Pengajuan Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai calon Panglima TNI dianggap pilihan tepat. Selain menjaga tradisi rotasi antar-matra TNI, prestasi KSAU tersebut dianggap sejalan dengan kebijakan pemerintahan Jokowi.
Iklan
Marsekal Hadi Tjahjanto didaulat sebagai calon tunggal panglima baru TNI yang diajukan Presiden Joko Widodo ke DPR. Pergantian Panglima TNI disebutkan harus dilakukan karena Jenderal Gatot Nurmantyo akan pensiun pada April mendatang. Pilihan Presiden Jokowi itu, dari sudut pandang elemen masyarakat sipil dianggap sebagai keputusan yang tepat bila ditilik dari rekam jejak serta masa tugas KSAU tersebut.
"Selain akan menopang kebijakan maritim pemerintahan Jokowi, langkah ini juga mengembangkan tradisi rotasi antar matra dalam tubuh TNI yang kontributif bagi penguatan soliditas TNI,” ungkap Hendardi, Ketua SETARA Insitute. "Penunjukan Hadi juga lebih efektif mengingat masa pensiun yang bersangkutan masih cukup lama sehingga memiliki waktu yang cukup untuk menata organisasi TNI agar menjadi semakin baik.”
Pengamat militer, Aris Santoso juga sepakat bahwa sosokHadi Tjahjanto adalah kandidat yang tepat untuk untuk mendukung kebijakan maritim Kabinet Kerja. "Bila dikaitkan dengan visi poros maritime, matra udara ikut menentukan, khususnya dalam bidang patroli maritim. Dalam hal ini Hadi Tjahjanto tepat, dia penerbang transport dan lama bertugas di Basarnas, sehingga memiliki naluri sebagai penerbang dalam tugas patroli maritim."
Karir Meroket Marsekal Hadi Tjahjanto
Munculnya nama Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai kandidat Panglima TNI yang baru bukan hal yang mengejutkan. Kedekatannya dengan Jokowi dinilai turut melanggengkan karir Kepala Staf TNI AU itu menggantikan Gatot Nurmantyo.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Prajurit asal Malang
Pria kelahiran Malang, 8 November 1963 silam itu memulai kariernya sebagai pilot TNI Angkatan Udara di Skuadron 4 Pangkalan Udara Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur. Tugas Skadron Udara 4 adalah mengoperasikan pesawat angkut ringan untuk Operasi Dukungan Udara dan SAR terbatas. Ia dianggap kandidat tepat yang dapat mendukung kebijakan maritim pemerintahan Jokowi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Jokowi, Hadi dan Solo
Hadi Tjahjanto bukan orang baru di lingkaran Joko Widodo. Tahun 2010-2011, saat Hadi menjabat sebagai Komandan Lanud Adi Soemarmo, Joko Widodo adalah Wali Kota Solo. Kedekatan ini berlanjut, ketika Jokowi duduk di Istana. Karier Hadi meroket menyalip seniornya. Dalam waktu tiga tahun, Hadi tercatat dua kali dipromosikan hingga akhirnya menduduki posisi KSAU.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Karir Sang Jendral Bintang Empat
Perwira lulusan 1986 itu meraih bintang saat menjabat sebagai Dirops dan Lat Basarnas (2011). Namanya dikenal publik ketika menjadi Kepala Dinas Penerangan TNI AU tahun 2013. Dua tahun kemudian, Hadi didapuk sebagai Sesmil Presiden. Ia langsung menyandang bintang tiga saat duduki posisi Irjen Kementerian Pertahanan (2016). Awal tahun 2017, Hadi dilantik menjadi KSAU dengan 4 bintang di pundak.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Mengerti kode Jokowi
Hadi Tjahjanto cepat menangkap sejumlah kode dari Presiden Jokowi. Pada Jumat, 10 November 2017, saat peresmian pesawat N219 buatan PT Dirgantara Indonesia, Jokowi melihat siswi SD hendak jatuh di barisan depan. Ia pun memberi kode kepada ajudannya. Namun Hadi yang justru berlari dari barisan belakang, menggendong anak kecil tersebut. Hadi menyebutkan bahwa ia sudah biasa membaca gerakan Jokowi.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Gatot Nurmantyo vs Hadi Tjahjanto
Jika resmi terpilih maka ini kali pertama sejak era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, panglima TNI akan kembali dipimpin prajurit dari matra udara. Terakhir panglima TNI dari Angkatan Udara adalah Marsekal (Purnawirawan) Djoko Suyanto (2006-2007). Pada beberapa periode sebelumnya Panglima TNI lebih sering dijabat matra Angkatan Darat dan Laut.
Foto: picture-alliance/dpa/AP Photo/A. Ibrahim
Tugas Utama Hadi
Salah satu alasan mengapa panglima TNI segera diganti adalah untuk menjaga netralitas dan profesionalisme militer, terlebih setelah berhembus spekulasi bahwa Gatot Nurmantyo akan maju di pilpres 2019. Kesiapan TNI mengamankan Pemilihan Kepala Daerah 2018 dan Pemilihan Presiden 2019 dianggap sebagai tugas besar pertama jika Hadi Tjahjanto terpilih menjadi Panglima TNI. ts/hp (kompas.com, detik.com)
Foto: Getty Images/AFP/A.Berry
6 foto1 | 6
Bagi istana, alasan menjatuhkan pilihan pada Hadi Tjahjanto didasarkan pada rekam jejak prestasinya. "Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dianggap mampu dan cakap serta memenuhi syarat menjadi Panglima TNI," ungkap Johan Budi SP, Juru Bicara Presiden Joko Widodo menjelaskan alasan istana memilih pria kelahiran Malang, Jawa Timur tersebut. Ketentuan soal pergantian Panglima TNI diatur dalam pasal 13 ayat 4 Undang-undang nomor 34 tahun 2004 menyebutkan jabatan Panglima dapat dijabat secara bergantian oleh Perwira Tinggi aktif dari tiap-tiap Angkatan yang sedang atau pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan,
Karir meroket
Namun bukan sebuah kejutan, ketika nama Kepala Staf TNI Angkatan Udara tersebut mencuat sebagai kandidat utama untuk menggantikan Jenderal Gatot Nurmantyo. Tak bisa ditampik, karir KSAU itu terbilang terus meroket sejak Presiden Joko Widodo meduduki jabatan sebagai orang nomor satui di Istana negara. Dalam periode kurang dari setahun, ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Militer Presiden, kemudian sebagai Irjen Kementerian Pertahanan, hingga akhirnya dilantik menjadi KSAU. Tak sampai setahun sebagai kepala Angkatan Udara, namanya kini diajukan ke DPR sebagai calon panglima TNI.
Berdasarkan kriteria tersebut, SETARA Insitute pun yakin nama Hadi Tjahjanto akan disetujui dengan mudah di DPR. Namun keputusan akhir di parlemen masih menunggu waktu. Senin (04/12) surat pengajuan yang diserahkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno itu, masih dibahas dalam rapat pimpinan DPR. Abdul Kharis Almasyhari, anggota komisi yang membawahi pertahanan dan keamanan menyebutkan bahwa Komisi I akan melakukan "fit and proper" test terhadap kandidat panglima TNI sebelum reses dimulai pada 14 Desember mendatang.
Akrobat Panglima Menuju Istana
Berulangkali manuver Panglima TNI Gatot Nurmantyo menyudutkan Presiden Joko Widodo. Sang jendral ditengarai memiliki ambisi politik. Inilah sepak terjang Nurmantyo membangun basis dukungan jelang Pemilu 2019.
Foto: Reuters/Beawiharta
Wacana Tentara Berpolitik
Ambisi politik Gatot Nurmantyo sudah tercium sejak akhir 2016 ketika dia mewancanakan hak politik bagi anggota TNI. Menurutnya prajurit saat ini seperti "warga asing" yang tidak bisa berpolitik. Ia mengaku gagasan tersebut cepat atau lambat akan terwujud. "Ide ini bukan untuk sekarang, mungkin 10 tahun ke depan, ketika semua sudah siap."
Foto: Reuters/Beawiharta
Petualangan di Ranah Publik
Bersama Nurmantyo, TNI berusaha kembali ke ranah sipil. Lembaga HAM Imparsial mencatat Mabes TNI menandatangani "ratusan" kerjasama dengan berbagai lembaga, termasuk universitas dan pemerintah daerah. TNI tidak hanya dilibatkan dalam urusan pemadaman kebakaran hutan, tetapi juga pertanian dan pembangunan infrastruktur seperti pada proyek pembangunan jalan Transpapua.
Foto: Imago/Zumapress
Menggoyang Otoritas Sipil
Februari silam Nurmantyo mengeluhkan pembatasan kewenangan panglima TNI dalam hal pengadaan senjata. Pasalnya Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengeluarkan peraturan yang mengembalikan kewenangan pembelian sistem alutsista pada kementerian. Dengan ucapannya itu Nurmantyo dinilai ingin mengusik salah satu pilar Reformasi, yakni UU 03/2002 yang menjamin otoritas sipil atas militer.
Foto: Reuters/Beawiharta
Polemik Dengan Australia
Akhir Februari Nurmantyo secara mendadak membekukan kerjasaman pelatihan militer dengan Australia. Keputusan Mabes TNI dikabarkan mengejutkan Istana Negara. Presiden Joko Widodo akhirnya mengambil sikap mendukung keputusan Nurmantyo dan ikut memperingatkan Australia. Namun sejumlah pejabat tinggi di Canberra menilai kasus tersebut selayaknya diselesaikan tanpa keterlibatan publik.
Foto: Imago/Zumapress
Genderang Xenofobia dari Cilangkap
Bukan kali pertama Nurmantyo membidik Australia. Oktober 2016 dia menyebut negeri jiran itu terlibat dalam "perang proxy" melawan Indonesia di Timor Leste dengan tujuan "memecah belah bangsa." Ia juga mengklaim ancaman terbesar terhadap Indonesia akan berasal dari kekuatan asing yang "berebut energi dari negara equator yang kaya sumber daya alam."
Sejak berakhirnya Pilkada DKI Nurmantyo juga aktif mendekat ke kelompok konservatif muslim. Ketika Kapolri Tito Karnavian mengklaim kepolisian menemukan indikasi makar pada aksi demonstrasi 212 di Jakarta, Nurmantyo mengatakan dirinya "tersinggung, karena saya umat muslim juga." Panglima juga berulangkali memuji pentolan FPI Rizieq Shihab sebagai sosok yang "cinta Indonesia."
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry
Teladan di Astana Giribangun
Isu kebangkitan Partai Komunis Indonesia yang disebarkan kelompok Islam konservatif dan sejumlah tokoh seperti Kivlan Zein dan Amien Rais disambut Nurmantyo dengan mewajibkan prajurit TNI untuk menonton film propaganda orde baru Pengkhianatan G30-S PKI. Setelah melontarkan wacana tersebut, Nurmantyo mengunjungi makam bekas Presiden Soeharto yang menurutnya patut menjadi "tauladan" prajurit TNI
Foto: picture-alliance/dpa
Peluru Panas ke Arah Istana
Polemik terakhir yang dipicu Panglima TNI adalah isu penyelundupan senjata api sebanyak 5500 pucuk. Ia mengklaim laporan tersebut berasal dari data akurat dinas intelijen. Pemerintah mengklarifikasi pembelian itu untuk Kepolisian dan Badan Intelijen Negara. Namun Nurmantyo enggan meluruskan pernyataannya tersebut. (rzn/yf-sumber: antara, detik, cnnindonesia, kompas, tempo, aspi, ipac)
Foto: picture-alliance/Photoshot/A. Kuncahya
8 foto1 | 8
Dipicu ambisi politik Nurmantyo
Pergantian Panglima TNI tersebut sebenarnya tak sekadar masalah masa jabatan, namun tak terlepas dari sosok kontroversial Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang dinilai memiliki ambisi politik. Ada spekulasi Nurmantyo akan berusaha mengajukan diri sebagai kandidat wakil presiden atau bahkan presiden pada pemilu 2019 mendatang.
Ambisi politik Gatot Nurmantyo mulai tercium sejak akhir 2016 ketika dia mewancanakan hak politik bagi anggota TNI. Oktober lalu, Presiden Joko Widodo sempat memberi peringatan keras agar TNI menjauhi kancah politik praktis dan menjunjung kesetiaan pada otoritas sipil. Peringatan tersebut dianggap isyarat kepada Nurmantyo, yang saat itu ramai meributkan polemik pembelian senjata oleh institusi non militer. Ia gencar mempersoalkan peran pasif TNI dan mengemukakan bahwa Indonesia tengah dikepung "Proxy Wars" yang dilancarkan negara asing.
Bila Hadi Tjahjanto ditetapkan sebagai Panglima TNI baru, Aris Santoso menilai peran dan profesionalitas TNI dapat tetap dijaga meski Joko Widodo dan Hadi memiliki kedekatan pribadi. "Hal itu nyaman bagi Jokowi, hingga komunikasi dan koordinasi diharapkan lebih lancar, dibandingkan dengan Panglima TNI sekarang, termasuk dalam mengelola kerumitan hubungan dengan TNI AD. Kini beban ini sebagian bisa dialihkan pada Hadi Tjahjanto selaku panglima baru," ujar Aris Santoso.
Siapa Calon Pemimpin Indonesia?
Hasil survey Saiful Mujani Research Centre belum banyak mengubah peta elektabilitas tokoh politik di Indonesia. Siapa saja yang berpeluang maju ke pemilu kepresidenan 2019.
Foto: Imago/Zumapress
1. Joko Widodo
Presiden Joko Widodo kokoh bertengger di puncak elektabilitas dengan 38,9% suara. Popularitas presiden saat ini "cendrung meningkat," kata Direktur Eksekutif SMRC Djayadi Hanan.
Foto: Reuters/Beawiharta
2. Prabowo Subianto
Untuk sosok yang sering absen dari kancah politik praktis pasca pemilu, nama Prabowo masih mampu menarik minat pemilih. Sebanyak 12% responden mengaku akan memilih mantan Pangkostrad itu sebagai presiden RI.
Foto: Reuters
3. Anies Baswedan
Selain Jokowi dan Prabowo, nama-nama lain yang muncul dalam survey belum mendapat banyak dukungan. Gubernur terpilih DKI Jakarta, Anies Baswedan, misalnya hanya mendapat 0,9%.
Foto: Reuters/Antara Foto/M. Agung Rajasa
4. Basuki Tjahaja Purnama
Nasib serupa dialami bekas Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama. Sosok yang kini mendekam di penjara lantaran kasus penistaan agama itu memperoleh 0,8% suara. Jumlah yang sama juga didapat Wakil Presiden RI Jusuf Kalla.
Foto: Getty Images/T. Syuflana
5. Hary Tanoesoedibjo
Pemilik grup MNC ini mengubah haluan politiknya setelah terbelit kasus hukum berupa dugaan ancaman terhadap Kepala Subdirektorat Penyidik Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Yulianto. Hary yang tadinya beroposisi, tiba-tiba merapat ke kubu Presiden Joko Widodo. Saat inielektabilitasnya bertengger di kisaran 0,6%
Foto: picture-alliance/AP Photo/A. Ibrahim
6. Agus Yudhoyono
Meski diusung sebagai calon pemimpin Indonesia masa depan, saat ini popularitas Agus Yudhoyono masih kalah dibanding ayahnya Soesilo Bambang Yudhoyono yang memperpoleh 1,9% suara. Agus yang mengorbankan karir di TNI demi berpolitik hanya mendapat 0,3% dukungan.
Foto: Getty Images/AFP/M. Naamani
7. Gatot Nurmantyo
Jumlah serupa didapat Panglima TNI Gatot Nurmantyo yang belakangan terkesan berusaha membangun basis dukungan. Nurmantyo hanya mendapat 0,3%. Meski begitu tingkat elektabilitas tokoh-tokoh ini akan banyak berubah jika bursa pencalonan sudah mulai dibuka, klaim SMRC.