1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

PBB Desak Penangguhan Utang Bagi Negara-Negara Termiskin

10 April 2020

Lebih dari 60 badan PBB dan organisasi internasional mendesak dunia membantu negara-negara termiskin hadapi guncangan ekonomi yang ditimbulkan pandemi corona.

USA Weltbank-Zentrale in Washington
Ilustrasi: Kantor pusat Dana Moneter Internasional IMF di WashingtonFoto: Reuters/Y. Gripas

Lebih 60 badan PBB dan organisasi internasional yang tergabung dalam Inter-Agency Task Force on Development and Financing mendesak negara-negara dunia untuk segera menangani resesi global, terutama meringankan beban negara-negara termiskin, antara lain dengan menangguhkan pembayaran utang mereka. 

Task Force PBB itu  dalam laporan yang dirilis hari Kamis (9/4) menulis: "Miliaran orang tinggal di negara-negara yang tertatih-tatih di tepi jurang keruntuhan ekonomi karena berbagai guncangan keuangan yang dipicu pandemi Covid-19, kewajiban utang yang besar, dan turunnya dana bantuan pembangunan (dari negara-negara kaya).'' 

Menghadapi guncangan ekonomi dan volatilitas pasar keuangan  yang intens selama sebulan terakhir, para investor asing telah menarik sekitar 90 miliar dollar dari dari pasar di negara-negara berkembang. Ini aliran keluar modal asing terbesar yang pernah direkam. 

Dalam laporan setebal 207 halaman, Task Force PBB mengatakan bahwa sebelum pandemi Covid-19, satu dari lima negara di dunia sudah mengalami kemandekan atau kemunduran ekonomi. Pandemi saat ini membuat situasi makin buruk, terutama bagi miliaran penduduk yang hidup dalam kemiskinan. 

"Guncangan ekonomi dan keuangan terkait Covid-19, seperti gangguan pada produksi industri, jatuhnya harga komoditas, volatilitas pasar keuangan, dan meningkatnya rasa tidak aman, telah menggagalkan agenda pembangunan dan meningkatkan risiko dari faktor-faktor lain'' kata laporan itu. Faktor-faktor lain itu termasuk "mundurnya multilateralisme, ketidakpuasan dan ketidakpercayaan terhadap globalisasi, meningkatnya risiko utang serta guncangan iklim yang parah.'' 

Bantuan dana dan penangguhan utang bagi negara-negara termiskin 

Untuk mencegah krisis utang, Task Force PBB mendesak penangguhan pembayaran utang segera bagi negara-negara termiskin dan berpenghasilan rendah, yang mengajukan permohonan penangguhan. 

Task Force PBB, yang juga beranggotakan Dana Moneter Internasional IMF dan Bank Dunia, mendesak tindakan segera “untuk membangun kembali stabilitas keuangan”. Pemerintahan diminta untuk memastikan likuiditas yang cukup, penguatan jaring pengaman finansial, mempromosikan perdagangan, meningkatkan akses untuk dana internasional, dan meningkatkan anggaran kesehatan publik. 

Wakil Sekretaris Jenderal PBB Amina Mohammed yang memimpin Task Force mengatakan dalam sebuah pernyataan lewat video: "Covid-19 adalah darurat kerjasama pembangunan global yang pertama, dan semua negara harus bangkit menghadapinya.'' 

Dia menambahkan, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres telah menyerukan paket fiskal setara 10% dari PDB global untuk membantu negara-negara miskin dan dan berkembang. 

"Misalnya, stimulus di Jepang sebesar 20% dari PDB, dan stimulus AS sebesar 13% dari PDB. Dukungan fiskal seperti ini juga kini dibutuhkan untuk membantu negara-negara yang paling rentan.'' 

46 persen populasi dunia tidak punya akses ke teknologi digital 

Amina Mohamed menyatakan, perbankan juga harus membantu mereka yang paling membutuhkan dengan cara menjadwal ulang utang usaha kecil dan menengah, dan invidual dengan pendapatan minim 

"Ini juga harus mencakup insentif untuk mempertahankan lapangan kerja, dan mempromosikan perdagangan dengan menghilangkan hambatan dan batasan yang memengaruhi rantai pasokan bagi mereka yang hidupnya bergantung pada barang-barang itu,'' tambahnya. 

Laporan Task Force menybutkan, kebijakan meredam penyebaran Covid-19 dengan lockdown dan physical distancing telah menjadikan kepemilikan dan akses ke teknologi digital sebagai hal utama. 

Alat komunikasi digital telah membantu mempertahankan interaksi dan kesinambungan dalam kegiatan ekonomi dan pendidikan yang vital. Namun lebih dari 46% populasi dunia tidak memiliki akses ke internet. Kesenjangan digital tetap sangat tinggi, baik di dalam maupun antara negara, kata Task Force PBB. 

hp/as  (ap, dpa)