak membela bahkan dituduh Islam. Jadi yang menuduh keduanya tidak membela Islam bukan orang bodoh, tapi bodoh saja belum, artinya masih di bawah orang bodoh.
Dengan akar dan pengaruh di ormas Islam ini, Gus Dur dan Gus Yaqut tak tergoyahkan, bahkan keduanya memiliki otoritas seperti layaknya kurator yang bisa menentukan mana produk yang asli, mana yang palsu, mana seni yang bermutu tinggi, mana yang abal-abal, Gus Dur bisa menentukan mana Islam yang benar mana Islam yang salah, kalau dalam istilah Gus Yaqut mana kelompok yang benar-benar religius atau hanya "gombal religius".
Narasi Makar Hizb Tahrir
Keberadaan Hizb Tahrir sering dianggap duri dalam daging buat negara-negara demokrasi. Pasalnya organisasi bentukan Yusuf al-Nabhani itu giat merongrong ideologi sekuler demi memaksakan penerapan Syariah Islam.
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Buah Perang Arab-Israel
Adalah Yusuf al-Nabhani yang mendirikan Hizb Tahrir di Yerusalem tahun 1953 sebagai reaksi atas perang Arab-Israel 1948. Tiga tahun kemudian tokoh Islam Palestina itu mendeklarasikan Hizb Tahrir sebagai partai politik di Yordania. Namun pemerintah Amman kemudian melarang organisasi baru tersebut. Al Nabhani kemudian mengungsikan diri ke Beirut.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Mimpi Tentang Khalifah
Dalam bukunya Al Nabhani mengritik kekuatan sekular gagal melindungi nasionalisme Palestina. Ia terutama mengecam penguasa Arab yang berjuang demi kepentingan sendiri dan sebab itu mengimpikan kekhalifahan yang menyatukan semua umat Muslim di dunia dan berdasarkan prinsip Islam, bukan materialisme.
Foto: picture-alliance/dpa/L.Looi
Anti Demokrasi
Tidak heran jika Hizb Tahrir sejak awal bermasalah dengan Demokrasi. Pasalnya prinsip kedaulatan di tangan rakyat dinilai mewujudkan pemerintahan yang tidak bisa dipertanggungjawabkan sesuai hukum Allah. Menurut pasal 22 konstitusi Khilafah yang dipublikasikan Hizb Tahrir, kedaulatan bukan milik rakyat, melainkan milik Syriah (Hukum Allah).
Foto: picture alliance/dpa/A.Hashlamoun
Kudeta Demi Negara Islam
Hizb Tahrir Indonesia pernah mendesak TNI untuk melakukan kudeta. “Wahai tentara, wahai polisi, wahai jenderal-jenderal tentara Islam, ini sudah waktunya membela Islam, ambil kekuasaan itu, dan serahkan kepada Hizbut Tahrir untuk mendirikan khilafah!” tegas Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib di hadapan simpatisan HTI pada 2014 silam.
Foto: Reuters/Beawiharta
Kemanusiaan Semu di Jantung Khalifah
Buat HT, asas kebebasan sipil seperti yang terkandung dalam prinsip Hak Azasi Manusia merupakan produk "ideologi Kapitalisme" yang berangkat dari prinsip "setiap manusia mewarisi sifat baik, meski pada dasarnya manusia hanya menjadi baik jika ia menaati perintah Allah."
Foto: Reuters
Tunduk Pada Pemerintahan Dzhalim
Kekhalifahan menurut HT mengandung sejumlah prinsip demokrasi, antara lain asas praduga tak bersalah, larangan penyiksaan dan anti diskriminasi. Namun masyarakat diharamkan memberontak karena "Syariah Islam mewajibkan ketaatan pada pemegang otoritas atas umat Muslim, betapapun ketidakadilan atau pelanggaran terhadap hak sipil yang ia lakukan," menurut The Ummah’s Charter.
Foto: Reuters
Diskriminasi Terhadap Perempuan
Pluralisme dalam kacamata Hizb Tahrir sangat berbahaya, lantaran "merusak Aqidah islam," kata bekas Jurubicara HTI Muhammad Ismail Yusanto, 2010 silam. Perempuan juga dilarang menduduki kekuasaan tertinggi seperti gubernur atau hakim, meski diizinkan berbisnis atau meniti karir. "Pemisahan jender adalah fundamental", tulis HT dalam pasal 109 konstitusi Khilafah. (Ed: rzn/ap)
Foto: picture alliance/dpa/M.Fathi
7 foto1 | 7
"Darah biru" pesantren
Dengan memiliki "darah biru" pesantren, seperti halnya Gus Dur, lingkaran Gus Yaqut juga tampak kokoh. Saya mengamati di lingkungan pengurus Gerakan Pemuda Ansor, para pengurusnya tunduk bukan hanya karena hierarki kepemimpinan dalam sebuah organisasi, tapi juga hierarki sosiologis dunia pesantren yang dikenal dalam relasi santri dan putra kyai. Yaqut adalah seorang Gus, putra kyai, almarhum KH Cholil Bisri, Rembang dan keponakan KH Mustofa Bisri (Gus Mus). Sehingga saya mengamati dalam lingkaran Gus Yaqut banyaknya individu-individu yang ingin mengabdi. Ketaatan dan kekompakan ini menjadi ciri khas yang unik dalam kepemimpinan Gus Yaqut di Ansor.
Namun demikian, meski seorang Gus, dalam relasi sehari-hari, Gus Yaqut sangat egaliter. Dalam kepengurusan GP Ansor dieratkan dalam persahabatan, seperti halnya panggilan akrab antara anggota Ansor dan Banser terhadap lainnya dengan "sahabat", Para Pengurus GP Ansor pun memanggil Gus Yaqut dengan "Sahabat Ketum" Ketum: Ketua Umum.
Anak Mantan Teroris Merajut Masa Depan di Pesantren al-Hidayah
Seorang mantan teroris mendidik anak-anak terpidana terorisme agar menjauhi faham radikal. Mereka kerap mengalami diskriminasi lantaran kejahatan orangtuanya. Kini mereka di tampung di pesantren al-Hidayah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Ujung Tombak Deradikalisasi
Seperti banyak pesantren lain di Sumatera, pesantren Al-Hidayah di Deli Serdang, Sumatera Utara, didirikan ala kadarnya dengan bangunan sederhana dan ruang kelas terbuka. Padahal pesantren ini adalah ujung tombak program deradikalisasi pemerintah.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Mantan Teroris Perangi Teror
Perbedaan paling mencolok justru bisa dilihat pada sosok Khairul Ghazali, pemimpin pondok yang merupakan bekas teroris. Dia pernah mendekam empat tahun di penjara setelah divonis bersalah ikut membantu pendanaan aktivitas terorisme dengan merampok sebuah bank di Medan.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Tameng Radikalisme
Bersama pesantren tersebut Al-Ghazali mengemban misi pelik, yakni mendidik putra mantan terpidana teroris agar menjauhi faham radikal. Radikalisme "melukai anak-anak kita yang tidak berdosa," ujar pria yang dibebaskan 2015 silam itu. Jika tidak dibimbing, mereka dikhawatirkan bisa terpengaruh ideologi teror.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Derita Warisan Orangtua
Saat ini Pesantren al-Hidayah menampung 20 putra bekas teroris. Sebagian pernah menyaksikan ayahnya tewas di tangan Densus 88. Beberapa harus hidup sebatang kara setelah ditinggal orangtua ke penjara. Menurut Ghazali saat ini terdapat lebih dari 2.000 putra atau putri jihadis yang telah terbunuh atau mendekam di penjara.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Uluran Tangan Pemerintah
Pesantren al-Hidayah adalah bagian dari program deradikalisasi yang digulirkan pemerintah untuk meredam ideologi radikal. Untuk itu Presiden Joko Widodo mengalihkan lebih dari 900 milyar dari dana program Satu Juta Rumah untuk membantu pembangunan pondok pesantren yang terlibat dalam program deradikalisasi.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Perlawanan Penduduk Lokal
Meski mendapat bantuan dana pemerintah buat membangun asrama, pembangunan masjid dan ruang belajar di pesantren al Hidayah tidak menggunakan dana dari APBN. Ironisnya keberadaan Pesantren al-Hidayah di Deli Serdang sempat menuai kecurigaan dan sikap antipati penduduk lokal. Mulai dari papan nama yang dibakar hingga laporan ke kepolisian, niat baik Ghazali dihadang prasangka warga.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Peran Besar Pesantren Kecil
Al-Hidayah adalah contoh pertama pesantren yang menggiatkan program deradikalisasi. Tidak heran jika pesantren ini acap disambangi tokoh masyarakat, entah itu pejabat provinsi atau perwira militer dan polisi. Bahkan pejabat badan antiterorisme Belanda pernah menyambangi pesantren milik Ghazali buat menyimak strategi lunak Indonesia melawan radikalisme.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Trauma Masa Lalu
Melindungi anak-anak mantan teroris dianggap perlu oleh Kepala BNPT, Suhardi Alius. Abdullah, salah seorang santri, berkisah betapa ia kerap mengalami perundungan di sekolah. "Saya berhenti di kelas tiga dan harus hidup berpindah," ujarnya. "Saya dikatai sebagai anak teroris. Saya sangat sedih." Pengalaman tersebut berbekas pada bocah berusia 13 tahun itu. Suatu saat ia ingin menjadi guru agama.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
Stigma Negatif Bahayakan Deradikalisasi
Stigma negatif masyatakat terhadap keluarga mantan teroris dinilai membahayakan rencana pemerintah memutus rantai terorisme. Terutama pengucilan yang dialami beberapa keluarga dikhawatirkan dapat berdampak buruk pada kondisi kejiwaan anak-anak. Ghazali tidak mengutip biaya dari santrinya. Ia membiayai operasional pesantren dengan beternak dan bercocok tanam, serta menjual hasil panen.
Foto: picture-alliance/AP Photo/B. Bakkara
9 foto1 | 9
Namun panggilan "sahabat" ini masih dituding kurang islami oleh kelompok-kelompok Islam produk baru, haruslah memakai panggilan "akhi dan ukhti". Meskipun kata "sahabat" berasal dari bahasa Arab, dan orang-orang dekat yang membela Rasulullah dan berjuang bersamanya disebut para sahabat. Tapi memang begitulah, klaim-klaim paling Islam menjadi ciri khas kelompok-kelompok baru itu, ibarat orang yang baru belajar jurus silat yang gemar memamerkan jurus-jurusnya. Ibarat padi kalau masih hijau tegak dengan kepala congkak, tapi kalau sudah berisi akan menunduk tawadhu'.
Mengapa Gus Dur dan Gus Yaqut memiliki ketegasan terhadap kelompok Islam radikal? Ada cara pandang yang menyamakan keduanya, dan sungguh tepat: keduanya memandang kelompok-kelompok radikal itu bukan sebagai ormas dakwah keagamaan tapi tidak lebih sebagai kelompok politik kekuasaan yang sedang menyaru dalam gamis agama, yang sedang melakukan politisasi agama. Dalam konteks ini, agama hanya dijadikan sebagai amunisi untuk menyerang lawan politiknya demi kesuksesan kekuasaan.
Saya teringat tahun 90-an, saat Gus Dur menolak keras ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia), yang dijadikan sebagai alat politik Soeharto untuk mencari legitimasi keislaman dan mendulang suara dari komunitas muslim. Karena penolakannya ini, Gus Dur menjadi bulan-bulanan dituduh anti Islam (meskipun waktu itu ia Ketua Umum PBNU) dan melawan rejim kekuasaan saat itu. Sikap Gus Dur jelas-jelas tidak populer, bahkan membahayakan dirinya dan kelompoknya.
Kelompok radikal masuk dalam lingkaran kekuasaan
Namun bagi Gus Dur, cara Soeharto yang mempolitisasi Islam dan kelompok Islam melalui ICMI telah mengundang kelompok-kelompok radikal masuk dalam lingkaran kekuasaan, apalagi saat itu Soeharto makin meminggirkan NU dan Gus Dur, sehingga kelompok-kelompok muslim moderat makin terpojok. Gus Dur mengingatkan Soeharto peristiwa politik di Aljazair, di mana kelompok Islam politik radikal memenangkan pemilu, namun akhirnya dibatalkan dengan campur tangan militer dan kebuntuan serta distabilitas politik di sana, bisa terjadi di Indonesia.
Dengan penuh keberanian, saat Soeharto menghalang-halangi Rapat Akbar NU di Jakarta tahun 1994, Gus Dur mengirimkan surat:
"Dengan menghalangi NU mendapatkan legitimasi penuh bagi posisi-posisinya, tanggung jawab orientasi keagamaan kini berada di tangan pemerintah. Apalagi pemerintah juga gagal, maka dalam sepuluh tahun mendatang, kekuatan yang tidak mampu menerima ideologi nasional akan bertambah besar dan akan mengancam Republik Indonesia beserta Pancasila....Yang saat ini terjadi di Aljazair akan terjadi di sini...Dan bila kecenderungan ini berlanjut, sebuah negara Islam akan menggantikan negara yang kita miliki sekarang ini." (Dalam buku "NU vis a vis Negara" karya Andree Feillard, hlm 405).
Kelompok Salafis di Jerman
Mayoritas masyarakat Islam di Jerman berpandangan moderat. Ada beberapa kelompok kecil yang bersikap radikal dan bersuara cukup lantang. Tapi kelompok kecil ini tidak mewakili suara Islam di Jerman.
Foto: Reuters/Wolfgang Rattay
Makin Banyak
Menurut laporan, semakin banyak pengikut salafi di Jerman yang menyatakan siap berangkat ke Suriah atau Irak untuk ikut "perang suci". Tahun 2013 tercatat hanya 2.000 anggota salafi yang berniat berjihad, tahun ini mencapai 7.000 orang.
Foto: picture-alliance/dpa/Melanie Dittmer
Pelaku Terorisme
Menurut Badan Perlindungan Konstitusi Jerman, Verfassungsschutz, mayoritas pendukung Salafi di Jerman tidak terkait dengan aksi terorisme. Namun ”hampir semua pelaku dan jaringan teror Islamis yang beraksi di Jerman punya latar belakang Salafi”. Foto: Enea B. anggota Salafi, tersangka pelaku upaya pemboman di Bonn 2012 lalu.
Foto: Reuters
Lebih Disorot
Seiring dengan pernyataan dukungan kepada Islamic State, kelompok Salafi semakin mendapat sorotan tajam di Jerman. Kelompok Salafi mengartikan ungkapan-ungkapan seperti ”Syariah” dan ”Jihad” secara radikal dan hanya berdasarkan pemahamannya sendiri. Pandangan Salafi tidak bisa dianggap sebagai pandangan warga muslim di Jerman.
Foto: picture-alliance/dpa/ W.Steinberg
Islam Moderat
Kebanyakan komunitas mesjid di Jerman dan para imamnya berpandangan moderat. Dan warga Muslim Jerman pun mengutuk kebiadaban teror yang mengatasnamakan Islam. September lalu, dengan motto: Melawan Kebencian dan Ketidakadilan, organisasi-organisasi muslim di Jerman menggelar aksi menentang penyalahgunaan nama Islam. Mereka menolak khotbah kebencian, ekstrimisme dan fanatisme.
Foto: DW/A. Almakhlafi
Memancing di Air Keruh
Ada kelompok populis dari kalangan ekstrim kanan di Jerman yang sengaja memanfaatkan situasi saat ini untuk menyulut kebencian terhadap Islam. Sejak 20 tahun terakhir ada perubahan menarik yang terjadi di kalangan ekstrim kanan. Kalau dulu mereka fokus pada propaganda anti Israel, sekarang mereka makin fokus pada propaganda anti Islam.
Foto: DW/F. Sabanovic
Radikalisme Baru
Fenomena radikalisme baru di Jerman dengan alasan anti Islamis dicemaskan banyak pihak. Disadari, tren yang digalang kelompok Neo Nazi ini merupakan kebalikan dari fenomena makin banyaknya generasi muda Jerman bergabung dengan milisi Islamic State di Suriah.
Foto: Reuters/Wolfgang Rattay
6 foto1 | 6
Dalam tahun-tahun setelahnya Gus Dur juga memiliki sikap yang tegas terhadap kelompok-kelompok Islam radikal, baik Laskar Jihad, Front Pembela Islam (FPI), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Gus Dur konsisten menyuarakan pembubarannya, karena selain sering main hakim sendiri, kelompok-kelompok itu bukanlah ormas dakwah keislaman tapi alat politik yang hanya memakai agama sebagai kedok semata.
Bagaimana dengan alasan Gus Yaqut yang juga memiliki ketegasan yang sama terhadap kelompok Islan radikal?
Dalam kesempatan yang saya dengar dari ceramah Gus Yaqut, mengapa memiliki sikap yang tegas dan menolak kelompok Islam radikal, paling tidak berpulang pada dua alasan utama.
Pat Gulipat ala Rizieq Shihab
Rizieq Shihab yang dulu gemar beradu otot dengan penguasa kini menjadi primadona politik jelang Pilkada. Tapi meski kian berpengaruh, sepak terjangnya kerap membuat gaduh. Kini Rizieq kembali digoyang.
Foto: Getty Images/Adek Berry
Pelarian Terakhir
Sejak 2014 Rizieq Shihab menjadi pelarian terakhir buat calon pejabat tinggi yang kekurangan suara buat memenangkan pemilu. Saat itu Front Pembela Islam (FPI) didekati duet Prabowo dan Hatta hanya sebulan menjelang pemilihan umum kepresidenan. Kini pun Rizieq kembali dirayu dua pasangan calon gubernur DKI yang butuh dukungan buat menggusur Basuki Tjahaja Purnama.
Foto: picture-alliance/dpa/B.Indahono
Tolak Perempuan
Rekam jejak politik FPI sudah berawal sejak era Megawati. Dulu Rizieq menggalang kampanye anti pemimpin perempuan. Saat itu organisasi bentukannya mulai mendulang dukungan lewat aksi-aksi nekat seperti menggerudug lokasi hiburan malam. Namun di tengah popularitasnya yang meluap, Rizieq dijebloskan ke penjara karena menghina Sukarno dan Pancasila.
Foto: Adek Berry/AFP/Getty Images
Tanpa Daya Pikat
Sebulan menjelang pemilihan presiden pertama 2009, FPI mendeklarasikan dukungan buat Jusuf Kalla dan Wiranto. Serupa 2014, saat itu pun deklarasi dukungan oleh Rizieq gagal mendatangkan jumlah suara yang diharapkan. Pengamat sepakat, ormas agama serupa FPI belum memiliki daya pikat untuk menyihir pemilih muslim.
Foto: picture-alliance/dpa
Perang di Jakarta
Namun roda nasib berbalik arah buat Rizieq. Sejak 2013, dia telah menggalang kampanye menentang Gubernur Petahana Basuki Tjahaja Purnama lantaran tidak beragama Islam. Puncaknya pada 14 Oktober 2014 FPI menggalang aksi demonstrasi sejuta umat. Namun yang datang cuma ribuan orang. Pilkada DKI Jakarta 2016 akhirnya menawarkan panggung buat FPI untuk kembali menanamkan pengaruh.
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Kampanye Anti Gubernur Kafir
Pidato Ahok yang mengritik politisasi Al-Quran untuk pemilihan umum dan pilkada menjadi umpan buat FPI. Bersama GNPF-MUI, Rizieq menyeret Ahok ke pengadilan dengan dakwaan penistaan agama. Ia pun menggelar aksi protes melawan Ahok yang kali ini mengundang ratusan ribu umat Muslim dari seluruh Indoensia. Manuver tersebut coba dimanfaatkan pasangan calon lain untuk menggembosi dukungan terhadap Ahok
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Koalisi Oposisi
Rizieq lagi-lagi naik daun. Ia pun didekati Agus Yudhoyono dan Anies Baswedan yang membutuhkan suara tambahan buat memenangkan pilkada. Untuk pertamakalinya FPI berpeluang memenangkan salah satu calon untuk merebut kursi strategis. Tapi serupa 2003, kali ini pun sepak terjang Rizieq di arena politik mendatangkan lawan yang tak kalah garang.
Foto: AFP/Getty Images
Pertaruhan Terakhir
Saat posisinya melambung, Rizieq Shihab terancam kembali diseret ke penjara dengan berbagai dakwaan, antara lain penghinaan simbol negara dan pornografi. Tapi sang Habib tidak tinggal diam dan memilih melancarkan serangan balik kepada Ahok, seakan nasibnya ditentukan pada hasil Pilkada DKI. Pertaruhan Rizieq menyimpan risiko tinggi. Namun jika berhasil, maka kuasa adalah imbalannya.
Foto: Getty Images/Adek Berry
7 foto1 | 7
Pertama, kelompok-kelompok Islam radikal itu tidak pernah mau menganggap "kita" dalam istilah Gus Yaqut adalah NU, Ansor dan Banser NU, sebagai bagian dari standar keislaman mereka. Artinya komunitas dan ormas yang Gus Yaqut terafiliasi tidak dianggap Islam, baik karena dasar doktrin: seperti tuduhan khurafat, bid'ah, takhayul, artinya NU selalu dituduh tidak mengamalkan Islam yang murni, tapi yang Islam yang sudah bercampur dengan budaya.
Dalam sikap politik kebangsaan, NU yang memiliki ketegasan terhadap pilar-pilar negara: Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika sering dituduh bughat, artinya menentang dan menyimpang karena tidak mau mendirikan Negara Islam.
Alasan kedua menurut Gus Yaqut adalah kelompok-kelompok itu bukalah kelompok keagamaan yang tujuannya syiar ajaran agama semata, tapi kelompok-kelompok politik kekuasaan yang bertujuan menggulingkan pemerintah yang sah dan mengganti Republik Indonesia ini dengan sistem Khilafah atau sejenis Negara Islam.
Seradikal Apa Ekstrem Kanan Eropa?
Perkembangan ekonomi yang terseok-seok, ketidakpuasan akan kebijakan Uni Eropa dan krisis imigran menyebabkan partai ekstrem kanan Eropa meraih sukses besar. Inilah para tokohnya serta politik mereka:
Foto: picture-alliance/dpa
Frauke Petry, Partai Alternative (Jerman)
Ketua Alternative für Deutschland AfD, Frauke Petry, menyarankan penjaga perbatasan menggunakan senjata terhadap pelintas perbatasan ilegal. AfD awalnya partai yang skeptis terhadap Uni Eropa. Sekarang mereka sudah menjadi kekuatan anti Eropa dan anti pemerintah. AfD berhasil meraih suara cukup besar dalam pemilu di sejumlah negara bagian Jerman Maret 2016.
Foto: Reuters/W. Rattay
Marine Le Pen, Front National (Perancis)
Banyak orang khawatir, bahwa Brexit dan kemenangan Donald Trump di AS bisa menjadi dorongan baru bagi partai ekstrem kanan Perancis, Front National. Partai itu didirikan 1972, dan kini dipimpin Marine Le Pen, yang 2011 mengambilalih kepemimpinan dari ayahnya, Jean-Marie Le Pen. Partai nasionalis ini menggunakan retorika populis untuk mendorong sikap anti imigran dan anti Uni Eropa.
Foto: Reuters
Geert Wilders, Partai Kebebasan (Belanda)
Pemimpin Partij voor de Vrijheid Belanda ini adalah salah satu politisi ektrem kanan paling penting di Eropa. Ia dinyatakan bersalah atas komentar penuh kebencian yang dilontarkan 2014 terhadap warga Maroko. Partainya dianggap anti UE dan anti Islam. Hadapi pemilu Maret 2017, jajak pendapat tunjukkan, partainya yang menduduki 15 kursi di majelis rendah, dapat dukungan besar.
Foto: picture-alliance/dpa/S. Koning
Nikos Michaloliakos, Chrysi Avgi (Yunani)
Partai Golden Dawn adalah partai neo fasis Yunani. Pemimpinnya, Michaloliakos ditangkap September 2013 bersama sejumlah anggota lainnya, dan dituduh membentuk organisasi kriminal. Michaloliakos dibebaskan Juli 2015. Golden Dawn memenangkan 18 kursi dalam pemilu parlemen September 2016. Partai itu bersikap anti imigran dan mendukung kesepakatan dengan Rusia mengenai pertahanan.
Foto: Angelos Tzortzinis/AFP/Getty Images
Gabor Vona, Partai Jobbik (Hongaria)
Partai Jobbik yang anti imigrasi, anti LGBT, populis dan dukung proteksi ekonomi berusaha masuk dalam parlemen Hongaria tahun 2018. Sekarang mereka sudah jadi partai ketiga terbesar di Hongaria. Dalam pemilu terakhir tahun 2014, partai ini mendapat 20% suara. Partai inginkan referendum keanggotaan negara dalam Uni Eropa. Jobbik dipimpin Gabor Vona.
Foto: picture alliance/dpa
Jimmie Akesson, Sverigedemokraterna (Swedia)
Nama partainya berarti Demokrat Swedia. Setelah kemenangan Trump di AS Akesson menyatakan, di Eropa, seperti di AS, ada gerakan yang melawan "establishment" dan pandangan yang selama ini berlaku. Partai Demokrat Swedia menyerukan restriksi imigrasi, dan menentang keanggotaan Turki dalam UE juga menginginkan referendum keanggotaan Swedia dalam UE.
Foto: AP
Norbert Hofer, Freiheitliche Partei (Austria)
Hofer dari Partai Kebebasan FPÖ yang nosionalis hanya kalah 30.000 suara dalam pemilu presiden terakhir. Mantan pemimpin Partai Hijau, Alexander Van der Bellen mendapat 50,3% suara, sementara Hofer 49,7%. Pemimpin FPÖ itu menyerukan penguatan perbatasan Austria dan pembatasan sokongan finansial bagi imigran.
Foto: Reuters/L. Foeger
Marian Kotleba, ĽSNS (Slovakia)
Pemimpin partai ekstrem kanan, Partai Rakyat-Slovakia Milik Kita mengatakan, "Satu imigranpun sudah terlalu banyak." Dalam kesempatan lain ia menyebut NATO organisasi kriminal. Partai Slovakia ini ingin negaranya meninggalkan Uni Eropa dan zona mata uang Euro. Mereka menang 8% suara dalam pemilu Maret 2016, dan mendapat14 kursi dari total 150 mandat parlemen. (ml/as)
Foto: picture-alliance/dpa
8 foto1 | 8
Kalau Gus Dur dulu mengingatkan pada semuanya apa yang terjadi di Aljazair, maka Gus Yaqut menjadikan konflik di Suriah, Iraq, Yaman dan beberapa negara di Timur Tengah sebagai cermin yang kita bisa mengaca kalau membiarkan kelompok-kelompok radikal semakin menguat atau bahkan berkoalisi dengan mereka.
Baik Gus Dur dan Gus Yaqut tetap menginginkan agar kelompok muslim moderat tetap kuat dan dominan, karena ini lah yang menjadi alasan keberlangsungan NKRI ini berdiri dan kedamaian di negeri ini tetap abadi. Oleh karena itu segala bentuk ekstrimisme keagamaan dan kekerasan dengan kedok agama, harus lah dilawan, karena selain bertentangan dengan ajaran keramahan dan kerahiman Islam, juga membahayaka bagi keberlangsung kehidupan berbangsa dan bernegara.
Maka, kita patut lah bersyukur, setelah Gus Dur, syukur alhamdulillah, tugas sebagai jangkar kebangsaan yang tetap mempertahankan kapal dari goyangan dan seretan ombak yang bisa menyeret kesana-kemari, kini dilanjutkan oleh sosok Gus Yaqut.
Tugas ini tidak hanya menyelamatkan citra keramahan dan kerahiman Islam saja, tapi juga keberlangsungan negara dan negeri ini.
Penulis:
Mohamad Guntur Romli (ap/vlz) , seorang penulis dan aktivis, pernah mengabdi sebagai pemandu acara Kongkow Bareng Gus Dur dari tahun 2005 sampai Gus Dur wafat tahun 2009.
Peringkat Kebebasan Pers Negara Muslim
Benarkah radikalisme agama ikut mengancam kebebasan pers? Berikut peringkat negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar dalam Indeks Kebebasan Pers Internasional versi Reporters Sans Frontières.
Foto: picture-alliance/dpa
Kekuasaan Musuh Kebebasan
Kekhawatiran bahwa gerakan radikal Islam membatasi kebebasan pers hampir sulit dibuktikan. Kebanyakan penindasan yang terjadi terhadap awak media di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim dilakukan oleh pemerintah, bukan ormas atau masyarakat, kecuali di kawasan konflik seperti Irak, Suriah atau Libya. Berikut peringkat kebebasan pers sejumlah negara muslim terbesar.
Foto: picture-alliance/ZB/J. Büttner
#120 Afghanistan
Wartawan di Afghanistan memiliki banyak musuh, selain Taliban yang gemar membidik awak media sebagai sasaran serangan, pemerintah daerah dan aparat keamanan juga sering dilaporkan menggunakan tindak kekerasan terhadap jurnalis, tulis RSF. Namun begitu posisi Afghanistan tetap lebih baik ketimbang banyak negara berpenduduk mayoritas muslim lain.
Foto: Getty Images/AFP/M. Hossaini
#124 Indonesia
Intimidasi dan tindak kekerasan terhadap wartawan dilaporkan terjadi selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta. Terutama kelompok radikal seperti FPI dan GNPF-MUI tercatat terlibat dalam aksi pemukulan atau penangkapan terhadap awak media. Namun begitu kaum radikal bukan dianggap ancaman terbesar kebebasan pers di Indonesia, melainkan militer dan polisi yang aktif mengawasi pemberitaan di Papua.
Foto: Getty Images/AFP/W. Kurniawan
#139 Pakistan
Wartawan di Pakistan termasuk yang paling bebas di Asia, tapi kerap menjadi sasaran serangan kelompok radikal, organisasi Islam dan dinas intelijen, tulis Reporters sans frontières. Sejak 1990 sudah sebanyak 2,297 awak media yang tewas. April silam, Mashal Khan, seorang wartawan mahasiswa tewas dianiaya rekan sekampus lantaran dianggap menistakan agama.
Foto: Getty Images/AFP/F. Naeem
#144 Malaysia
Undang-undang Percetakan dan Penerbitan Malaysia memaksa media mengajukan perpanjangan izin terbit setiap tahun kepada pemerintah. Regulasi tersebut digunakan oleh pemerintahan Najib Razak untuk membungkam media yang kritis terhadap pemerintah dan aktif melaporkan kasus dugaan korupsi yang menjerat dirinya. Selain itu UU Anti Penghasutan juga dianggap ancaman karena sering disalahgunakan.
Foto: Getty Images/R. Roslan
#155 Turki
Perang melawan media independen yang dilancarkan Presiden Recep Tayyip Erdogan pasca kudeta yang gagal 2016 silam menempatkan 231 wartawan di balik jeruji besi. Sejak itu sebanyak 16 stasiun televisi, 23 stasiun radio, 45 koran, 15 majalah dan 29 penerbit dipaksa tutup.
Foto: picture-alliance/dpa/U. Baumgarten
#161 Mesir
Enam tahun setelah Revolusi Januari, situasi kebebasan pers di Mesir memasuki masa-masa paling gelap. Setidaknya sepuluh jurnalis terbunuh sejak 2011 tanpa penyelidikan profesional oleh kepolisian. Saat ini paling sedikit 26 wartawan dan awak media ditahan di penjara. Jendral Sisi terutama memburu wartawan yang dicurigai mendukung atau bersimpati terhadap kelompok Ikhwanul Muslimin.
Foto: Reuters/A.A.Dalsh
#165 Iran
Adalah hal ironis bahwa kebebasan pers menjadi salah satu tuntutan revolusi yang menanggalkan kekuasaan Shah Iran pada 1979. Namun janji itu hingga kini tidak ditepati. Iran masih menjadi kuburan dan penjara terbesar bagi awak media, tulis Reporters Sans Frontières. Saat ini tercatat 29 wartawan dipenjara dan belasan media independen diberangus oleh pemerintah.
Foto: MEHR
#168 Arab Saudi
Berada di peringkat 168 dari 180 negara, Arab Saudi nyaris tidak mengenal pers bebas. Internet adalah satu-satunya ranah media yang masih menikmati sejumput kebebasan. Namun ancaman pidana tetap mengintai blogger yang nekat menyuarakan kritiknya, seperti kasus yang menimpa Raif Badawi. Ia dihukum 10 tahun penjara dan 10.000 pecutan lantaran dianggap melecehkan Islam. (rzn/yf - sumber: RSF)